Bagian 4

24.3K 2.2K 92
                                    

"She; still strong, even with a broken heart. Still beautiful as a flower, even the strom has destroyed her garden."

―Princess In 24 Hours


Sebagai bagian dari keluarga Sahdjimoko, Quinsha semenjak kecil diberitahu ini dan itu oleh ayah ibunya. Raline dan Theo tidak menuntut bila putri semata wayang mereka harus seperti sepupu-sepupu lainnya. Sekedar mengarahkan, sekiranya Quinsha tidak suka, mereka tidak memaksa. Di sisi fisiknya yang memang lemah karena penyakit jantung yang diderita, Quinsha kecil juga seperti telah mengenali jalur hidupnya sendiri. Dia menyetujui keinginan orang tuanya untuk les Bahasa Inggris, Mandarin, piano, berenang, balet, bahkan les tata krama. 

Namun menolak saat merasa itu merugikan tubuhnya. Quinsha memangkas habis kegiatan yang sekiranya tidak berarti buatnya. Akhirnya yang ia ikuti cuma les bahasa. Sementara setiap ikut menghadiri acara yang melibatkan keluarga besar, para tante omnya akan berujar bangga perihal pencapaian anak mereka di bidang bermusik, olahraga, apa pun itu. Quinsha sebaliknya, dia bangga bertahan sejauh ini dengan jantung yang sakit.

"Lyra, seriously?!"

Di kanannya, gadis yang rambutnya dicat mauve itu seakan tidak peduli. Mengambil toples kacang kemudian mengunyah dengan tatapan lurus ke televisi.

"Lyra!"

"Heh! Gue itu dua tahun lebih tua ya, Quin, sopan dikit―"

"I don't fucking care," Dia mendesis tajam, Lyra terbahak.

Perempuan satu itu memang tidak ada anggun-anggunnya. Tampang boleh imut, kelakuan persis preman pasar, meski cucu seorang Djarian Sahdjimoko.

"Kaku banget sih Ratu Inggris." Lalu mengelapkan asal tangannya yang kotor ke sofa. Quinsha yang melihatnya langsung menyodorkan selembar tisu. "Thanks."

"Kalau cuma numpang makan, mending lo pergi."

"Aduh ..." Lyra menunjuk adik sepupunya itu menggunakan gulungan tisu. "Ini nih yang bikin seorang Lyra Sahdjimoko suka sama Quinsha si Ratu dingin dari negeri dongeng, lo dan segala sikap gak ramah, sok ngatur, sok berkuasa, terus―"

"Lyra!"

"Apa sih? Perasaan sejak gue turun dari pesawat orang-orang pada sewot liat gue." Quinsha mendengus mendengar penuturan sok polos itu. Lantas bangkit guna mengambil air minum. Kerongkongan dan kepalanya terasa sakit karena mempunyai sepupu gila seperti Lyra.

"Intropeksi diri. Lo sama skandal memalukan lo udah bikin negeri kita heboh." Katanya sekembainya dari dapur, meletakan segelas air putih miliknya di meja.

Tidak tampak tersinggung, Lyra justru sumringah mendengarnya. "Oh ya? Hebat dong gue?"

"'Lyra Sahdjimoko, cucu dari Djarian Sahdjimoko berkelahi demi seorang pria', oh my godness!"

Bola mata Lyra langsung membola. "Media bilang begitu?! Serius?!" Ia setengah terpekik. "Astaga, bener-bener ... Gue cuma kasih pelajaran Nick pacarnya―ralat, mantan pacar, sahabat gue Anna, itu cowok bajingan kabur setelah bikin Anna hamil dan tiba-tiba ketemu sama gue di Blue Moon sama cewek lain, ya gue banting lah! Percuma dong gue latihan bela diri dari kecil kalau nggak dipakai, iya enggak?"

Mata Quinsha memicing, tangannya yang mau mengambil toples camilan kontan tertahan. "What is Blue Moon? A bar or what? Lagi, media bilang lo berkelahi sama perempuan, bukan laki-laki."

Lyra menggeram gemas. "Ugh! Si jahanam pirang pacar barunya ikut campur, so fucked up, you know?! And yes, it's a club."

"Anyway, gue bawain oleh-oleh. Yang buat lo ada di paper bag itu," Lyra menunjuk satu dari tiga paper bag dengan brand ternama.

ABS [1]: Princess In 24 Hours [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang