DELAPAN BELAS : Luna Bingung

60K 6.7K 229
                                    

Mario memandang Gisel yang kini berbaring di atas tempat tidur dengan kesal, cowok itu melipat tangannya di dada. Bibirnya ancang-ancang terbuka untuk mengucapkan sesuatu.

"Gue bilang juga apa, acara jalan sama Kevan mending ditunda dulu. Liat sekarang, lo sakit kan? Nggak sekolah kan?"

Gisel mendengus, memeluk boneka beruang besar kesayangannya. Wajahnya tampak agak pucat pagi itu, tubuhnya lemas. "Tapi kan kemarin itu kesempatan yang nggak bakalan dateng dua kali, lagian gue sakit terus nggak sekolah kan udah biasa. Dari SD SMP juga gitu. Jangan lebay kayak emak-emak deh, Mar."

Mario berkacak pinggang, matanya melotot galak. "Gue itu sayang sama lo, peduli sama lo, Gisel."

"Tapi gue baik-baik aja kok."

Luna hanya bisa mengembuskan napas dan menggeleng-gelengkan kepala mendengar perdebatan antara Gisel dan Mario, ia menaikkan selimut yang membalut tubuh Gisel sampai ke batas dagu.

"Lo mending istirahat deh, Sel. Udah makan kan?"

Gisek menunjuk mangkuk bubur yang tinggal sedikit dan air putih yang isinya juga tinggal setengah di atas nakas. "Udah."

Luna bangkit dari duduknya. "Minum obat?"

"Udah. Kalian mending berangkat sekolah deh, nanti terlambat gue yang disalahin." Gisel melirik jam digital dekat lampu tidurnya yang menunjukkan pukul setengah tujuh lebih.

Mario berdecak, ikut berdiri di samping Luna. "Istirahat, jangan ngapa-ngapain, nanti kita pulang ke sini la-"

"Gue nggak bisa, Mar. Ada eskul."
Mario menoleh, lalu meralat ucapannya. "Nanti gue ke sini lagi."

"Iya."

"Ya udah, gue sama Luna berangkat dulu."

Mario berjalan lebih dulu untuk keluar dari kamar Gisel, sedangkan Luna menghampiri Gisel kembali karena ingin menanyakan sesuatu.

"Kalo Kevan nanyain lo gimana?"

Gisel mengernyitkan dahi, mencoba mencari alasan agar Kevan berpikir bahwa Gisel sakit bukan karena memaksakan diri pergi ke toko buku bersama cowok itu kemarin.

"Bilang aja kalo gue salah makan."

"Lah?"

"Bilang aja gue makan udang padahal alergi, udah gitu aja."

Luna mengangkat bahunya. "Oke."

Luna pun menyusul Mario yang kini sedang berada di halaman rumah Gisel dan menaiki sepeda Luna.

"Sekarang lo yang dibonceng," ucapnya sembari tersenyum lebar.

"Nah, gitu dong sekali-kali. Masa cowok yang dibonceng sih."

Baru saja Luna hendak duduk, tetapi Mario malah mengayuh sepeda dengan sengaja. Untung saja Luna tidak jatuh terjengkang ke belakang. Hanya jantungnya saja yang terasa berhenti berdetak karena terkejut.

Sebuah kerutan terpatri di kening Luna, matanya memicing sebal. "Mario!"

Mario tertawa berderai, tetapi tak lama tawa itu berubah menjadi senyumannya yang manis. Lesung pipinya yang menawan terlihat memesona.

"Bercanda, Na. Ayo ah, nanti kita terlambat."

Luna akhirnya duduk di dengan posisi menghadap ke samping, masih dengan napas memburu dan bibir mengerucut kesal.

Mario mulai mengayuh sepeda, raut mukanya cerah. "Jangan cemberut, Luna sayang."

Luna memutar bola matanya malas, Mario benar-benar gemar memanggilnya atau Gisel dengan embel-embel sayang. Orang yang tidak tahu persahabatan mereka pasti akan menyangka bahwa Mario memacari keduanya. Padahal tentu saja bukan.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang