TIGA *AT2D2

298 17 3
                                    

Apa artinya sebuah hubungan, jika salah satu diantaranya tidak ada yang peduli?

***

"Kale, mau ke mana? Udah cantik gitu. Sebel aku mah sama Kale, kenapa Kale cantik?" Nolan tersenyum pada Kaleah. Ia duduk di kursi pelanggan, menatap Kaleah sambil menopang dagu.

Liam masih memasak, sedangkan Van masih meracik minuman. Hanya Nolan seorang yang sedang berleha-leha.

"Kale, memang selalu cantik." Liam menimpali sekilas. Pandangannya tidak beralih dari pasta yang sedang ia masak.

"Masak mah masak, Liam. Jangan sambil bicara!" Nolan mencibir Liam.

"Mendingan aku, masak sambil memuji Kale. Daripada kamu ... bicara banyak, kerja dikit." Liam tak mau kalah.

Kaleah yang sedari tadi hanya diam sambil melipat kedua tangannya langsung buka mulut, "Kalian ini, seperti anak kecil saja."

"Wah ... berarti aku baby face  dong, ya?" Nolan memegang pipinya gemas.

"Baby face dari mana? Muka tua gitu." Van yang sedari tadi hanya diam langsung angkat bicara.

"Oh, Van. Kamu mau gitu aja sama aku? Oke fine, kita udahan sampai di sini aja." Nolan bangkit berdiri. Ia menatap tajam ke arah Van.

"Oke, kalian lanjut berantemnya, ya. Aku harus pergi dulu. Oh ya, seperti biasa pukul sebelas cafenya tutup. Nanti sepertinya aku akan pulang sebelum pukul sebelas." Kaleah berbicara sambil melangkahkan kakinya.

"Oke, Kale!" Teriak tiga lelaki itu bersamaan.

Kaleah segera keluar cafe, lalu ia mendapati Owen yang sedang berdiri bersandar ke mobilnya. Kedua tangannya di masukkan ke saku celana. Owen, lelaki blasteran Sunda-Jerman itu terlihat sangat tampan saat mengenakan kemeja merah muda yang dibalut tuxedo hitam.

"Maaf, kalau menunggu lama, Wen." Kaleah tersenyum sambil memasuki mobil yang dibukakan oleh Owen.

Owen tersenyum sambil memutari mobil dan duduk di kursi pengemudi, tepat di samping Kaleah.

"Tak masalah menunggu lama, bahkan beribu tahun pun aku akan setia menunggu. Asal yang kutunggu itu adalah kau." Owen tersenyum sekilas pada Kaleah.

***

"Sepupumu itu dokter, kan?" Tanya Kaleah sambil terus berjalan, menyamakan langkahnya dengan Owen.

Owen tidak menjawab. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Tunangannya juga dokter, kan?"

Lagi-lagi Owen hanya mengangguk.

"Keren, ya. Dokter pasangannya​ dokter juga." Kaleah teringat akan cita-citanya saat dulu. Ia ingin sekali jadi seorang dokter ahli kandungan. Andai saja saat itu keluarganya masih ada. Mungkin dirinya sudah menjadi dokter sampai saat ini.

"Lebih kerenan mana, dokter sama dokter. Atau pengacara saya chef?" Owen memutar tubuhnya sedikit, hingga ia menghadap ke arah Kaleah.

"Owen, sini!"

Belum sempat Kaleah menjawab pertanyaan Owen. Lelaki itu sudah dipanggil oleh seorang perempuan.

"Kale, aku ke sana dulu. Kau tetap di sini. Oke!" Owen melangkah pergi. Meninggalkan Kaleah seorang diri.

Kaleah lalu memutar tubuhnya, ia berniat untuk mengambil minuman untuk membasahi kerongkongannya yang terasa sangat kering.

"El." Kaleah tersentak saat mendapati Elijah di hadapannya.

"Kale." Elijah pun membalas tatapan Kaleah. Ia sempat tak percaya karena mendapati Kaleah di hadapannya. Ini hanya kebetulan.

Pandangan Elijah lalu beralih pada tubuh Kaleah. Ia menatap perempuan itu dari ujung kaki sampai rambut. Ini bukan Kaleah yang dikenalnya tiga tahun yang lalu.

"Ngapain kamu ke sini?" Tiba-tiba saja Elijah berkata seperti itu. Dan langsung membuat Kaleah membelalakkan mata.

"Ini hak aku dong, lagi pula aku juga diundang ke sini." Kaleah tak kalah sengit. Ia menatap Elijah sebal.

"Oh, ya?" Elijah mencibir Kaleah. Ia tersenyum kecut. Untung saja di sana sangat ramai, jadi tidak ada yang menyadari pembicaraan mereka. "Kamu ke sini sama pacar kamu itu?"

Kaleah tidak menjawab. Bahkan ia tidak memedulikan perkataan Elijah. Kaleah memajukan langkahnya sampai tepat di hadapan Elijah, jaraknya sangat dekat. Tentu saja Elijah merasa terkejut karena Kaleah yang tiba-tiba mendekatinya.

"Mau apa kamu?" Elijah hampir saja berteriak histeris saat Kaleah mendekatinya. Untung saja ia bisa mengendalikan emosinya. Ia bersikap tenang saat berbicara.

"El, kamu itu kalau nyari pacar harus yang bisa memakaikan dasi padamu. Memakai dasi saja kamu tidak bisa. Masa miring seperti ini?" Kaleah meraih menyentuh dasi yang melingkar di kerah kemeja Elijah. Ia segera membetulkan letak dasi itu dan merapikannya.

Elijah sempat menahan napasnya saat tangan Kaleah berada tepat di atas dasinya.

"El, aku kasih saran, ya. Kalau nyari pacar itu harus yang bisa mengurus pasangannya. Bukannya cewek yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak memedulikan cowoknya." Kaleah memundurkan langkahnya lagi. Menjauh dari Elijah.

"Dan kau istriku! Kau yang seharusnya mengurusku." Elijah sedikit menekankan kata-katanya.

"Dulu aku istrimu. Itu juga cuman bertahan beberapa jam sebelum kau mengusirku. Sekarang beda lagi, aku bukan siapa-siapamu lagi, El. Kau harus tahu itu."

"Tapi kita kan belum bercerai. Kita masih sah sebagai suami-istri."

"Itu sudah tidak ada artinya lagi bagiku. Sama seperti dulu, kamu juga tidak memedulikan buku pernikahan kita. Buku pernikahan itu tidak berarti untukmu, dulu."

"Dan kenapa kamu berubah jadi seperti ini?"

"Memangnya aku di matamu saat dulu seperti apa, hah? Jangan sok menilai aku. Lagi pula aku tidak pernah hidup denganmu. Jangan sok tahu!"

"Aku memang tidak tinggal bersamamu. Tapi aku tahu bagaimana kamu yang dulu."

"Oh, ya? Bagaimana kamu bisa tahu? Bahkan untuk melihatku saja kau tak sudi." Kaleah tidak bisa lagi menahan emosinya. Sudah sejak lama ia ingin mengatakan hal itu pada Elijah. Tiba-tiba saja Kaleah menutupi hidungnya. Ia merasakan cairan yang mengalir dari hidungnya. Ia mimisan lagi.

Elijah tak menyadari akan hal yang terjadi pada Kaleah. Ia tidak mencurigai telah terjadi sesuatu pada Kaleah.

Tanpa berpikir panjang. Kaleah segera membalikkan badannya. Ia membelakangi Elijah, lalu pergi. Namun belum sempat kakinya melangkah. Ia merasakan sebuah jas yang menutupi bahunya.

"Kale, udara di sini sangat dingin. Tidak seharusnya kamu memakai baju terbuka seperti itu. Kamu bisa sakit." Elijah merelakan jasnya untuk diberikan pada Kaleah. Ralat, dipinjamkan pada Kaleah.

"Siapa yang peduli dengan keadaanku?" Itu yang dikatakan Kaleah sebelum ia benar-benar pergi.

"Kali ini aku memedulikanmu." Elijah bergumam dan hanya ia seorang yang bisa mendengar pernyataannya.

***

"Kale, maaf aku terlalu lama meninggalkanmu sendirian." Owen mendekati Kaleah yang tampak sehat-sehat saja.

Perempuan itu terlihat bahagia saat Owen menghampirinya.

"Wen, aku harus segera pulang." Kaleah menatap Owen nanar.

"Lho, kenapa tiba-tiba kamu ingin pulang? Bahkan kita belum mengucapkan selamat pada Sandra."

"Ada sesuatu hal yang tidak bisa kujelaskan padamu."

Owen mengerti dengan yang terjadi pada Kaleah. Ia tidak bisa memaksa perempuan itu untuk lebih lama lagi di sana.

"Baiklah, kita akan pulang. Tapi setelah kita menemui Sandra." Owen menghentikan perkataaannya, lalu pandangannya beralih pada jas yang menyelimuti bahu Kaleah. "By the way, itu jas siapa?"

"Jas ini yang jadi masalahnya."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 07, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aku Tidak Terima Diriku DitinggalkanWhere stories live. Discover now