Part 31

5K 250 20
                                    

Makasih buat semua Read, Vote dan komennya ya 😚😚😚😚 ....

Enjoy♡♡♡♡
****

"Tante Adel ... Om Devo," Adhela bergegas bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Arthur yang berdiri di ambang pintu. Dadanya naik turun seperti habis dikejar sesuatu.

"Ada apa sama Om Devo?" tanya Adhela berusaha menyembunyikan perasaan khawatir, Arthur menarik lengan Adhela ke arah dapur. Tepat di dapur Adhela menyaksikan Devo yang mengambil cup pop mie di tangan kanannya, hati Adhela mencelos melihat Devo yang masih berusaha tidak merepotkan Adhela.

"Kak, biar Adhela aja yang buat. Kakak jangan banyak gerak," kata Adhela seraya menuntun Devo untuk duduk di atas meja makan, baru Devo membuka mulut untuk protes Adhela menggeleng menolak alasan apapun itu, alhasil Devo hanya mengangguk pasrah duduk manis di meja makan menyaksikan Adhela memasak sesuatu untuk dirinya, senyuman tak lepas dari wajah Devo.

Jika dengan sakit Devo bisa terus bersama Adhela maka Devo rela sakit tiap hari hanya untuk dekat dengan Adhela, Devo merindukan gadisnya itu. Pokoknya sekarang Devo harus menyelesaikan masalahnya sekarang juga, dia tidak mau terus berlarut-larut dalam masalah. Masalahnya dengan Syafira dan Reza selesai, mereka berdua kini telah bersama tentunya tanpa sepengetahuan Adhela dan siswa di sekolah.

"Dhel ...," panggil Devo, Adhela berbalik menatap Devo mangangkat alisnya.

"Kok makin cantik?" tanya Devo disertai kekehannya, Adhela menggeleng. Masih sakit saja masih saja bisa merayu bagaimana jika sehat? Seperti ini kah ketua osis sekolahnya? Penuh dengan bualan dan rayuan, seharusnya Adhela luluh hanya saja gadis ini sangat keras kepala sulit memaafkan orang lain.

"Apa sih gombal, masih sakit aja masih bisa rayu-rayu cewek," kata Adhela kembali menyibukan diri dengan aktifitasnya, nggak baik mendengarkan celotehan Devo yang tanpa arah dan tujuan.

"Namanya juga usaha," kata Devo seraya mengulum senyum Adhela hanya menggelengkan kepalanya, dasar Devo mulaikan tingkahnya.

"Dhel gimana? Sama perasan cintanya? Udah bisa rasain?" tanya Devo santai, Adhela diam.

Jangankan soal perasaan cintanya, tau saja yang seperti apa itu cinta enggak. Adhela menuangkan buburnya ke mangkuk yang telah disediakan, bubur polos yang hanya berisikan garam untuk penyedap tanpa campuran lain.

"Maaf kalo nggak enak," kata Adhela, Devo mengangguk lalu tersenyum.

Arthur duduk di samping Devo menatap mangkuk yang berada di depan adik dari ayahnya itu dengan rasa penasaran, matanya berbinar. Dia mau mencoba makanan yang omnya makan itu, hanya saja Arthur tidak cukup berani untuk memintanya kepada Devo.

Sadar dengan sikap Arthur, Adhela memberikan semangkuk bubur yang sama kepada Arthur. "Makasih Nte," kata Arthur dengan senyum sumringah dibalas dengan anggukan dan senyuman tulus dari Adhela.

Sebenarnya Adhela rindu dengan semua yang berhubungan dengan Devo, Adhela bahkan lebih merasa nyaman tinggal di sini dibanding rumahnya. Rumah orang tuanya kali ini serasa asing, berbeda dengan rumah yang saat ini Adhela kunjungi rasanya sudah seperti rumah sendiri.

"Kenapa? Kangen kan sama rumah dan isinya?" Adhela hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Devo.

Devo menyingkirkan mangkuk buburnya, matanya fokus menatap Adhela. Gadis yang selama ini Devo rindukan, gadis yang selalu menghindarinya. Gadis yang selalu membuat Devo uring-uringan sendiri, gadis pertama yang selalu memenuhi otaknya.

"Dhel, seberapa jauh pun kamu pergi. Tujuan akhir kamu ya tetep rumah kamu."

"Rumah aku ya di jalan Army kak," sahut Adhela.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang