Keping 1: Sacred Land (2)

2 0 0
                                    


Aku sibuk mengamati pria kerdil itu, Joe menyikutku, "tidak sopan" bisiknya.

"sejak kapan kau peduli dengan 'ketidak sopanan'?" ledekku, masih dengan berbisik.

"sejak kau memaksaku memakai baju formal panas ini!" gerutunya. Sementara kami asik berbisik-bisik, pria kerdil itu memanjat meja dekat pintu besar, sepertinya memang meja itu khusus untuknya, lalu ia menarik tuas kebawah. Terdengar bunyi gerigi bergesekkan, decit pintu, dan hempasan angin saat pintu mulai membuka.

Puluhan pria berotot, ratusan aku...

Atau satu orang kerdil dengan tuas.

Dia melompat turun, lalu menunjukkan jalan kembali. "Tuan Val," katanya sambil berjalan. Aku mendekatkan diri, agak membungkuk, Joe menyikutku lagi. Hei bukan salahku, aku benar-benar tidak jelas mendengarnya di tengah orang-orang ini, "aku turut menyesal... Tuan Bryan adalah sahabat yang baik. Dia mempercayakan banyak hal padaku, mentraktirku makan siang, dan memperlakukanku selayaknya orang normal,"

Aku merasa agak tidak enak padanya, pada ayah juga. Aku menegakkan tubuhku, untung saja saat pintu kembali menutup, suaranya terdengar jelas sekarang.

Wow! Aku baru sadar sedang memasuki area tengah tembok-kubah, didepanku terdapat pohon jati, pepohonan tepatnya tapi aku kurang tau jenis apa saja itu, sepertinya oak juga ada. Burung-burung bersiulan. Angin berhembus semilir. Cuaca yang pas untuk menikmati kopi. Sejenak aku teringat ibu.

"anginnya pas," celetuk pria kerdil, "semua kipas pendingin sudah diperbaiki sebelum pertandingan nanti malam, biasanya disini cukup panas" pria itu berbelok, melewati beberapa pohon lalu berhenti didepan pintu. Ia menaiki meja lagi, menarik tuas. Pintu besar lain terbuka. "entah kapan mereka akan mengganti tuas-tuas ini dengan tombol atau jika lebih peduli lagi dengan remote, aku terlalu tua untuk memanjat meja kotor ini." gerutunya.

Memang seharusnya pemerintah mulai meng-upgrade stadium ini. setiap dua tahun perlombaan besar digelar disini. Teknologi sudah maju dimana-mana, tapi entah kenapa kita masih memakai gerigi-gerigi untuk membuka pintu. Dekorasinya juga klasik--mungkin ayah yang bertanggung jawab dalam dekorasi. Tradisi 500 tahun masih dipertahankan, lukisan-lukisan peperangan 4 ksatria dengan naga juga menghiasi tembok-tembok. Entah kapan gerigi itu mogok kerja, bunyi decitnya kali ini sungguh mengganggu.

"Tuan," kata pria kerdil itu kepada pria di depannya. Lantas ia membungkuk lalu mundur teratur.

"terimakasih, tuan..." kataku saat ia hendak pergi.

"Larry," dia tersenyum. Lalu pergi.

Aku berada disebuah... peternakan? Ada berkotak-kotak jerami. Joe menyikutku, ia menarikku mundur. Oh! Naga! Aku melihatnya tertidur di tumpukan jerami, lehernya dirantai  pada sebuah tiang besi, dia terlihat tidak berselera memakan kami. Di depannya, aku melihat Tuan Adam sedang berdiri, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku coat-nya. Dia seakan tidak takut sedikitpun.

"kemarilah, Nak. Ini tugasmu sekarang, menjaga naga ini. sekaligus menjadi Healer dalam pertandingan nanti malam. Aku tahu kau belum pernah, tapi setidaknya dia punya ikatan dengan keluargamu. Dengan 'smith'" matanya masih nanar menatap naga lesu itu. Kami mendekat perlahan, waspada, kalau-kalau naga itu menerkam tiba-tiba.

"hai, Tuan Adam," aku menjabat tangannya, kami bertiga masih sibuk mengawasi naga itu, meski dengan alasan yang berbeda.

"selamat pagi lebih tepat," katanya. Dia orang yang cukup formal, "siapa temanmu itu?"

Joe melangkah maju, "Joe, Tuan. Selamat pagi. Coat yang bagus." Joe pintar memalsukan senyum.

"oh, aku suka cara bicaramu. Dari keluarga mana kau, nak?"

"aku akan membuat namaku sendiri, Sir. Untuk sekarang aku bukan dari keluarga manapun, Sir"

Perhatiannya berpindah ke Joe, ada yang lebih menarik untuknya, "menarik.. Joe.. aku akan ingat nama itu. Ini kartu namaku," ia merogoh dompetnya. "aku harus pergi, memastikan yang lain pada tempatnya. Val, baca kertas itu, itu yang harus kau lakukan. Nanti sore akan ada healer-healer lain yang akan membutuhkan kekuatan naga, pastikan naga itu sudah siap." Ia melangkah pergi.

Aku melihatnya sampai pintu tertutup, lalu cepat-cepat menoleh ke Joe, tertawa, "dasar kau!" Joe melirik kearah naga, aku memelankan suara. Berjalan pelan mengambil kertas diatas meja disamping naga itu terpejam. "aku akan mempelajari ini, Joe. Apa kau tidak ingin menyambut bu Linda dan yang lain. Jangan sampe Dayla keceplosan membocorkan kalau aku bukan keturunan asli 'smith'"

"oh, kau benar! Anak itu tidak pandai menjaga rahasia" Joe lantas berlari keluar.

Jadi ini salah satu peraturan ayah : tidak ada yang boleh tahu aku adalah anak panti asuhan. Karena itu disela-sela jadwal lesku, aku diam-diam mengunjungi panti asuhan. Lalu memberitahu yang lain tentang aturan itu, awalnya mereka tersinggung, tapi mereka mengerti. Terutama Joe dan bu Linda. Aku sering mengunjungi mereka di tahun-tahun awal, tapi kemudian aku harus menjaga ibu yang terbaring di tempat tidur, penyakitnya semakin parah, bahkan beberapa jadwal les harus aku batalkan (untung saja aku tidak suka pelajaran sejarah).

Aku masih membaca isi kertas itu, to-do list biasa. Hanya saja di point pertama : bangunkan Dark (si Naga). Dan itu seharusnya ditaruh di point terakhir! Kau tahu Gallatea effect? Melakukan hal-hal paling mudah sehingga menumbuhkan rasa percaya diri untuk melakukan hal besar. Sial! Membangunkan seseorang yang sedang tidur mungkin cukup mudah. Naga? Entahlah.

Aku mendekat perlahan, bisa kudengar hembusan nafasnya, seperti ada yang terbakar, aneh. Naga ini memiliki kulit hitam, benar-benar hitam—pantas saja namanya Dark. Kuku yang tajam masih disimpannya baik-baik—kuharap dia tidak perlu memakainya untukku. Kristal yang ada pada kepalanya berbentuk layang-layang terbalik, cukup simetris.

"apanya yang aneh?" terdengar suara, berat, seperti datang dari segala arah tapi disaat yang sama tidak dari manapun, memenuhi kepalaku. "apanya?" suara yang sama. Seperti tidak dari manapun... Aku teringat pelajaran tentang Naga, bab indera : suara naga! Kali ini aku tahu dari mana datangnya, tiba-tiba naga itu bangkit, sorot matanya yang tajam menuju kearahku. Aku tertegun, ada semacam takut dan kagum.

Aku ingin terlihat berani, menurutku first-impression sangat mempengaruhi kedepannya, aku menarik nafas panjang se-natural mungkin, "hei, Dark."

"kau lucu, Nak. Siapa namamu?"

"valiant smith." Kataku tegas. Ingat first-impression.

"kuberitahu sesuatu. Seorang smith adalah pemberani..." dia berjalan memutari tiang, "dalam sekejab mereka dapat mengetahui dalam situasi seperti apa mereka," matanya masih nanar menatapku, lalu sedetik kemudian melompat ke arahku, "dan memiliki bau yang berbeda!"

Aku terdorong mundur, untung saja rantai itu tidak cukup panjang. Aku terjatuh, kulihat Dark menarik-narik rantainya, tapi tidak berhasil. Untunglah.

"Siapa kau, Nak? Jelas kau bukan 'smith'. Jangan pernah berfikir untuk menjadi seorang smith, jangan pernah merusak nama keluarga sahabatku!" Matanya nanar. Dia hanya berjarak beberapa meter didepanku.

"aku valiant smith, Sir," masih mencoba meyakinkannya, tapi dia menggeram. Sudahlah, dalam situasi seperti ini, berbohong hanya memperburuk keadaan, "aku valiant, Sir, hanya valiant."

Dia mulai tenang, "aku lebih suka begitu, Nak. Jelas kau bukan keturunan smith. Pulanglah, Nak. Katakan pada Adam bahwa aku hanya akan membantu smith. Awas saja sampai dia melakukan sesuatu pada sahabatku."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 27, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Quantum: SinkronisitasWhere stories live. Discover now