[10] - SEPULUH

7.3K 404 2
                                    

Raina

"Lo bisa diem ngga sih?" ucap Shelma kesal. Sejak Raina datang ke sekolah, ia tidak bisa diam.

Raina tidak menggubris pertanyaan Shelma. Raina terus mondar-mandir sambil mengetukkan jarinya didagu. Ia sibuk berpikir mencari ponselnya. Terakhir kali ia memegang ponsel pada saat di pesta Shelma. Setelah itu, ia lupa menaruhnya.

"Ya terus HP gue dimana kalo ngga di lo?" tanya Raina.

"Mana gue tau," Shelma berpikir sejenak, "Oh, gue tau."

Raina menaikkan sebelah alisnya, "Dimana?"

"Emm..," Shelma kembali mengingat-ingat. Itu membuat Raina penasaran.

"Dimana?" Raina mendekatkan dirinya pada Shelma yang membuatnya semakin penasaran.

"Ngga tau," ucap Shelma, singkat, padat, dan jelas. Membuat Raina mendengus kesal.

"Tau ah. Bete gue."

Raina langsung duduk dibangkunya. Bertopang dagu, kembali memikirkan ponselnya.

Dimana lagi kalau bukan di rumah Shelma? Ah, ya. Kafka. Apa tertinggal di mobil Kafka? Tapi sepertinya tidak.

*****

Bel pulang sekolah berbunyi. Shelma dan Raina sudah bersiap-siap untuk pulang.

"Ayo," ucap Shelma.

Raina hanya mengangguk lesu. Raina masih memikirkan ponselnya yang hilang.

Saat mereka sampai di parkiran sekolah, mereka melihat Kafka sedang bersender di mobilnya sambil melihat ke arah Raina.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Kafka pada Raina.

Raina mengerutkan keningnya, "Ngomong apa?"

Kafka menatap Shelma seolah mengatakan sesuatu. Shelma yang menyadari bahwa ia harus pergi, langsung angkat bicara.

"Gue duluan ya?" ucap Shelma.

Raina menahan tangan Shelma,"Tungguin dulu, dia kan belum ngomong."

"Sorry Rain, gue baru inget. Gue ada janji sama Aldi. Lo sama Kafka ya?" Shelma menatap Kafka,"Lo mau kan, anterin Rain balik?"

Raina memelototkan matanya.

"Iya," Kafka mengangguk kecil.

Raina menghela nafasnya. Yang jelas nanti Raina tidak akan pulang bersama Kafka.

Shelma pergi meninggalkan keduanya. Kini hanya tersisa Raina dan Kafka.

"Mau ngomong apa?" tanya Raina to the point.

"Apa ya? Gue lupa," Kafka pura-pura lupa.

"Kalo ngga ada yang lo omongin, gue pergi." Raina melangkahkan kakinya menjauhi Kafka.

"Lo ngga mau ini?" Kafka mengangkat sebuah ponsel. Raina langsung menghentikan langkahya dan berbalik.

Raina membulatkam matanya. Itu adalah ponselnya. Ternyata benar, ponselnya ada di Kafka.

Raina yang menyadarinya langsung mendekati Kafka untuk mengambil ponselnya. Tapi sebelum Raina sempat mengambilnya, Kafka mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Raina melompat-lompat, tapi tidak sampai. Raina akhirnya menyerah, Kafka terlalu tinggi.

"Kaf, siniin ponselnya," ucap Raina dengan nafas terengah-engah.

"Kalo ngga boleh gimana?"

"Ish, lo mah. Siniin ngga?" Raina terus mencoba merebut ponselnya dari tangan Kafka.

"Dengan satu syarat," ucap Kafka.

"Apaan sih pake syarat-syaratan segala," Raina kesal dengan sikap Kafka.

"Kalo ngga mau juga ngga apa-apa. Gue juga ngga rugi," ucapnya datar.

Kafka memang suka membuat orang emosi. Ekspresinya itu membuat Raina ingin menghancurkan wajah tampannya.

Tampan?

Ia baru saja mengira orang menyebalkan yang ada di depannya ini tampan. Oh tidak! Sepertinya otak Raina memang ada yang geser.

"Oke, apa syaratnya?" Raina tidak tahu lagi harus bagaimana, lebih baik menerima persyaratan Kafka daripada kehilangan ponsel miliknnya.

"Temenin gue," Kafka menarik tangan Raina dan menyuruhnya duduk di dalam mobilnya.

Sebelum Raina masuk ke dalam mobil Kafka, ia berhenti,"Mau ngapain?" tanya Raina sambil melepaskan tangan Kafka.

"Ke suatu tempat," Kafka membukakan pintu mobilnya, "Cepetan masuk."

"Ngga mau!" Raina menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

"Ya udah," Kafka menutup kembali pintu mobilnya, "Berarti HP lo buat gue," Kafka berjalan menuju kursi kemudi.

"Tunggu!" Raina lngsung masuk kedalam mobil Kafka tepat sebelum Kafka menginjak pedal gasnya.

Kafka menyeringai.

"Gitu dong," ucap Kafka.

"Siniin HP gue!" Raina menyodorkan tangannya untuk mengambil ponselnya.

"Nih," Kafka memberikan ponsel berwarna silver milik Raina.

Raina mengecek ponselnya. Ia takut jika Kafka merusak ponselnya. Raina meneliti setiap sisi ponselnya. Tidak ada yang rusak. Data-datanya. Tidak ada yang terhapus.

"Tenang aja, gue bukan perusak,"

Raina memutar bola matanya, "Kali aja. Lo kan suka bikin masalah."

Kafka tidak lagi membalas ocehan Raina. Ia kembali fokus menyetir. Dan akhirnya, mereka sampai di suatu tempat.

"Udah sampe," ucap Kafka pada Raina yang masih memandang keluar jendela.

"Kenapa lo bawa gue kesini?"

Kafka melepas sabuk pengaman yang ia kenakan, "Kalo lo ngga mau ya udah. Lo disini aja sampe gue balik," kemudian Kafka keluar dari mobilnya.

Sedangkan Raina. Ia langsung ikut keluar bersama Kafka. Kafka yang melihatnya pun langsung tersenyum. Tapi sayang Raina tidak melihatnya.

"Gue kira lo mau nungguin di mobil sampe jamuran," ucap Kafka.

Raina berdecak kesal.

*****

A.N.

Cerita aku ya gitu-gitu aja..
Garing ya?? Hha..

Voment

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang