12.

1.5K 270 39
                                    

Bara mengecek jamnya berkali-kali. Sudah hampir jam sebelas malam tapi Hana belum juga sampai di rumah. Mama sudah tidur duluan, dan sebelumnya bilang kalau si Mama ama Tante Yuni yang merencanakan pertemuan Hana dan Genta hari ini.

Bara menghela napas lega begitu mobil Genta masuk di pekarangan rumah. Dia langsung samperin Hana yang baru aja turun dari mobil.

"Kok lama banget sih?" Bara berusaha tidak meninggikan nada bicaranya. Padahal aslinya dia udah ketar-ketir sendiri. Bara kan pengganti Bokap, jadi Hana termasuk tanggung jawab dia.

"Maaf, Bang. Tadi macet dan makan dulu," kata Hana jujur. Dia juga melirik Genta yang sudah turun dan menghampiri Bara.

"Bang, maaf ya telat pulangnya. Gue tadi ngajakin nonton dulu," kata Genta sambil menggaruk lehernya canggung. Aneh juga melihat Genta canggung dengan Bara, karena mereka di kantor lumayan dekat. Mungkin karena sejak tadi Bara masang wajah datarnya, khawatir adik perempuannya kenapa-napa.

"Nggak apa-apa. Untung sama lo, kalo sama yang lain mungkin gue udah pukul," kata Bara sambil meringis.

Dibilang gitu Genta malah semakin nggak enak.

"Galak banget sih main pukul segala. Pantes aja jomlo," gerutu Hana yang masih kedengaran oleh Bara.

Dia langsung menjitak Hana dengan gemas. "Nggak usah protes! Sana masuk, gue mau ngobrol sebentar sama Genta.

"Ya udah. Makasih, Ta, udah anterin gue sampe rumah dengan selamat." Hana melambaikan tangannya sebelum dia masuk ke rumah.

Pandangan Bara beralih ke Genta yang masih berdiri di depan mobilnya.

"Bang, sorry nih gue -"

"Lo sebelumnya ada masalah sama Hana, ya?" Bara udah nggak bisa nahan rasa penasarannya lagi. Semenjak kejadian Bara membawa mobil Hana dan adiknya itu diantar oleh Genta, sifatnya sedikit berubah menjadi lebih pendiam.

Genta menghela napas. Sebenarnya dia tidak merasa perdebatan itu sesuatu hal yang tidak wajar. Namun, dia juga merasa setelahnya Hana mulai memberikan jarak.

"Nggak apa-apa sih, Bang. Mungkin salah paham aja. Sekarang sih udah nggak apa-apa kok."

Bara tersenyum. "Bagus deh. Gue sempet ikutan galau ngeliat Hana jadi pendiem. Itu bukan dia banget soalnya."

Genta memberi respon senyum. "Emangnya pernah gitu Hana pendiem?"

"Pernah, pas Bokap meninggal. Pokoknya, jangan bikin dia sakit hati. Dia tipe cewek pura-pura kuat. Aslinya dia sensitif dan lembut seperti pantat bayi."

Genta mengacungkan jempolnya. "Pasti, Bang. Kalo gitu, gue pulang dulu, ya. Udah malem, besok kan kerja."

"Iya juga. Ya udah hati-hati nyetirnya, Ta."

Setelah Genta benar-benar pergi, Bara masuk ke rumah. Dia mendapati Hana yang berada di meja makan, persis seperti kuli bangunan yang suka makan di warteg.

"Cewek macam apa lo jam setengah dua belas malam masih makan?" Bara udah berkacak pinggang sambil menggelengkan kepalanya. Kelakuan adiknya memang selalu bikin dia tercengang. Kalau cewek pada umumnya lebih memprioritaskan diet di atas segala hal, Hana justru kebalikannya. Katanya, diet itu memang perlu tapi bukan berarti menyiksa perut yang keroncongan menahan lapar. Entah teori dari mana, tapi Hana begitu dan sialnya pernyataannya ini tidak mau di bantah.

"Gue laper. Kalo laper ya makan. Ada urap lagi, nggak bilang-bilang. Ini favorit gue banget kan," kata Hana melanjutkan mengunyah dengan semangat.

Bara lalu duduk di samping Hana, memerhatikan adiknya yang sibuk memamah ayam goreng dan urap. Dia senang sih pada akhirnya Hana tidak terlalu diam seperti biasanya, juga nafsu makan yang kembali seperti semula.

"Pas nonton tadi ciuman nggak?"

BHUHUK-UHUK! Hana langsung keselek. Dia mendelik ke arah Bara yang memasang muka bingung. Dia buru-buru ngasih air tapi kemudian dia panik sendiri.

"Eh eh -JANGAN DIMINUM!" Bara teriak histeris tapi telat. Hana udah terlanjur meneguk air dari wadah hijau yang terletak nggak jauh dari dia. Dan setelah sadar, itu adalah air kobokan Hana sendiri. Bara salah nyodorin air, lagian tempatnya sama-sama berwarna hijau sih.

"Kampret lo ya, gue dikasih air kobokan!" Hana udah melotot, agak serem soalnya tengah malam begini. Dia meraih cangkirnya lalu menatap Bara kesal.

"Hehe nggak sengaja gue." Bara menggaruk rambutnya yang gatal, biasa belom keramas jadi gitu.

"Lagian lo ampe berlebihan gitu reaksinya, gue kan cuma nanya lo ciuman apa enggak."

Hana noyor kepala abangnya. Kelakuan minusnya semakin hari semakin bikin emosi memuncak.

"Lo nanyanya aneh banget. Ya nggak lah, kan gue sama Genta temenan biasa aja."

"Siapa yang kamu maksud temenan aja?" Suara Mama yang sedikit serak khas orang baru bangun tidur terdengar. Dengan mata yang masih setengah menyipit karena mengontrol kantuk yang masih menggelayut di mata.

Hana dan Bara saling tatap, kemudian nggak lama Bara pergi gitu aja ninggalin Hana yang siap di interogasi sama si Mama.

"Duh, begadang deh nih!" gumam Hana dalam hati.

~

MAMA MINTA MANTUWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu