Chapter 11 - Ketika Rindu Menyapa

91K 6.7K 78
                                    

Nafisah menyambut Dina yang memapah Yasmin dari rumah sakit. Wajah adiknya itu pucat pasi membuat Nafisah khawatir.

"Kamu baik-baik aja, de?" tanya Nafisah.

Dina melotot pada Nafisah. "Bisa nggak, nggak tanya tanya dulu."

Nafisah menunduk kemudian memberi jalan agar Dina membawa Yasmin istirahat. Nafisah tak berani masuk ke kamar Yasmin karena Dina masih berada di sana.

Nafisah merasa ada secuil rasa iri hinggap ketika Dina merawat Yasmin penuh kasih sayang dan perhatian.

Tak ingin hatinya sakit, Nafisah berbalik menuju kamarnya. Membawa buliran air mata yang menetes dan hati yang tersayat pilu.

Brakk

Nafisah menghapus air mata dengan cepat ketika pintu kamar terbuka. Dina muncul dengan tatapan tajamnya.

"Cepat siapkan bubur untuk Yasmin," titahnya kemudian berlalu.

Nafisah pun langsung beranjak lalu membuat bubur untuk sang adik. Tak butuh waktu lama bubur buatan Nafisah sudah tersaji di mangkok dan siap di santap.

"Kamu kenapa?" tanya Nafisah membuat Yasmin menoleh kemudian menangis.

Nafisah langsung merengkuh tubuh Yasmin. Mengelus lembut punggung gadis dalam dekapannya hingga isak tangis tak ia dengar.

"Kak Naf, Yas harus gimana?" tanya Yasmin lirih.

"Kamu kenapa? Cerita ya sama kakak."

"Bian nggak mau menikah sama Yas, Kak. Bian ngeraguin kalau anak yang Yas kandung itu anak dia. Yas bingung kak..."

"Kamu udah cerita sama Ibu?"

Yasmin menggeleng lemah. "Yas takut Kak. Yas takut kalau Ibu marah."

Nafisah menghela napas panjang. Ia pun tidak punya solusi perihal masalah adiknya ini. Ia hanya bisa membantu nya melalui doa, berharap Allah buka pintu hati Fabian agar mau menerima Yasmin dan calon bayi mereka.

💞💞💞

Tatapan tajam itu menusuk mata Nafisah. Gadis yang berdiri tak jauh dari Dina sontak memundurkan langkahnya. Tangan kanan Dina melayang lalu mendarat di pipi kanan Nafisah menimbulkan suara nyaring berimbas pada pipinya yang memerah.

"I--ibu..." lirih Nafisah sambil mengelus pipinya yang terasa perih.

"Apa yang kamu katakan pada Yasmin, Hah?"

Nafisah menatap Dina takut. "Apa maksud Ibu?"

"Sejak kamu mengobrol dengannya malam itu, Yasmin tidak mau bicara. Apa yang sudah kamu katakan padanya?"

Dina meluapkan emosinya di depan wajah Nafisah. Gadis itu tak bisa menghindar karena kedua tangannya di genggam erat oleh sang Ibu.

"Naf tidak bicara apapun Ibu."

"Selalu ngeles. Sejak kapan kamu pintar berbohong?"

Nafisah menggeleng tegas mendengar tuduhan Dina. "Naf tidak berbohong Ibu, sungguh."

Dina yang tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Nafisah langsung mendorong gadis itu hingga bagian lengan nya menyentuh tralis tangga.

Nafisah meringis nyeri. Rasanya sakit.

Air mata tak dapat ia tahan kali ini. Ia menatap nanar Dina yang memberikan pandangan membunuh. Dina pun berbalik ingin pergi, namun langkahnya terhenti karena mendengar suara lirih di belakangnya.

"Ibu ... kenapa Ibu kayak gini sama Nafisah?" tanyanya sambil terisak.

"Nafisah punya salah apa sama Ibu?"

Dina masih berdiri mematung. Kedua tangannya ia remas di sisi tubuh.

"Nafisah ... Nafisah nggak kuat lihat Ibu giniin terus Nafisah dari kecil. Nafisah juga mau di perlakuin penuh kasih sayang seperti Bang Nando dan Yasmin."

"Kamu nggak pantes dapetin itu," suara dingin Dina menyentak perasaan Nafisah.

"Kenapa Bu? Nafisah anak Ibu kan? kenapa Nafisah nggak bisa dapet kasih sayang Ibu?"

Karena Ibu jahat makanya Ibu nggak bisa kasih itu.

Dina tak menjawab pertanyaan Nafisah. Wanita itu memilih pergi sebelum rasa sakit yang sudah ia kubur sejak lama mencuat kembali.

💞💞💞

Ilham tersenyum manis saat menatap layar ponselnya terhubung dengan Nafisah di Indonesia. Nafisah mengucap salam yang langsung di balas oleh Ilham.

"Kamu lagi apa sih? ko kayak sibuk?" tanya Ilham.

"Lagi bersihin kamar," jawabnya sambil tersenyum.

Wajahnya yang tadi memerah sudah ia samarkan dengan polesan bedak.

"Aturan Ibu?"

Nafisah menggeleng. "Kamar Naf berantakan jadi Naf bersihin."

"Mas lagi ngapain?" tanya Nafisah mengalihkan pembicaraan.

"Baru nyampe. Mas kangen kamu makanya Vicall."

Nafisah tersenyum malu. "Hati-hati jangan sampai kecapean."

Ilham mengerucutkan bibirnya ketika Nafisah tak membalas rasa rindunya.

"Mas kangen kamu Nafisah."

Jika Nafisah tidak sedang menjahili Ilham, sudah di pastikan wajahnya memerah. Namun, kini ia mengontrol wajahnya agar Ilham tak dapat melihat rona merahnya.

"Mas udah makan? jangan sampai telat makan."

"Ihh, Nafisah... ko ngalihin pembicaraan sih?" Nafisah mengulum senyum melihat ekspresi Ilham yang tengah merajuk itu sangat menggemaskan.

Jika saja sosok pria itu ada di hadapannya, Nafisah akan mencubit pipi pria itu.

"Jangan lupa istirahat juga. Seorang pilot harus istirahat secara teratur."

Ilham mendengus, ia benar-benar nggak omood karena istrinya itu melupakan ucapan rindunya dan malah mencecoki nasehat tentang dirinya.

"Iya, Mas inget ko. Kalau gitu Mas tutup ya," ucapnya malas membuat Nafisah tak bisa menahan senyumnya lagi.

Nafisah mengangguk lalu melambaikan tangannya tanda perpisahan.

"Hati-hati Mas."

Ilham di landa panik ketika ucapannya di anggap serius. Ia segera memekik membuat Nafisah yang akan menekan tombol terputus di urungkannya.

"Kenapa Mas?" tanyanya polos.

"Ko beneran di matiin sih?" rajuknya.

"Ya kan Mas harus istirahat."

"Kamu ko nggak peka ya?" cibir Ilham membuat Nafisah semakin gemas di buatnya.

"Naf peka ko. Di sana udah jam berapa? istirahat ya?"

Ilham merengut kemudian mengangguk. Waktu di tempat Ilham memang sudah larut. Ia pun butuh istirahat setelah perjalanan yang panjang.

"Ya udah deh. Selamat malam istri Mas. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Selamat malam juga suaminya Naf. Naf merindukan Mas. Naf tunggu Mas jemput Naf ya," ucap Nafisah lembut membuat Ilham ternganga namun tak urung ia tersenyum lembut.

Ternyata Nafisah menjahilinya. Tunggu Mas pulang sayang, Mas cinta kamu, ucapnya dalam hati sebelum panggilan itu terputus bergantikan layar ponsel yang menampilkan wajah ceria Nafisah saat kencan mereka kemarin.

* * *

TBC




Cinta Halal - [ Marriage Love Series 1 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang