Chapter 6 : Hero, Dafi dan Tentangnya

1K 30 2
                                    

Bagian keenam .....

Kebiasaan Dafi yang selalu mengagguku dipagi hari dan membuatku kesal, marah-marah padanya sudah menjadi sebuah rutinitas. Entah dia sekedar mengejek atau menarik rambutku saja. Tapi sepertinya dia sangat senang melakukannya apalagi jika harus membuatku cemberut.

Tapi, hari ini aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Aku tidak merasakan keberadaan Dafi di sekolah. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah memperhatikan ke sekeliling sudut sekolah. Lapangan, dibawah tangga. Dafi tidak terlihat.

"Hemm... sepertinya dia tidak ada. Itu berarti hari ini gue akan berpuasa marah." gerutuku dalam hati--setengah senang.

"Tapi dia kemana? Apa dia sakit?." tanyaku membatin.

Aku menggoyangkan tanganku di depan wajahku sembari tertawa kecil. "Bodo' amat. Dia kan juga hobi banget bikin gue kesal." tambahku lagi.

Langkahku terhenti ketika mendengar teman-teman Dafi sedang membicarakan dirinya yang tidak masuk hari ini ke sekolah. Aku sengaja berhenti di tangga untuk mendengarkan mereka. Bukan bermaksud untuk menguping. Tapi aku hanya ingin menghilangkan rasa penasaranku dengan si anak nakal itu.

"Lo tau gak semalaman Dafi gak pulang ke rumah?." kata Jojo mendekati teman-temannya yang sedang berkumpul di bawah tangga tempat mereka nongkrong. Jojo baru saja datang dengan setengah lari mengagetkan mereka.

"Ah serius lo?." tanya Dion dengan perasaan menggebu.

"Lo dapat kabar darimana sih?." tambah Andy lagi membanjirinya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Iya, sejak kemarin dari landasan dia tidak pulang ke rumah. Tadi gue ke rumahnya niatnya sih mau jemput dia. Tapi kata sekuriti di rumahnya Dafi belum pulang." jawab Jojo menjelaskan. Wajah mereka berubah. Mereka terlihat mengkhawatirkan pemimpin mereka.

Aku mengerinyitkan alisku sambil memegangi daguku. "Dia gak pulang? Dasar anak nakal." tambahku mengangkat bahuku--dengan perasaan--yang tidak bisa--kujelaskan.

Aku berjalan menuju kelas dengan kepala yang masih dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang Dafi yang tidak pulang ke rumah. Mengapa aku jadi peduli banget sama dia. Dia kan laki-laki dan baru gak pulang sehari. Mungkin saja dia sudah terbiasa melakukannya.

"Hei, Raisha." sapa Nina mengagetkanku dari lamunanku yang--serius.

"Ah...eh.. iya." jawabku terbata-bata. Nina melekatkan wajahnya menyadari keterkejutanku. "Lo kenapa, Sha? Lagi mikirin Faris yang sedang Studi Banding ke Jogja ya." katanya menebak-nebak. Aku mengangguk dua kali mengiyakan. Aku hanya tidak ingin menambah daftar pertanyaan Nina di kepalanya. Apalagi jika dia sudah mulai menduga-duga tidak jelas.

"Makanya, kalo emang lo sayang sama dia. Ngomong dong." katanya dengan nada setengah menyindir.

Aku menatapnya dengan tatapan tajam. "Sok tahu." balasku.

.....

Ini adalah hari kedua Dafi tidak masuk tanpa kabar. Awal sepupu Nina yang sekelas dengan Dafi mengatakan kalau Dafi sudah dua hari ini tidak masuk sekolah. Dan belum pulang juga ke rumahnya.

"Eh... lo tau gak kalo Dafi gak masuk lagi. Katanya juga dia belum pulang ke rumah." kata Awal mendekati meja kami saat sedang asyik menikmati makanan di kantin.

Aku terbatuk mendengarnya karena merasa terkejut. Nina juga ikut terkejut dan tentu saja khawatir denganku. "Sha, lo gak apa-apa kan." Nina menepuk-nepuk pundakku dan membantuku memegangi gelas minumku.

Aku mendesah pelan. "Lo tau dari mana? Emang dia kenapa?." tanyaku pada Awal dengan suara pelan. Entah kenapa ada rasa khawatir padanya yang menyelinap di dalam hatiku. Tapi aku yakin ini bukan perasaan yang sama yang kurasakan jika terjadi pada Faris.

UNBREAKABLEWhere stories live. Discover now