My Best Friends

3.9K 129 6
                                    

Bukan perkara mudah bagiku untuk bisa memiliki kawan baru. Sangat sulit rasanya membuka diri disini, jurusan yang seperti milik golongan berada. Sedangkan orang sepertiku sangat sedikit sekali, karena mengingat biaya yang dibutuhkan sangatlag banyak jika memang dengan mengandalkan kantong pribadi. Jadi dapat aku simpulkan sendiri kalau status sosial sepertinya berlaku disini. Meski tidak semuanya, tapi aku tetap merasakan adanya batasan dalam berteman disini.

Eitttsss,,, tapi seperti yang aku bilang tadi, bahwa tidak semuanya seperti itu. Karena aku sudah memiliki beberapa kawan dekat, meski aku baru merasa akrab beberapa bulan terakhir. Itupun karena kami disatukan oleh kelompok praktikum. Mereka adalah Regina Everyzka dan teman lelaki yang akrab denganku, Fawiza Endrawansyah.

Aku rasa kehadiran kedua karibku sangatlah tepat. Disaat memang aku sudah merasa jenuh dengan kesendirianku, maka Regina dan Endra menjadi pemusnah sepi. Regina dengan segala sifatnya yang memang suka berpenampilan serba lebih, termasuk dalam urusan make-up selalu saja terlihat menawan.

Aku akui memang banyak lelaki yang selalu menatap lebih lama dari biasanya jika Regina sedang melintas. Memang, gadis pemilik rambut panjang sebahu ini terlalu cantik untuk menjadi mahasiswa. Lebih pantas jika ia bersaing dengan artis ibu kota, disejajarkan dengan aktor-aktor tampan seumurannya.

Satu kata buat Regina, Perfect! Selain cerdas, tajir, baik, ia juga cantik.

Untuk Endra, tak banyak yang bisa aku deskripsikan dari sosok cool satu ini. Aku suka gaya diam misterius-nya. Selain hobi membuat orang penasaran akan siapa sejatinya Fawiza Endrawansyah, dia juga hobi dalam dunia sport, terlebih basket.

Endra adalah salah satu korban penolakanku saat dirinya sempat pernah menawariku bermain futsal. Cowok asli Semarang ini memang terbilang sadis, sinis dan skeptis jika ada cewek kecentilan terlebih kepadanya. Bahkan tak segan pula ia menolak dengan tegas dan bringas aksi kegatelan gadis-gadis labil yang secara spontan menyatakan suka kepadanya.
Kurang lebih seperti itu berdasarkan penuturan Endra sendiri padaku.

Kalau menurutku, Endra dan Regina adalah pasangan serasi jika dilihat dari masing-masing kepribadiannya. Aku sangat senang memiliki mereka. Jika diibaratkan jamu, aku menganggap mereka termasuk kategori jamu komplit.

Aku sedang merapikan alat penelitian kelompokku di lab. Kami baru saja selesai kuliah Biokimia II. Beberapa gelas tabung reaksi sedang aku bersihkan di bawah guyuran air. Setelah praktek memang aku yang selalu mendapat giliran membereskan semua alat dan bahan yang digunakan. Sementara Regina sibuk merangkum hasil praktikum dan meneliti kembali laporan yang akan kami sajikan dalam pertemuan selanjutnya. Sedang Endra sibuk hilir mudik meletakkan tabung reaksi yang sudah aku bersihkan ke dalam lemari khusus. Tak ada yang sempat nganggur saat ini.

"Makan siang dimana habis ini, guys?" Regina bersuara.

Aku yang memang sudah selesai membersihkan semua tabung reaksi segera menghampiri Regina, disusul Endra kemudian.

"Gua sih ngikut saja, Gin" Endra bersuara.

"Yang enak, banyak dan murah" Aku memberikan pilihan.

"WARTEG!" Endra sukses memberikan pilihan warung makan khas Tegal itu.

"Opsi lain, please!" Regina sepertinya menolak. Aku hopeless, padahal warteg memang cukup murah menurutku.

"Gimana kalo Larisa? Yang pasti enak, banyak dan murah" Aku mengusulkan.

Sempat sekali dulu aku pernah makan disini. Menu yang disajikan selayaknya menu masakan rumahan. Sepertinya si empunya Larisa memilih konsep feels like at home dan sukses membuatku merasa langsung betah saat pertama kali mampir kesini. Karena selain masakannya enak, orangnya pun ramah-ramah. Mbak Dian dan Mbak Tyas adalah juru masak utama Larisa, merangkap sebagai pemilik kedai juga tentunya.

The Untold Story "AZKAR"  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang