Z W A N Z I G

362 33 33
                                    

Jangan.
Jangan pulang kepada seseorang
yang pundaknya tak bisa kau sandari.
Jangan pulang kepada seseorang
yang lengannya terlalu mudah untuk melepasmu pergi.
-FR

------------------------

Aku masih termenung, larut dengan pikiranku sendiri. Belum sempat aku memberikan jawaban atas pertanyaan Darren, tiba-tiba bell sekolah berbunyi nyaring. Tanpa sadar aku menarik nafas lega, setidaknya aku masih memiliki sedikit banyak waktu untuk berpikir.

"Ren udah bell, aku harus masuk kelas ada ulangan Fisika habis ini. Aku duluan ya." Aku segera berdiri, dan dengan cepat melangkah meninggalkan tempat dimana Darren duduk. Namun belum sempat aku melangkah, Darren menahan lenganku. Tapi itu tidak lantas membuatku berbalik kearah-nya, entahlah aku hanya merasa bimbang dengan hubunganku dan Darren saat ini. Semuanya terasa gamang bagiku.

"Ren please aku harus balik ke kelas," kataku beralasan.

"Aku nggak bakalan lepasin kamu, kalo kamu masih nggak mau natap aku dan ngasih aku jawaban." Darren semakin mempererat genggaman tangannya di lenganku.

Aku memejamkan mata erat, mencoba menekan semua perasaan sakit hati atau pun kecewa yang menghimpit dadaku.

"Kasih aku waktu buat mikirin lagi semuanya." Dan entah kekuatan darimana aku langsung menghempaskan genggaman tangan Darren, dan segera berlari menuju kelasku.

Untunglah saat ini kelas sedang lowong, aku memang tidak berbohong pada Darren bahwa habis ini akan ada ulangan Fisika. Namun sepertinya Dewi Fortuna sedang berbaik hati padaku, Bu Novy-guru Fisika-ternyata sedang ada pekerjaan di luar kota jadi sebagai gantinya kami diberikan tugas selama beliau tidak ada. Dan lagi-lagi aku harus mengucap syukur, karena tugas itu sudah aku kerjakan jauh-jauh hari sebelumnya. Jadi saat ini aku hanya duduk sambil menumpukkan kedua tanganku di atas meja, dan membaringkan kepalaku diatasnya.

Aku memejamkan mataku, memutuskan untuk tidur sangat lelah untuk memikirkan hubunganku dan Darren juga hubungan Darren dan Calianda. Aku terlalu lelah untuk semua itu.

Tepukan pelan terasa di pundakku, aku membuka mataku yang terasa berat. Tanpa sadar aku malah ketiduran, kutolehkan wajahku menatap orang yang baru saja menepuk bahuku. Eireen sedang memicingkan matanya kearahku, sedangkan Galena menatapku dengan wajah polosnya. Aku mengedarkan lagi pandanganku, ternyata kelas sudah kosong hanya tersisa kami bertiga. Aku bahkan tidak sadar bahwa aku tertidur lama.

"Kenapa sih Reen?" Tanyaku jengah dengan tatapan Eireen.

"Jangan bilang kalo lo masih ngambek dan galau nggak jelas sama Darren." Eireen berkata dengan pandangan menuduh kearahku.

Aku menghela nafas panjang dan menghembuskan nya keras. "Kalo iya emang kenapa?" Tantangku padanya.

"Wait wait, sumpah gue nggak ngerti sama apa yang lagi lo berdua bicaraan. Jangan bilang kalo gue ketinggalan cerita." Galena juga langsung melemparkan pandangan menuduh ke arahku.

Astaga! Kenapa malah seperti aku yang jadi tersangkan disini, aku bahkan baru saja membuka mataku. Dan tanpa diminta, Eireen langsung menceritakan semua kejadian yang kualami kemarin.

"Ya ampun Caliandra, pasti sakit banget ya?" Ternyata respon Galena jauh dari ekspetasiku, ku pikir Ia juga akan menyalahkan sikap kekanakan ku tapi ternyata tanggapannya seperti itu. Ya seharusnya aku tidak boleh heran lagi, Galena memang orang yang tak terduga.

"Astaga, tanggapan lo nggak berfaedah banget tau nggak." Eireen memutar matanya kesal.

Kurasakan kedua sudut bibirku tertarik ke atas, membentuk seulas senyum kecil. Merasa terhibur dengan tingkah kedua temanku, yang selalu saja bertengkar dimanapun dan kapanpun.

WinterherzWhere stories live. Discover now