SATU *AT2D2

253 23 12
                                    

Aku adalah seonggok jelaga
Terkurung dalam ruang nestapa
Mencari jati diri sebuah rasa
Meski takdir membutakan mata

***

Van, Liam dan Nolan bernapas lega. Akhirnya semua pengunjung sudah pergi. Bukan, bukan karena tidak ingin ada pengunjung. Hanya saja mereka merasa kelelahan akibat pengunjung yang membludak.

Van membersihkan kompor yang banyak terciprat minyak bekas memasak. Van si adem kalem itu tak bersuara sedikit pun. Ia terlalu fokus pada pekerjaannya.

Liam kebagian mencuci piring. Sesekali lelaki bertubuh kekar itu menggoyangkan pinggulnya dengan diiringi lagu dangdut yang sedang hits.

Nolan hanya bisa menggeleng pelan melihat kelakuan Liam. Ia memeras lap pel dan mulai menggosokkannya pada lantai.

"Kalian bersemangat sekali." Kaleah berdiri tepat di hadapan mereka. Tentunya tanpa mengganggu pekerjaan mereka.

Liam yang sedang mencuci piring itu langsung memutar kran. Ia mengakhiri aktivitasnya yang kebetulan sudah selesai. Ia segera merapikan rambutnya sambil mendekati Kaleah.

"Iya, dong. Kita pasti bersemangat." Nolan berbicara sambil tertawa. Tadinya Liam yang hendak berbicara, namun didahului oleh Nolan.

"Apalagi Liam. Dia semangat sekali kerja hari ini. Katanya pengen gajinya dinaikkan. Biar bisa ngajak ngedate doi-nya." Kini giliran Van yang menimpali.

Terlihat ekspresi kesal Liam karena ia tidak diberi kesempatan untuk berbicara pada Kaleah.

"Oh, ya, ampun. Liam kamu punya doi? Kukira kamu tidak pernah menyukai perempuan." Kaleah tersenyum sambil mencubit pelan perut Liam.

Mendapat perlakuan seperti itu dari Kaleah. Liam langsung berbunga-bunga. Meski dalam hati ia merasa kesal dengan perkataan Kaleah. Perkataan yang menjudge dirinya tidak menyukai perempuan.

"Memang siapa doi kamu, Liam? Kali aja Kale bisa bantu kamu dapetin doi-mu itu." Lagi-lagi Kaleah menggoda Liam. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap bahagia pada Liam.

"Kale gak perlu bantu aku buat dapetin doi. Karena perempuan yang aku suka ada di depan mataku." Liam berbicara sambil menggigit jarinya.

Sontak, Kaleah langsung memelotot tak percaya, "Ya, ampun. Liammm."

Liam sudah hilang di hadapan matanya. Lelaki itu pasti pergi ke kamar mandi karena​ merasa malu.

Setelah itu Kaleah hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia tidak menganggap serius perkataan Liam.

"Ada-ada saja, Liam." Kaleah terbahak lagi. Ia duduk di kursi karena sakit perut terlalu lama tertawa.

"Kale, Liam itu beneran suka sama Kale. Kale kan gak punya pacar. Kenapa gak diterima saja. Lagian Liam itu baik, kok. Walaupun kadang-kadang otaknya agak geser beberapa derajat, sih." Nolan berdiri tegap. Ia masih memegang gagang lap pel. Ia menatap Kaleah dengan penuh kejujuran.

"Iya, Kale. Aku juga mendukungmu bersama Liam. Lagian Kale mau sampai kapan menjomblo terus?" Van kini duduk di atas meja, tepat di depan Kale. Van memang bisa dikatakan sebagai anak buah Kaleah. Akan tetapi, ia tidak pernah merasa canggung berhadapan dengan Kaleah. Bahkan, sekarang dirinya​ malah duduk di atas meja. Tidak sopan sekali, 'kan?

Aku Tidak Terima Diriku DitinggalkanМесто, где живут истории. Откройте их для себя