[44] - EMPAT PULUH EMPAT

5.2K 266 14
                                    

Raina

Detik demi detik berlalu, sekarang disinilah Raina berada. Di sebuah kafe yang Kafka janjikan. Suasananya masih terlalu ramai menurutnya, sampai sampai ia sulit mencari tempat yang kosong.

Kafka sedang dalam perjalanan, sudah memberi pesan dan akan menemuinya beberapa menit lagi. Dia sengaja mengajaknya kesini hanya untuk mencicipi menu baru di kafe ini, baru kemudian mengajaknya jalan-jalan.

Astaga, kenapa membayangkannya saja sudah membuat dirinya sebahagia ini?

Raina segera duduk di tempat yang baru saja ditinggalkan oleh pengunjung lain. Lumayan, menurutnya tempat ini cukup nyaman. Ruangan sederhana ini dapat membuat orang ingin singgah berlama lama. Apalagi dengan sejuknya udara dan indahnya pemandangan sekitar. Sempurna bukan?

Raina membuka layar kunci ponselnya, untuk beberapa saat ia hanya memandanginya, kemudian mengecek jam, dan menunggu pesan dari Kafka. Kenapa Kafka lama sekali?

Jika seperti ini, Raina bisa mati bosan hanya karena menunggu Kafka. Ia akhirnya memesan minum terlebih dahulu. Lumayan, pelepas dahaga.

"Hei," seseorang menepuk bahu Raina. Membuatnya reflek menatap orang itu.

"Eh, kak Alex. Hai," sapa Raina.

"Lo ngapain disini?" Alex menarik kursi di depan Raina sebelum mendudukinya, "Biasanya di rumah."

Bagaimana Alex bisa di tempat ini? Sial, jika Alex tahu jika ia akan bertemu dengan Kafka, Alex pasti akan mencegahnya.

"Biasa kak," ia meringis. "Ada janji sama temen sekolah."

"Sama siapa?"

Tidak bisakah Alex untuk tidak perlu banyak bertanya seperti ini. Raina kan jadi bingung harus jawab apa.

"Eh, kak. Kakak ngapain kesini? Biasanya sibuk banget kan?"

"Gue?" Alex tertawa, "Emang gue sibuk ya?"

Ya, misi mengalihkan pembicaraan berhasil. Ternyata ia hebat juga.

"Iya lah. Coba inget-inget, kapan terakhir kita ketemu?"

Alex mengerutkan keningnya sejenak untuk memikirkan pertanyaan Raina sebelum akhirnya menjawab, "Gatau kapan. Lama juga ya?"

"Bingo!"

Raina kembali membuka layar ponselnya dan pertanyaan yang sama kembali datang. Kenapa Kafka belum datang? Dan juga bagaimana caranya membuat Alex pergi dari sini?

Kasihan, otak yang seharusnya sedang rileks sekarang harus berpikir keras.

Setelah beberapa saat keadaan diselimuti keheningan, ponsel Alex bergetar. Alex segera mengangkatnya dan meminta izin kepada Raina untuk keluar sebentar. Tentu saja Raina mengiyakan.

"Ini bocah kemana sih?" Tanyanya sendiri setelah melihat Alex menjauh. Kafka bilang beberapa menit lagi, nyatanya ini sudah bermenit-menit.

Raina mencoba menelepon Kafka beberapa kali. Dan yang ia dengar hanya suara mbak-mbak operator. Menyebalkan sekali. Nomor Kafka tidak aktif secara tiba-tiba.

"Kalo ketemu bakal gue bejek-bejek tuh muka, sumpah."

Karena kesal, Raina hanya diam. Ia baru mengubah raut mukanya setelah Alex kembali. Alex pamit kepadanya karena ia bilang akan menemui temannya di suatu tempat.

"Hati-hati, kak."

"Oke. Bye," ia melambaikan tangannya kepada Raina dan dibalas yang serupa oleh Raina.

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang