7 : Cantik :

43.9K 7.1K 336
                                    


7

: c a n t i k :



Sama seperti banyak perempuan lain, Kintan juga ingin cantik.

Sayangnya, Kintan merasa dirinya tidak diberkahi dengan kecantikan. Badannya bongsor, kulitnya hitam, rambutnya keriting, dan hidungnya tidak mancung. Sudah semenjak SMP Kintan mencoba berbagai cara untuk memutihkan kulit dan meluruskan rambut. Namun, semua tetap saja gagal. Kintan bukan hitam karena sering terpapar matahari. Kulitnya memang hitam sejak lahir. Bahkan sekarang, wajahnya jadi berjerawat. Tubuhnya yang bongsor juga tak membantu penampilan fisiknya jadi menarik. Dia kadang iri dengan gadis-gadis bertubuh mungil yang tak perlu khawatir mengenakan sepatu hak tinggi. Mereka tak perlu takut terlihat "ketinggian" atau "kegedean" dibanding laki-laki. Tidak seperti dirinya.

Kintan pernah mendengar kecantikan yang sesungguhnya ada dari dalam diri manusia. Namun baginya, itu omong kosong. Manusia pasti menilai orang lain pertama kali dari fisiknya, baru berlanjut menilai kepribadian. Dan gadis-gadis seperti dirinya biasa dipandang sebelah mata oleh orang-orang lain karena fisiknya. Oleh karena itulah, Kintan juga paham jika para lelaki pasti akan mendekati Novi atau teman-teman Kintan yang memiliki penampilan lebih menarik dibanding dirinya.

Lantas, apa yang Kintan lakukan? Kintan pun berusaha hidup dengan fisik yang dimilikinya walau sulit jika sudah menerima bully verbal di SMA-nya. Dia bersyukur saat kuliah, teman-temannya tidak ada yang menjauhinya karena fisiknya buruk. Dan untungnya, di kampusnya manusia benar-benar lebih dinilai tinggi apabila punya skill atau kecerdasan akademik daripada sekadar tampang.

Meski demikian, rasanya Kintan tak bisa membendung rasa iri juga jika teman-temannya dilirik laki-laki sementara Kintan sendiri tidak diperlakukan seperti itu. Kintan tidak ingin munafik. Dia juga ingin merasakan rasanya diperhatikan oleh orang lain, dia ingin merasakan rasanya jadi cantik, dia juga ingin ditatap dengan mata memuja oleh orang lain. Namun, itu semua tak kunjung terwujud. Kalau memang seperti ini fisiknya, berarti dia harus menerimanya. Tak bisa diubah. Lagi pula, Kintan juga tidak mau operasi plastik dan semacamnya. Dia ingin tampil alami, walau dia tidak punya anugerah kecantikan alami seperti sebagian perempuan yang tanpa make-up pun sudah kelihatan cantik.

Dan, karena kondisi fisiknya itu, jadi merupakan suatu kewajaran bukan, saat Kintan merasa tidak pantas untuk bersanding dengan lelaki semacam Mahesa?

Kintan sadar, Mahesa memang tidak setampan artis atau apalah. Wajah Mahesa hanya tergolong 'bertampang lumayan'. Akan tetapi, dengan segala karisma dan pemikiran visioner di kepala lelaki itu, bagaimana caranya perempuan tidak luluh? Sekarang sudah zaman kuliah, bukan lagi zaman SMP atau SMA di mana porsi menilai fisik lebih tinggi ketimbang porsi menilai kepribadian atau pemikiran. Hingga sudah jadi sesuatu yang wajar apabila sebagian gadis cantik lebih suka dengan lelaki yang bertampang biasa yang secara kepribadian dan pemikiran ketimbang lebih baik dibanding lelaki tampan namun berkepribadian buruk.

Yah, dan yang sebagian lainnya lagi, adalah sebagian perempuan tertantang menaklukan cowok bad boy, sih, batin Kintan.

Namun karena masalah fisik ini, Kintan jadi sadar betapa dia bukan apa-apa dibanding gadis-gadis lain yang mengidamkan Mahesa. Apalah dia? Cantik tidak, cerdas juga tidak, aktif atau pandai bersosialisasi pun juga tidak. Kepribadian apa yang menarik dari dirinya? Tidak ada. Prestasi apa yang membanggakan darinya? Tidak ada juga. Kintan pun mendesah. Sungguh, apalah dia dibanding Mahesa Silalahi?

Ya, siapalah Kintan? Paling hanya sebuah titik dalam satu buku kehidupan Mahesa.

[ ].


bF

Substansi | ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt