12. Epilog

585 35 12
                                    

Jakarta, (Masih) Tahun 2016

Tolong terima ajakan Demas, ya! Ikutin aja rumus yang dia jelasin!

Note : Gak menerima penolakan, gak perlu dibalas dan gak usah orang lain harus tahu.

Begitu isi pesan BBM itu di baca oleh Citra, ia langsung bingung mendadak. Di bacanya ulang-ulang isi pesan BBM dari kontak bernama Alga tersebut. Ia tidak tahu apa maksud dan tujuan dari isi pesan BBM tersebut. Yang jelas, ia hanya bingung.

Maksud Alga apa sih? Kok aneh begini? tanya Citra dalam hati. Kebimbangan masih terlukis di paras cantiknya.

Sepulang sekolah, tepat pukul 3 sore, di luar kelas, Citra menunggu orang yang di tegaskan Alga dalam pesannya. Berkali-kali ia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas di sekolah yang sudah berhamburan para siswa yang bernapas lega karena semua jam pelajaran telah usai. Hingga akhirnya ia menemukan Demas dari kejauhan yang hendak menghampirinya.

Demas melambaikan tangannya ke arah Citra. Citra pun terengah dan membalas lambaian tangan Demas. Setelah butuh 52 langkah untuk menghampiri Citra karena harus menyebrangi lapangan sekolah, Demas pun tiba dihadapan Citra, tujuannya.

"Ada apa sih sebenarnya?" tanya Citra yang sejak pagi di buat penasaran oleh pesan BBM dari Alga.

"Sebenarnya, apa?" ulang Demas, bingung.

Lalu Citra mencondongkan ponsel pintarnya yang berlayarkan isi pesan BBM dari Alga itu ke depan wajah Demas.

Demas terperangah, kemudian membacanya. Ia pun tersadar. "Oh iya. Sorry! Gue lupa! Maklum abis ulangan essay matematika tadi. Jadi linglung gini, deh!"

"Sama! Aku juga ulangan essay matematika pas jam pelajaran ketiga!" ujar Citra. Lalu Citra bertanya pada Demas, "Yaudah to the point deh. Rumus apa yang mau kamu kasih ke aku, dan harus aku ikutin tanpa penolakan, seperti yang disuruh sama Alga?"

"Oke!- Rumus pertama. Lo harus ikutin semua omongan gue!" Demas langsung menyebutkan rumus pertamanya.

Citra cukup meragu. "Oke"

"Rumus kedua. Lo harus percaya sama gue!"

Citra mengangguk dan menurut. "E-hemm...!"

"Dan rumus terakhir. Lo harus tutup mata lo pake ini!" Demas mengeluarkan sapu tangan berukuran besar dan langsung mengikatkan sapu tangan itu pada kepala Citra, sehingga membuat mata Citra tertutup dan tidak bisa melihat.

Citra merasa sedikit risih. "Duh, harus banget ya pake ginian segala?"

"Udah diem aja. Ini tuh rumus yang Alga ajarin ke gue!"

Citra tersenyum sendiri. "Alga emang pinter main teka-teki!"

Demas tak menjawab ucapan Citra barusan. Dia hanya menyuruh Citra untuk berjalan. "Sekarang... ayo kita jalan. Hati-hati ama langkah lo!"

"Oke!" Citra menghela napas. Kemudian berjalan sambil dibimbing Demas.

"Awas batu!" seru Demas, jahil. Padahal disana sama sekali tidak ada batu.

"Hah?!?!" Citra spontan berhenti berjalan. Kemudian membuka langkahnya lebar-lebar guna menghindari batu yang tidak ada sama sekali itu.

Demas tertawa terbahak-bahak tanpa suara.

"Kok bisa ada batu sih di lantai sekolah?" tanya Citra.

"Udah, gak usah banyak tanya! Ayo kita jalan lagi!"

Setelah turun dari taksi dan tiba di tempat tujuan, Demas kembali membimbing Citra berjalan. Citra yang matanya masih tertutup oleh sapu tangan itu bertanya lagi. "Ini sebenarnya kita mau kemana sih?"

KALA (FINISHED)Onde histórias criam vida. Descubra agora