◦CLAIRE◦

117K 6.8K 28
                                    

Aku terbangun dari tidurku dan mendapati Dalvin yang tengah tidur di sebelahku. Aku memandanginya cukup lama, memperhatikan setiap sudut wajahnya yang nyaris sempurna. Bagaimana Tuhan menciptakan manusia sepertinya? Bohong jika aku tidak terpesona padanya, aku hanya menyangkal semuanya dan berharap bahwa aku tidak akan jatuh cinta dengan Dalvin.

Bagaikan minyak dan air, seolah kami berbeda kasta dan ku rasa aku tidak pantas untuk menjadi pasangannya. Cukup untuk sebuah sandiwara saja.

Takut Dalvin menyadari aku yang tengah memandanginya, aku langsung bangkit dari kasur dan memilih untuk berjalan menuju ke mini bar. Membuka lemari es, aku langsung mengambil sebotol air mineral dan menegaknya hingga habis setengah.

Aku melamun memandangi lantai, masih teringat jelas bahwa semalam dia memelukku sangat erat setelah aku merasa kesakitan pada kepalaku. Kami tidak melakukan sesuatu di luar batas, hanya sekadar tidur di atas kasur berdua.

Entah mengapa, aku merasakan kenyamanan dalam pelukannya. 

Menelan ludahku susah payah, aku mencoba mengabaikan perasaanku semalam. Aku seperti merasa bahwa memang inilah gunanya kekasih. Namun, bukankah aku salah? Seharusnya aku tidak menganggap hubungan ini nyata. Aku menepisnya, semalam hanya perasaan sementara.

______

Sore ini kami akan kembali ke New York.

Sebelum kembali ke Negara asal, aku meminta Dalvin untuk mengantarku membeli sebuah pernak-pernik dan beberapa makanan sebagai oleh-oleh untuk Hailey. Aku merasa tidak enak meninggalkannya seorang diri di rumah.

Dalvin berjalan santai di belakangku, seolah seperti seorang ayah yang tengah mengawasi putrinya. Dia berjalan elegan dengan satu tangannya yang ia masukkan dalam saku celananya dan tangan satunya sibuk dengan ponselnya.

"Kau mau es krim?" Tanyaku sambil menghentikan langkahku, Dalvin mengalihkan pandangannya ke arahku dan memasukkan ponselnya kedalam saku jasnya.

"Tidak, kau saja." Jawabnya singkat.

Aku memesan satu cone es krim dengan rasa coklat dan siapa yang membayarnya? Tentu Dalvin. Anggap saja ini seperti sebuah fasilitas yang pantas aku terima dari pekerjaan sampinganku sebagai kekasihnya.

"Kau masih belum kenyang ?" Tanyanya, seperti sedang menahan kesal. Pasalnya kami sudah berkeliling dari pusat kuliner hampir 1 jam lamanya dan setiap ku tawari ini-itu Dalvin selalu menolak dengan jawaban yang sama "Tidak, kau saja."

"Ayolah, kau tidak asik. Ini belum sampai ujung." Ucapku.

"Kau gila?" Ucapnya, nyaris menjerit.

Aku mendengus kemudian membalikkan badanku menghadap Dalvin yang tengah berdiri membiarkanku berjalan seorang diri, aku menghampirinya.

"Coba lah." Aku menyerahkan es krimku kepadanya dan dia diam untuk beberapa saat dengan memandangiku kesal.

Aku pun juga kesal karena dia terus merengek seperti bocah, aku langsung menempelkan es krimku pada bibirnya dan dia mendelik. Astaga, betapa menggelikan manusia ini hingga aku tidak dapat menahan tawaku.

"Sudah ku bilang coba lah, bukankah enak?" Tanyaku penasaran.

"Lumayan."

Mendengar jawabannya aku langsung memutarkan bola mataku, "Anggap saja enak."

Ku biarkan dia membawa es krimku dan ku suruh menghabiskannya. Agar tidak terus mengomeliku.

"Dalvin, bukankah itu lucu?" Tanyaku.

"Apa?"

Aku menunjuk sebuah tas pinggang yang terbuat dari anyaman dan di bentuk dengan sedemikian rupa hingga membentuk pola yang unik.

"Bagus ?" Tanyaku sambil mengenakannya.

"Ya."

Aku tersenyum lebar, "Dalvin, tolong belikan aku tas ini dan setelah kembali ke New York aku akan mengganti uangmu." Ucapku dan Dalvin langsung membayarnya untukku.

"Bukankah Hailey akan suka?"

"Untuk temanmu?" Tanyanya penasaran.

"Ya, untuk Hailey."

"Ku pikir untukmu."

Aku menatap paperbag yang ku bawa, "Aku merasa tidak enak meninggalkan Hailey seorang diri dan ku rasa tidak ada salahnya membelikannya sebuah bingkisan kecil sebagai teman."

"Kau tidak tahu kalau saja dia sedang berpesta di rumahmu." Ujarnya asal.

"Hailey bukan orang yang seperti itu." Sangkalku.

"Aku hanya asal bicara."

Aku mendengus kesal.

Dalvin mengajakku segera untuk pergi menuju bandara dan aku langsung menuruti perkataannya, setidaknya aku sudah membeli buah tangan untuk temanku.

____

Aku terbangun dari tidurku setelah semalam merasakan tidur yang nyenyak, aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan mendapati Hailey yang tengah sibuk di dapur membuat sebuah roti isi.

"Bagaimana liburanmu?" Tanya Hailey penasaran sambil memberiku sepotong roti isi buatannya.

"Cukup menyenangkan."

Hailey menyipitkan matanya kearahku, "Kalian melakukannya?" Tanyanya sambil menyatukan kedua jari telunjuknya.

"Tentu saja tidak." Aku melirik ke arah Hailey sebal dan itu cukup membuatnya tertawa.

"Omong-omong, aku membelikanmu tas. Ku pikir kau akan suka."

"Benarkah?"

"Hm, kau bisa mengambilnya di kamarku." Ucapku

"Yey." Hailey bersorak senang kemudian meninggalkanku untuk menuju ke kamarku, dia keluar setelah mendapati paperbag yang ku simpan di kamar.

"Oh, Claire. It's so beautifull..."

"Aku yakin kau akan suka."

____


I'm Yours Mr.NelsonWhere stories live. Discover now