TIGA

151 28 4
                                    

Hai, walaupun masih sedikit yang baca tapi kayaknya bakal tetep lanjut dan sering update. Semoga.
So, happy reading.

Aroma berbagai masakan lezat menguar ketika Sheila memasuki dapur rumahnya. Dilihatnya sepasang suami-istri tengah merapikan semua masakan dan meletakkannya di meja makan. Gadis itu tersenyum tatkala melihat kemesraan yang selalu ditunjukkan kedua orangtuanya dan semua cinta yang terlihat tulus terpancar dari mata mereka.

Sheila ingin seperti itu suatu saat.

Kedua orangtuanya berhenti ketika menyadari ada seorang gadis yang sedari tadi memandangi mereka. Wanita itu, Clara, tersenyum ke arahnya.

"Kamu kenapa, sayang?" ungkapnya.

Sheila berjalan mendekat masih dengan senyum yang melekat di wajahnya. "Aku cuma berharap suatu saat aku bisa kayak Mama sama Papa," tuturnya sambil memeluk Clara.

Clara menangkup wajah Sheila lembut. "Kamu pasti bisa. Anak mama kan manis dan baik hati."

"Apa mama dulu gitu, pa?" candanya.

Miko melirik istrinya sambil pura-pura berpikir. "Mmm ... Manis? Mungkin lebih tepatnya cantik. Kalau baik hati ... kayaknya dulu kamu nyebelin deh, sayang," kekehnya yang disambut pukulan oleh Clara.

"Asal kamu tau ya, Shil, mama kamu ini dulu orangnya nyebelin, bawel, manja, bossy, sok cantik lagi," tambah Miko mengingat-ingat sifat lama istrinya ketika mereka masih berpacaran.

Sheila ikut terkekeh. Dia bisa menebak orang seperti apa ibunya itu. Primadona sekolah. Itu pasti.

Clara merengut. Tapi buru-buru Miko kembali bersuara, "Tapi mama kamu adalah orang paling tulus dan setia yang pernah papa kenal. Gadis kuat yang sebenarnya rapuh. Dan itu bikin papa cinta mati sama mama kamu," ucapnya memeluk tubuh istrinya.

Sheila kembali tersenyum. Itu sudah pasti. Semua orang pasti tersenyum ketika melihat kedua orangtuanya. Cinta mereka tulus. Mereka pantas bahagia bersama. Dan kenyataan itu membuatnya sedikit sedih tatkala ia mengingat ibunya. Ibu kandungnya.

Sheila masih asyik tenggelam dalam masa lalunya ketika sebuah tangan memeluknya dari belakang dan mencium pipinya singkat. Gadis itu terkesiap. Dino. Tebaknya.

"Pagi, ma, pa, dan adek kecilku," ucap pemuda itu sambil tersenyum jail ketika melafalkan sebutannya untuk Sheila.

Gadis itu merengut kemudian melepaskan pelukan Dino dari tubuhnya. "Aku bukan anak kecil lagi!" rajuknya yang membuat Dino terkekeh geli.

Pemuda itu menjauh dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi di meja makan. "Udah waktunya makan kan?" tanyanya seperti ingin melahap semua makanan yang terhidang.

"Tunggu yang lain, Dino," ujar Miko membuat pemuda itu mendengus.

Sheila bergabung dengan Dino di meja makan. Sedangkan Clara dan Miko kembali sibuk menghidangkan sarapan mereka.

Tak lama kemudian Chrisa dan ketiga adiknya yang lain ikut bergabung. Membuat suasana ruang makan mereka semakin ramai.

"Sekolah kamu gimana, Shil?" tanya Miko begitu mereka selesai makan.

Mereka memang selalu begitu. Ketika mereka selesai makan, Miko tidak mengijinkan mereka pergi begitu saja. Dia akan menanyakan keadaan anak-anaknya. Meskipun dia sudah mendengar dari istrinya, dia belum puas. Miko ingin dekat dengan anak-anak itu karna dia tahu dia tidak punya banyak waktu luang untuk selalu menemani keenam anaknya yang beranjak dewasa.

Mungkin itu juga salah satu cara untuk membuat Dino menerimanya dengan baik. Karna sampai saat ini, pemuda itu seperti terus mengingat masa lalu mereka yang sedikit tidak menyenangkan. Meskipun Clara sudah berusaha meyakinkan anaknya itu.

The Way Too Far [End | Belum Revisi]Where stories live. Discover now