Chapter 1- Mulai yang Baru

6.3K 247 28
                                    

Mungkin kebanyakan orang tidak akan mudah menyerahkan sesuatu yang berharga di hidupnya begitu saja, namun aku memilih untuk mengakhiri semua itu demi kebahagiaan orang-orang yang aku sayangi. Demi kebahagiaan Bram akan kehadiran Kak Salma di kehidupannya lagi.

Demi gelak tawa Lea yang begitu menyejukkan hati melihat Mamanya kembali dan demi kebahagiaan keluarga kecil Bram yang sangat berarti bagiku. Meskipun aku harus sedikit egois terhadap kebahagiaan janin yang kini berada di kandunganku kelak.

Keegoisan yang mungkin akan membuat bayi ini, nanti akan kecewa karena terlahir dalam keadaan tidak memiliki ayah. Tidak masalah. Ini semua aku lakukan juga demi anak yang masih berumur beberapa minggu di perutku. Aku hanya tidak ingin jika nanti dia merasakan adanya penolakan terhadap kehadirannya di muka bumi ini, apabila terlahir di lingkungan Bram. Biarkanlah keegoisan ini menjadi titik awal aku membesarkannya sendirian.

Aku menghela napas ketika kembali pertama kali menginjakkan kaki di kota asing yang kali ini tanpa tujuan pasti, seperti saat tujuan utamaku ke Jakarta waktu itu. Namun satu yang perlu aku yakini yaitu memulai yang baru di kota ini demi kehidupan si kecil nantinya dan juga menenggelamkan kesedihan akibat rasa kehilangan yang tengah aku alami.


Semuanya akan aku mulai di tempat asing ini. Di kota Bandung yang akan penuh dengan rajutan-rajutan kisah yang akan membahagiakan. Ya, tepatnya aku akan berusaha mencari kebahagiaan di sini.

----
L

ima jam berlalu dan sudah selama itu pula aku berjalan ke segala arah demi mencari pekerjaan dasar yang tidak memerlukan ijazah, namun walaupun begitu aku tetap menyodorkan ijazah sekolah menengahku sebagai cadangan. Meskipun aku sangat tahu, apa yang bisa di handalkan dengan bermodalkan ijazah sekolah menengah pertama di saat negeri ini di penuhi teknologi canggih serta banyaknya lulusan SI berbagai jurusan setiap tahunnya dari seluruh kampus yang tersebar di Indonesia yang sayangnya memiliki peluang lapangan kerja yang sedikit?


Aku berhenti melangkah dan menyeka keringat akibat cuaca panas siang ini. Meletakkan tas besar yang sejak tadi aku bawa. Tepatnya, semenjak aku keluar dari rumah besar itu. Ya, setibanya aku di Bandung pagi tadi, aku bukannya langsung mencari tempat penginapan, tapi malah mencari pekerjaan. Tujuannya agar nanti tempat kerjaku tidak terlalu jauh dari kontrakan yang nantinya aku tempati.

Aku menghela napas. Sudah tiga rumah makan dan dua tempat laundry aku datangi, semuanya menolakku. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang selain tetap menumbuhi rasa semangat untuk hidup demi nyawa lain yang ada di tubuhku. Bahkan aku sudah kembali berjalan menelusuri jalanan besar kota Bandung yang ramai. Membiarkan kakiku melangkah begitu saja dengan mata yang terus menerus mencari tempat yang mungkin saja tengah menyediakan lowongan kerja.

Aku kembali berhenti ketika azan ashar berkumandang. Menyinggahi mesjid dan menunaikan kewajiban, setelah itu aku beranjak ke luar kembali mencoba mencari peruntungan sebelum malam tiba.

“Maaf,” ujarku saat tidak sengaja menabrak seorang laki-laki yang hendak memasuki masjid.

Dia mengangguk tanpa menoleh padaku. Aku kembali menghela napas. Rasanya benar-benar sesak di dalam sana. Saat kamu belum terlalu siap mengenal dunia yang keras ini, kamu malah di paksa untuk menyelaminya bersama kepingan-kepingan kehidupan lainnya.

Aku mengusap wajah kasar. Harus kemana lagi aku melangkah? Saat  tujuan rumah untuk pulang pun telah tidak ada. Aku sesungguhnya gamang dalam perjalanan yang menyakitkan ini. Sangat.

My Beloved Husband [HOLD]Where stories live. Discover now