star wars

61 2 0
                                    

Hariku bersama the inner circle, a.k.a Sanders dan Horan biasanya berakhir pada jam makan malam. Tergantung, sebenarnya. Sanders mempunyai rumah sendiri yang membuat mereka harus pulang paling lambat setelah makan malam, sementara aku dan Niall tinggal di apartement yang sama. Niall bukan asli Colombus, ataupun Amerika. Dia lahir di negeri leprechaun, Irlandia. Belum pernah aku menginjakkan kaki diluar Amerika. Tapi dari yang kudengar, Irlandia terdengar indah, atau mungkin cara Niall menjelaskan betapa rindunya akan rumah dan keluarganya yang membuatku ingin mengunjungi Irlandia.

Berbeda denganku, aku lahir di New York. Dulu, aku berharap dapat kuliah di NYU dengan mengambil major Law School, namun setelah kupikir-pikir, itu bukan sepenuhnya kemauanku melainkan kemauan ibuku. Alhasil, disinilah aku. International Relations, Ohio State University. Ibuku seorang pengacara, sifatnya keras. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk meyakinkan bahwa aku tidak ingin mengikuti jejaknya.

"Alena, drink a lot of water." kalimat yang paling sering ia lontarkan padaku. Hanya Ibu yang memanggilku Alena. Sementara, Ayahku seorang wirausaha, ia tidak pernah memaksakan kehendakku. Karena tuntutan pekerjaan, Ayah jarang terlihat dirumah. Ia selalu ada. Namun, itu entah saat aku sudah tidur ataupun saat aku belum bangun. Saat hari libur adalah hari kesukaanku, karena pada hari itu biasanya kami bertiga akan melakukan dinner night. Hanya itulah saat dimana kami benar-benar bersama. Untuk saat ini, disela waktu sibuk dengan pekerjaan mereka, tiap 6 bulan mereka berdua biasanya mengunjungiku atau aku yang mengunjungi mereka.

Esok paginya, aku nyaris telat untuk menghadiri kelas umum Etika. Kelas umum disini maksudku diperuntukkan untuk beberapa fakultas, yang pelajarannya memang dapat diikuti oleh semua majors. Tahun lalu aku mengambil kelas Estetika, dimana hampir seluruh isi kelas dipenuhi oleh Art students. Namun, disitulah pertama kali aku bertemu Niall.

Tak ada yang spesial, sebenarnya. Aku sangat tidak niat untuk masuk ke kelas hari itu, aku ingat, karena malamnya Emilia, temanku jurusan Fashion memaksaku untuk ikut girls night out di suatu bar jauh dari kampus. Seperti yang kau tebak, aku mabuk, parah. Satu hal yang orang perlu tahu sebelum membelikanku minuman ialah, aku cepat mabuk. Lalu, pada paginya, worst hangover! Kepalaku terasa sangat berat dan aku merasa mual. Masih tercium bau alkohol pada mulutku. Dengan malasnya, aku hanya menggunakan leggings hitam dan sweater star wars ke kampus. Untungnya, Estetika hanya kelasku satu-satunya pada hari itu.

Aku ingat sekali dengan satu mahasiswa kriminologi yang angkuh itu. Ia duduk disebelahku, kakinya terbuka lebar sehingga kakikku tidak mempunyai spasi yang besar. Namanya Louis, dan dia sangat berisik. Mulutnya seakan-akan tidak bisa diam. 5 menit sebelum kelas dimulai aku pun memutuskan untuk berpindah tempat. Aku tak tahu kemana, yang jelas, jauh-jauh dari dia.

Tanpa melihat, aku pun berdiri dengan cepat dan keluar dari barisan tempat duduk tersebut. Namun, tanpa sadar aku menabrak seseorang. Jika ia tidak membawa secangkir espresso latte hangat mungkin aku tidak akan sadar aku menabraknya. Namun espresso hangat tersebut tumpah, mengenai dadaku dan aku merasa lengket. Di depanku berdiri seorang pria yang tingginya hampir sama denganku, kacamatanya tergantung diujung hidungnya. Ia melihatku dengan shock, namun tidak berkata apapun. Dengan kesal, tanpa memperdulikan dia maupun orang-orang yang melihat kejadian itu, aku pergi dengan sengaja menabrak pundaknya dengan keras.

Tanpa memikirkan kelas Estetika itu, aku kembali ke apartemenku dengan sweater star wars ku yang mempunyai noda coklat sampai sekarang.

Minggu berikutnya pada hari yang sama, aku hampir bolos kelas Estetika mengingat kejadian minggu lalu. Namun, absensi lebih penting bagiku daripada sweater kesayanganku. Bohong. Aku tidak bisa bolos lagi, atau aku tidak diperkenankan mengikuti ujian akhir.

betweenWhere stories live. Discover now