06.2 | Bandu Kulita

2.1K 160 69
                                    


06.2
Bandu Kulita



Pementasan teater Gandrik berlakonkan Pandol sukses besar. Teater Salihara penuh oleh penonton. Sebagian besar berdiri dan juga duduk lesehan karena kursi-kursi disediakan untuk tamu-tamu khusus, seniman, sastrawan dan budayawan yang diundang secara khusus. Malam itu Yudha datang bersama Seno, Saras, Satya, Alex, dan beberapa orang anak Prajnaparahita. Malam itu, di belakang panggung selesai pementasan, Tama sama sekali tak terkejut manakala ia mendapati Jay menunggunya di luar ruang ganti dan panitia. Sedikit terbesit pertanyaan dalam benak Tama, apakah orang itu datang dan sedang bersembunyi di suatu tempat.

"Jay, kupikir kau tak jadi datang!" ujar Tama dengan senyum yang merekah dan wajah yang berbinar-binar.

"Aku nggak dapat kursi. Jadi aku berdiri agak di belakang." Jay mencoba menjelaskan. Tama melirik ke berbagai arah tanpa sepengetahuan Jay. Tetapi Jay melihat pergerakan ekor mata Tama itu dan mengulum senyum.

"Dia tidak ikut kali ini, Tam." Ujar Jay sambil mengamati ekspresi Tama yang tak berubah.

"Hm?" Tetapi Tama pura-pura tak mengerti akan kalimat Jay itu. Jay mendengus geli.

"Surya titip salam untukmu, Tam. Dan dia minta maaf karena tidak bisa ke Jakarta. Lalu ia menitipkan ini." Ujar Jay sambil mengulurkan rangkaian bunga panca warna dipadu dengan baby's breath putih.

Tama mendengus gusar dan juga memutar matanya jengah sambil menerima rangkaian bunga itu dengan malas. Ia bahkan tidak memberi tahu apapun kepada Surya bahwa hari ini ia ada pentas. Dan dia juga tidak benar-benar mengharapkan Surya untuk tiba-tiba datang seperti waktu itu. Mungkin, mungkin hanya sedikit saja.

"Aku bahkan tak bilang kepadanya. Bagaimana mungkin dia minta maaf untuk sesuatu yang bukan salahnya?" tanya Tama dengan nada sarkasme. Tama memandangi bunga di tangannya dengan seksama.

Jay mendengus geli.

"Oh, kau dan egomu." Cemooh Jay dengan nada jenaka. Tama melirik Jay sekilas lalu melengos mbesengut karena ejekan Jay itu.

Mereka berdua tidak sadar, seseorang berdiri sedang bersembunyi di sisi lorong yang lebih gelap. Ia buru-buru berbalik karena tak ingin mengganggu keduanya.

Hari-hari berlalu begitu saja. Semua masih sama. Tugas-tugas kuliah bertambah seiring dengan mendekati bulan Desember. Tama masih tak mau berbicara dengan Surya. Lagipula, sepertinya Surya telah menghentikan usahanya untuk menghubungi Tama. Ia mungkin terlalu sibuk, mungkin juga nyainya malah ciut. Tama tak berusaha sedikit pun untuk memperbaiki keadaan mereka. Yang Tama tahu hanyalah menyibukkan diri untuk menghindari pikiran mengenai Surya dan dirinya.

Meski begitu, Tama kini lebih sering mengobrol dengan Yudha. Tentu saja keduanya berusaha untuk tidak menyinggung percakapan mereka di Puncak beberapa minggu lalu. Apalagi Yudha yang sepertinya berubah kembali tertutup dan seolah tak mau di singgung mengenai masa lalu dan keadaan keluarganya. Tama makin sering pergi ke kamar Yudha untuk mengembalikan dan meminjam buku. Seringnya ditemani Alex.

Pernah satu kali Satya main ke kosan Tama dan berpapasan dengan Alex yang baru pulang dari kampus. Diajaklah mereka berdua untuk main ke kamar Yudha, padahal si pemilik tidak tahu menahu rombongan itu datang. Tentu, Satya kegirangan masuk ke kamar Yudha. Dia berkoar-koar akan memamerkan cerita bagaimana ia bisa terdampar ke kamar Yudha, tentu dengan 2 orang lain Alex dan Tama, kepada teman-teman sekelasnya. Yang pasti beberapa hari kemudian setelah kejadian Satya tak sengaja masuk kamar Yudha itu, Satya datang ke Lokamandala dengan kehebohan ceritanya mengenai reaksi teman-teman cewek di kelasnya yang histeris sekaligus iri mendengar cerita Satya itu. Apalagi Satya menambah-nambahkan ceritanya sehingga terdengar begitu klise, begitu seperti drama-drama korea, membuat Satya yang bercerita kepada Alex dan Tama, didengarkan oleh Seno dan Saras itu tak henti-hentinya tertawa karena ceritanya sendiri. Yudha? Ah, dia hanya mendengarkan sambil mengulum senyum. Heran mengapa ia serasa dipuja-puja teman-teman Satya.

JARAK [complete]Where stories live. Discover now