Bagian 6

18.4K 2K 95
                                    

"The perfect duality-half that matters for her; half devil, half angel. A hottest, but also the coldest."

―Princess In 24 Hours

Ruangan kedisiplinan itu terbilang lumayan luas. Dengan sebuah lemari kayu setinggi orang dewasa yang terletak di pojok kiri ruangan. Satu sofa abu-abu yang dapat memuat tiga orang plus mejanya, tepat setelah pintu masuk. Juga dua kursi saling berhadapan ditambah satu meja sebagai pembatas di pojok kanan, sepertinya yang itu untuk konsultasi, mungkin?

Lima menit berlalu dan Quinsha serta Cecillia belum juga berniat melakukan apa yang disuruh oleh Ketua Ketertiban. Antara gengsi, malas, atau bisa keduanya.

Intinya mereka berdua selama lima menit itu hanya duduk saling bersebelahan―tidak sungguh bersebelahan sebab dua gadis itu mengambil jarak satu sama lain―di sofa abu-abu dengan raut muka siap melempar bom.

"Saya meminta maaf atas keributan yang saya buat sewaktu pulang sekolah pada jam sekian, hari sekian ...", Andai dirinya orang yang buta situasi, bisa dipastikan Quinsha tertawa sekencang-kencangnya.

"Um, excuse me, murid beasiswa―jangan salah paham, gue panggil begitu karena gak tahu nama lo,"

"Kenapa?" Si pemuda dari balik meja yang sedari tadi menyibukan diri bersama tumpukan map balas bertanya.

"Di luar Ellen sama Beby nunggu, lo gak memperbolehkan mereka masuk?"

Mendengar itu Quinsha terkekeh sinis. Cecillia serta merta menoleh.

"Do you think it's funny?"

"Yeah, it's funny to know that you are really ... seorang pecundang."

"What?!"

Cecillia kontan berdiri, meremas kerah seragam Quinsha. "Enough, ya! Kesabaran gue bener-bener lo uji."

"Wrong choice." Secepat kilat Quinsha bangkit dan melayangkan tamparan.

Seketika Rama terlonjak. Cecillia apa lagi, tak kalah kagetnya. Memegangi pipi kirinya yang panas, dadanya bahkan berdegup dua kali lebih cepat.

"Gue enggak suka disentuh orang lain." Tambahnya. "Terutama lo."

Memegangi pipi kiri yang terasa panas dada yang bergemuruh menahan amarah, Cecillia perlahan bergerak mendekati Quinsha. Berniat menamparnya balik sebelum Rama akhirnya mengintrupsi.

"Kalian baru disuruh tulis permintaan maaf aja harus saling tampar dulu, ya? Nggak sekalian saling lempar granat?" Kata lelaki itu jengkel. Pun tidak habis pikir.

Rama seolah sedang mendisiplinkan anak sekolah dasar dan ia adalah seorang guru yang kewalahan.

"Gue bisa tuntut lo, tahu?!" Jerit Cecillia.

"Silakan. Lo yang memulai, lo yang harus menerima konsekuensi." Quinsha menujuk kerah seragamnya yang kusut, "Lo sentuh gue di sini," Lantas menunjuk Cecillia. "Gue sentuh lo di sana."

"Sebentar, Quinsha, kamu—"

"Well, I honestly don't mind doing what you say, Ketua Ketertiban. But just alone."

Sebelum Cecillia sempat membantah, Rama lebih dulu mengangguk. "Oke. Kamu di perpustakaan, dia di sini. Setuju?"

"Better, thanks."

***

Seumur-umur bersekolah di Pusaka, baru sekarang Rama mengenal betul karakter murid yang mereka sebut dengan kalangan atas itu. Terutama sosok Annela Quinsha Tivera yang satu dua kali pernah Rama dengar tentangnya.

ABS [1]: Princess In 24 Hours [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang