three

267 20 4
                                    

Aku mulai panik.

Carol tidak ada di tempat tidurnya.

Dimana dia?

Oh tuhan.

Sayang.

Kau dimana?

Frustasi karena tidak menemukan Carol di ranjangnya, aku menanyakannya pada salah satu suster kamar sebelah tempat Carol di rawat.

“Suster? Apa anda tahu dimana Carol sekarang? Aku baru saja diperbolehkan untuk keluar..... Tetapi saat akan mendatangi Carol, ia tidak ada di kamarnya. Apa dia sudah sadar?”

“Oh ya, dia sudah di pindahkan ke ruang VVIP di lantai 11. Kamar nomor 1139. Kau ke sana saja, Harry.”

Lalu apa dia sudah sadar? Siapa yang memindahkannya ke-ruangan VVIP? Aku tidak punya cukup uang untuk itu."

Pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul di otakku.

Aku memilih untuk tidak menanyakan hal itu kepada sang suster.

Tetapi.

Siapa?

Siapa yang berani-beraninya memindahkan Carol?

Oh.

Aku tahu.

Pasti mereka.

Aku sangat yakin.

God damn it.

Kenapa mereka memindahkannya?

Carol.

Aku harap kau tidak apa-apa.

●●●

Aku berlari ke arah lift dan segera menuju ke lantai 11.

*Ting*

Room 1139. Sudah terlihat dari dalam lift. Kamar itu ada di ujung sebelah kanan.

Aku mulai berjalan. Langkah yang tadinya ku percepat mulai melambat. Aku mendengar samar-samar suara mereka dari luar kamar Carol.

Mengapa mereka ada di sini?

Ya dokter. Kami akan merawatnya.”

“Terimakasih ma’am, saya harap anda bisa membantu proses penyembuhan Carol. Ia sangat membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya untuk mengembalikan lagi memory yang hilang.”

“Tentu saja dokter. Terimakasih atas pemberitahuannya. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.”

Telinga-ku mulai panas.

Tidak. Tidak mungkin.

Mereka tidak mungkin bisa ada di sini.

Aku memasuki ruangan itu dengan geram, disambut dengan tatapan hangat dari mereka berdua. Oh mungkin bukan tatapan hangat, hanya tatapan "licik-sok ramah". Dan tatapan bingung dari Carol…. dia sangat cantik sekali walau hanya memakai sehelai dress seragam pasien. God.

“Kenapa kau tidak memberitahu kami kalau Carol dirawat? 2 tahun, dan kau tidak memberitahu kami?” aku disambut dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh pria paruh baya di sebelahku. Ok. Dia adalah ayah dari Carol.

“No. Kenapa kalian peduli dengan Carol?” tanya ku geram.

“Kami orangtuanya.Tentu saja kami peduli.” Jawab si wanita. Ya, ibu dari Carol.

Carol terbangun. Sepertinya ia terbangun karena keributan....

“Dokter, mengapa dokter berbicara seperti itu dengan orangtua saya? Apa kita pernah kenal?” Tanya Carol. Apa dia sudah mendengar percakapan kami? Dan dia...ia ternyata hanya  menganggapku sebagai dokternya. Oh Tuhan.

Marry Your Daughter // h.sWhere stories live. Discover now