red lace bra

216 3 0
                                    

Ada sesuatu yang menarik tentang pelajaran Mr. Carlson. Sejarah internasional bukanlah mata kuliah favoritku. Namun, cara beliau menyampaikan materi di kelas membuatku mempunyai suatu pandangan baru terhadap sejarah. Mendasar, jika disebutkan dengan satu kata. Materi yang disampaikan selalu bersifat mendasar. Cukup dengan modal membaca, kau juga pasti mengerti. Tapi, tiap harinya beliau selalu saja membuatku terkesan dengan media-media yang diikutsertakannya dalam proses mengajarnya. Entah itu lagu kebangsaan Perancis, La Marseillaise yang pada awal lagunya terdengar mirip seperti lagu Nasional Indonesia, Dari Sabang Sampai Merauke, maupun seperintil aksesoris yang ia bawa sebagai alat pembantu proses mengajarnya. Entahlah, jika bukan beliau yang menyampaikan mata kuliah ini, aku pasti telah tidur sekarang.

"That's it about World War II. And, here are some reflections." katanya sambil menekan remot proyektor untuk menunjukan slide presentasi selanjutnya.

"I know i never do these kind of thing. But, just for one time, I am giving you all a homework."

Seketika seisi kelas ramai dengan sorakan kecewa.

"I know, i know." ujarnya sambil melayangkan tangannya ke depan dadanya. "It's a really simple one. Now let's see..." ia berjalan ke kanan sembari melihat-lihat ke tempat mahasiswa. "Ms. Algurson." semua mata pun tertuju pada nama yang dipanggilnya. Claire.

Claire mengibaskan rambut pirang panjangnya ke belakang pundaknya lalu berkata. "Yes, Mr. Carlson?"

Aku menggelengkan kepalaku dengan kecil, dasar attention-seeker.

"Would you tell me your opinion towards World War II?" tanya Mr. Carlson dengan senyuman kecil di ujung bibirnya.

Claire mengangguk. "Well, it's terrible because it cost a lot of people lives."

No shit. Is this girl serious?

Mr. Carlson mengernyitkan dahinya. "Is that it?" Claire hanya mengangkat pundaknya pada Mr. Carlson.

"Not the answer i was expecting, so, will anyone give an opinion towards what we just learned today?" Seisi kelas tiba-tiba sunyi. Tipikal.

"I knew no one is willing to do this," katanya sambil meletakkan tangan pada dagunya. Ia mulai berjalan ke arah mejaku. Perasaanku tidak enak seketika, rasanya beliau akan menunjuk seseorang lagi. "But, any words... Ms. Clermont?"

Oh. Shit.

"Um," aku membenarkan posisi dudukku lebih tegak lagi. Menggaruk kepalaku di bagian samping yang bahkan tidak gatal telah menjadi kebiasaan yang kulakukan ketika gugup.

"I'm-i'm.. Uh." I cleared my throat. "Sure," kata pertama yang keluar dari mulutku terdengar goyah.

"Mahatma Gandhi says, Desire is the root of evil. And i think that was.. the.. main reason why the war lasted longer than World War I did." Mr. Carlson mendengarkanku dengan seksama sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Surely, it didn't cost lots of lives as much as World War I. But if we look closely, it's Nazi's selfishness of wanting even more that had carried the war in the first place.. i mean, Deutschland über alles? Germany above everything? How could not that be any more selfish?"

Mr. Carlson tersenyum kepadaku. "Very good, Ms. Clermont."

Aku menghembuskan nafasku dengan lega. Mr. Carlson pun berjalan ke tengah ruangan, "Now, do you think it is possible for another Great war to happen? Perhaps, World War III? It could be happening now and we're all just didn't know it." katanya dengan tenang, lalu ia duduk diatas mejanya. "Kids, take a look of what's happening around the world. Have you ever just sit and think, and be grateful that you still get to see the sunlight in the morning instead of fire on your surroundings? Or thinking which outfit goes well with the weather today instead of thinking could you even get out safely?" Beliau pun menghembuskan nafasnya dengan panjang.

betweenWhere stories live. Discover now