Chapter 5- Who is M? (2)

3.1K 206 36
                                    

Ini tahun ke enam aku berada di kota ini tanpa mendengar sedikit pun berita tentang keluarga di masa lalu dan juga tahun ke enam ku mencoba melepaskan diri dengan bayangan kesakitan masa lalu. Sekarang umur si kembar baru saja memasuki lima tahun dan mereka menjadi anak-anak yang sangat aktif dan pintar.

Aku menatap si kembar yang berlari di halam rumah dengan senyum. Zio berhenti mengejar Adik kembarnya saat Zia tersungkur ke rumput-rumput kecil penghias halaman.

"Zia jatuh."

Aku menoleh dan mengerut kening karena tidak menyadari sejak kapan Mas Dimas berdiri di sebelahku. Aku kembali menatap Zio yang sedang meniup lutut Zia yang luka dan menenangkan gadis kecil itu.

"Ya."

"Kenapa nggak disamperin?"

"Aku cuma ingin ngelihat bagaimana Zio menjaga adiknya." lalu aku berjalan ke dalam rumah sekadar mengambilkan P3K dan menghampiri kedua buah hatinya dan Mas Dimas.

"Sini Bunda obati." Aku menatap Zia yang kini sudah terdiam dari tangisnya.

"Bunda hati-hati! Adek Zianya kesakitan," seru Zio yang berdiri di sebelah Mas Dimas.

Aku tersenyum,"Iya sayang."

"Mau lari sama Ayah?" Zio mengangguk dan Dimas mulai mengejarnya.

"Kenapa bisa jatuh?" tanyaku lembut.

"Tadi Jia kesandung, Bun." kata Zia serak.

"Lain kali hati-hati, ya."

Zia mengangguk. "Bunda tenang aja. Jangan khawatil, kan ada Bang Jio yang jagain Jia." ujar Zia tenang.

Aku tersenyum menanggapinya kemudian beralih menatap Zio yang kini sedang bermain dengan orang yang ia anggap Ayah. Mas Dimas, yang setia dari dulu membantuku.

Masih jernih ingatanku ketika pertama kalinya bertemu dengan Mas Dimas yang menawariku rumah kontrakan saat baru tiba di kota ini dan mencari pekerjaan di mana pun lowongan pekerjaan terbuka. Setelah ditolak berulang kali, dengan semangat yang mulai berputus asa. Aku mencoba melamar pekerjaan di sebuah kafe dan pada akhirnya diterima menjadi pelayan di tempat itu. Kafe itu ternyata adalah milik Mas Dimas sendiri.

Mas Dimas yang setia membantuku dan tidak pernah marah jika aku merepotkannya. Mulai dari saat aku membutuhkan tempat tinggal hingga aku mengidam pun, Mas Dimas lah yang memenuhi semua apa yang aku inginkan. Saat prosesi kelahiran, Dimas juga yang menemani dan menyemangatiku serta mengazani si kembar. Saat anak-anak membutuhkan sosok seorang Ayah untuk berlindung, Dimas lah orangnya.

Jika ditanya arti Mas Dimas di hidupku. Aku akan menjawab, Mas Dimas penting bagiku. Ralat. Sangat penting. Tanpa  Mas Dimas aku mungkin tidak bisa berdiri sampai detik ini. Itu sekadar untuk mengingatkan.

Namun, aku tidak bisa pula menutup mata dengan kenyataan yang ada. Aku tahu dan sangat tahu, kenapa Mas Dimas ingin melakukan semua itu dan membuang waktunya demi mengurusi kami. Itu semua dilakukan Mas Dimas karena dia sangat berharap pada ku. Berharap untuk menjadi pendamping hidupnya.

Sebenarnya, sampai detik ini aku belum bisa mencintai Mas Dimas seperti Dimas mencintaiku. Entah lah, aku sendiri juga tidak tahu kenapa. Padahal tidak sulit untuk mencintai sosok seseorang seperti Mas Dimas.

Atau apa mungkin aku masih berharap dengan lelaki masa lalu itu? Lelaki yang membiarkan aku pergi dan menjalani semua kehidupan pahit ini sendirian. Sungguh, aku selalu takut jika hari itu kembali tiba. Hari di mana Mas Dimas kembali meminta ku untuk menjadi Istrinya dan nanti apalagi alasan yang akan aku berikan pada Mas Dimas?

Hubungan ini masih terlalu dini dan aku tidak ingin mengulang kembali kisah itu.
Tidak. Aku tidak bisa mengatakan alasan yang sama lagi. Hubungan mereka sekarang tidak dini lagi, tapi terbilang cukup lama.

My Beloved Husband [HOLD]Where stories live. Discover now