Paradoks

389 39 8
                                    

" —Kau manusia terkontradiksi yang pernah ku kenal, Lu"

.
.
.

"Demam. Suhu tubuhmu 39 derajat celcius Luhan, tidurlah. Kau pasti kelelahan tadi siang. Apa yang kau lakukan?"

Termometer digital dicabut dari mulut Luhan saat bunyi 'beep' terdengar dan menampilkan angka cukup tinggi untuk ukuran suhu tubuh normal manusia.

"Aku hanya bertanding— "

"Selain pertengkaran konyolmu dengan Ren." Ujung termometer dilap setelah dicelupkan ke antiseptik cair yang selalu siap sedia di kediaman mereka. Sehun adalah pria keras, maniak kebersihan. Segala sesuatu yang kotor adalah dosa baginya.

"Aku sedikit... kehujanan tadi sore," Luhan gugup, ia menggigit selimut sebagai pelampiasan. Sebentar lagi Sehun akan murka, kedut-kedut kekesalan mulai tercipta di dahinya.

"Hoo, alasanmu menolaku untuk menjemputmu, karena ingin bertanding adu jantan dengan Ren begitu? Konyol!"

"Bukan begitu, Mr. Dengarkan aku dulu. Kau baru saja tiba dari luar kota, dan Ren yang menantangku duluan! Aku tak mau kau kelelahan dan dikatai banci oleh Ren hanya karena tidak berani basah oleh air hujan!"

"Katakan padanya kalau kau sering main 'basah-basahan' denganku." mulut itu mengeluarkan kata ambigu kembali. Luhan memutar bola mata, untuk urusan kata-kata kotor nan ambigu Sehun memang juaranya. Luhan pun sering diajari.

"Mr..." Ucapan Luhan dipotong oleh punggung tangan Sehun yang menyentuh keningnya tiba-tiba.

"Tidurlah! Akan kubangunkan saat makananmu sudah matang."

"Terimakasih, Mr."

"Hentikan panggilan kakumu itu bocah, kau itu tunanganku!" Luhan tersipu, ia memandang punggung itu menghilang dibalik pintu kamar. Dia memang bisa diandalkan, segala yang ia butuhkan ada padanya. Bukan mengada-ada tapi memang benar adanya.

Saat Luhan merasa gelisah, Sehun memandang dengan pandangan teduh, saat ia marah tanpa alasan Sehun mengimbangi dengan kalimat menyenangkan, saat ia merasa jatuh, Sehun berdiri disampingnya, mengulurkan tangan dan membuatnya bangun. Saat ia merasa sendiri, Sehun akan tersenyum setipis kertas yang menghangatkan hati Luhan. Dia sempurna untuknya, bukan hiperbola.

♣♣♣

"Tidak mau! Aku tidak mau pergi denganmu."

"Kau pikir aku mau di tumpangi bocah ingusan sepertimu?" Genggaman tangan bocah itu dipererat. Bocah bermata Dark-brown itu menolak saat tangannya sendiri terulur dan menggenggamnya meminta perlindungan. Pun Sehun, ucapannya kontradiksi dengan sikapnya.

.

"Aku tidak memintamu untuk membabu dirumahku, bocah. Asal kau tahu saja, standar kebersihanmu jauh dibawahku. Kau membuatku bekerja dua kali!"

"Aku tak mau berhutang budi padamu, Mr. Karena aku tak punya uang, setidaknya biarkan aku membayarnya dengan tenaga."

"Jangan berkata seolah aku lintah darat. Hentikan kegiatan bersih-bersihmu yang sia-sia itu, cepat belajar! Kau harus mengikuti ujian masuk SMA, bulan depan. Jika kau merasa berhutang padaku, bangkitlah, jangan terpuruk oleh keadaan. Buatlah orangtuamu tersenyum di surga."

.

"MR... MR.OH SEHUN... AKU LOLOS SELEKSI MASUK SMA!"

"Oooh, wajahmu kegirangan sekali bocah, selamat kalau begitu."

"Tentu saja! Aku bekerja keras untuk ini."

kumpulan Drabble Hun - HanWhere stories live. Discover now