Part 20

486 32 0
                                    

Kalau saja ibu ada
Aku ingin bertanya,

Tentang detak jantung ini,
Yang tak terkendali
Tentang pikiran ini,
Yang terkadang sibuk sendiri
Tentang bayangannya,
Yang datang bagai menghantui

Tentang perasaan ini,
Yang sulit untuk bisa ku pahami.

Ibu,
Benarkah aku jatuh cinta?

°°°


Aneh? Entahlah, pantas atau tidak untuk disebut sebagai hal yang aneh.

Satu menit...

Dua menit...

Tiga menit...

Dean belum juga melajukan motornya, padahal jalanan terlihat kosong. Tak banyak kendaraan yang menghalangi jalannya untuk melintas. Tapi kenapa ia diam, kenapa hanya diam?

Bunga tak bisa memastikan sorot mata yang berada dalam lindungan helm itu sedang melihat ke arah mana. Bunga juga tak ingin terlalu menerka apa yang hendak lelaki itu lakukan. Yang Bunga ingin sekarang hanya angkutan yang lewat, ia ingin segera pulang. Tentang laki-laki itu, terserah saja. Sebentar lagi juga mungkin ia akan pulang.

Berapa menit? Entahlah, sudah berapa menit lamanya ia menunggu. Akhirnya yang ditunggu datang juga. Bukan hanya itu, bahkan yang diharapkannya segera pergi pun akhirnya ia pergi juga.

Ya. Akhirnya, lelaki pemilik nama Dean itu pulang juga meninggalkan halaman sekolah ini. Jika boleh Bunga mengingat-ingat. Ada yang berubah dari lelaki itu.
Dean tadi tak menyapa Bunga,
Dean tadi tak mengganggu Bunga,
Dean tadi tak menawarkan tumpangan untuk Bunga,
Dean tadi tak melempar kertas pada Bunga,
Ya, ia hanya diam. Diam diatas motornya. Kenapa?

Kenapa ia tak seperti biasanya?
Kenapa ia terlihat berbeda?
Mungkin sebatas perasaan Bunga saja.
Kenapa Bunga mulai memikirkannya?
Kenapa? Bukankah itu baik? Itulah yang memang Bunga inginkan.

Jujur saja, Bunga benci jika sudah bergelayut dengan pikirannya. Kenapa hal semacam ini harus menjadi pikirannya. Kenapa bukan hal lainnya saja. Hal yang lebih penting gitu. Mengerjakan 50 soal fisika mungkin akan jauh lebih mudah dibanding dengan memikirkan hal semacam ini. Menyebalkan. Terlalu rumit.

****

"Abang." Panggil Disha pada Dean yang tengah asyik dengan Psp nya.

Karena si pemilik nama yang dipanggil tak menjawab. Disha pun mencoba sekali lagi untuk memanggilnya.

"Abang."

Tetap tak ada jawaban. Jika saja bukan Abangnya, Disha berani saja untuk melemparnya dengan kertas, kebetulan ia memang tengah memegang buku. Atau bahkan lebih parahnya dengan pena yang ada dalam genggamannya. Oh, Abang. Please lah tengok.

"Abang."

"Hmm."

"Gitu dong dijawab. Dede teh da bukan makhluk tak kasat mata. Bukan makhluk ghaib."

"Iya deh iyah, kenapa?" Dean mengalihkan fokusnya pada Disha. Meskipun Psp itu masih ada dalam genggamannya.

"Dede mau nanya."

Tak ada jawaban. Dean malah kembali fokus pada Psp nya itu, dan kembali mengabaikan Disha.

"Abang."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Diary Ibu (Cerita Usang Membawa Rindu) SelesaiWhere stories live. Discover now