Bab 3

6.8K 90 0
                                    

     Risa masih berbaring telungkup di atas kasurnya kala teman kosnya memanggilnya karena ada tamu untuknya. Ia merasa enggan bangun, tapi dia menyadari bahwa hari sudah malam dan dia ada janji kencan dengan Doni. Padahal setelah bertemu dengan Andy tadi, moodnya jadi buruk sekali. Apa boleh buat, dia harus keluar untuk minta maaf pada Doni karena tak bisa pergi dengannya.
     Dengan cekatan, ia menyisir rambutnya yang awut-awutan. Setelah agak rapi, ia pergi keluar ke ruang tamu. Namun, sesampai di sana dia terkejut mendapati sosok laki-laki yang duduk santai di kursi sofa itu. Bukan Doni yang datang, tapi Andy.
     "Ngapain lo di sini?" sembur Risa.
     "Sedang menunggumu. Apa ada masalah?" Andy sama sekali tidak terpancing dengan kemarahan Risa. Sebaliknya, dia menanggapinya dengan sikap biasa saja.
     "Masalah? Tentu aja ada masalah. Gue gak sudi didatangi tamu seperti lo. Dan asal lo tahu, gue lagi nunggu seseorang yang akan ngajak gue pergi malam ini."
     "Maksudmu ajakan kencan dari cowok kelas sebelah itu?"
     "Gimana lo tau?"
     "Tak usah peduli tentang itu. Dia tak akan datang. Dan sebagai gantinya, kamu akan pergi denganku malam ini."
     Risa membelalak kaget. Amarahnya sudah mencapai tingkat tertinggi hingga dia tak bisa menahannya lagi. Vas di samping meja segera melayang ke arah Andy, namun meleset dan menerpa dinding hingga hancur. Menimbulkan suara yang cukup mengagetkan teman-teman kos hingga datang menghampirinya.
     "Ada apa, Ris?" tanya mereka terkejut.
     "Gak.... gak ada apa-apa. Cuma gak sengaja jatuh aja. Ntar biar gue yang beresin." Katanya sedikit menyesal dengan kelakuannya tadi.
     Teman-temannya memandangi dengan sedikit curiga dan kemudian meninggalkan mereka kembali berdua di ruang tamu.
    "Tampaknya kamu begitu bencinya padaku sampai seperti itu." Ujar Andy datar tanpa ekspresi.
    "Mestinya lo udah sadar akan hal itu sebelum datang ke sini."
    "Aku tahu. Tapi aku masih belum menyerah untuk memperbaiki hubungan kita dan memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi."
    "Memperbaiki? Tak ada yang perlu diperbaiki diantara kita. Dan gue rasa pembicaraan kita cukup sampai disini."
     Risa berpaling hendak pergi dari tempat itu, tapi Andy menarik tangannya mencegahnya pergi.
    "Ada apa lagi?" bentak Risa.
    "Sudah kubilang, aku ingin mengajakmu pergi...."
    "Dan gue juga udah mengatakan kalo gue gak mau pergi ma lo."
    "....gantilah bajumu. Akan kutunggu disini." Lanjut Andy seolah tak mendengar kata-kata Risa barusan.
    "Elo itu ya....."
    "Kamu tentunya nggak mau di kostmu ini bakal jadi heboh dan ribut kan?"
    "Brengsek! Lo ngancam gue?"
    "Tidak. Jika kita tidak pergi dari sini, maka amarahmu akan semakin naik dan akan membuat heboh di kostmu ini." Ujar Andy tersenyum padanya.
     Risa terdiam oleh kata-katanya. Sejak pertemuan mereka kembali, emosi Risa jadi tidak terkendali. Dan dia juga tidak mau membuat keributan di kostnya ini.
    "Oke! Gue mau ganti baju dulu. Pasti akan lama!"
    "Dengan senang hati aku akan menunggumu." Jawab Andy nyengir.
    Risa kembali ke kamar dengan berang. Mengambil baju dari lemari yang kemudian dilempar begitu saja di kasur. Ia ganti baju dengan asal-asalan dan sedikit bermake up. Lima belas menit kemudian Risa kembali ke ruang tamu dan siap untuk pergi. Andy memandangnya dengan kagum akan penampilannya.
    "Sama seperti dulu. Kamu selalu simple, tapi tetap cantik." Pujinya.
     Risa sedikit tersanjung dengan pujian itu, pipinya merona merah. Padahal sudah terlalu banyak cowok yang memujinya seperti itu, dan dia merasa biasa saja. Kenapa rasanya jadi berbeda jika Andy yang mengatakannya, gumamnya dalam hati.
    "Jam malamku jam 10. Jadi kamu harus mengantarku kembali sebelumnya." Katanya ketus dengan menggunakan kembali bahasanya yang dulu sebelum dia jadi anak gaul yang suka gonta-ganti pacar.
    "Jangan khawatir soal itu. Ayo!" Andy menggandeng tangannya sambil berjalan ke tempat mobilnya diparkir. Walaupun tidak suka akan hal itu, Risa masih membiarkan tangannya tetap dalam genggamannya.
    Semalaman itu mereka pergi berjalan-jalan ke mal. Melihat-lihat barang-barang yang unik di toko pernik-pernik. Tanpa terasa, amarah Risa yang tadi menguap tiba-tiba hilang dan berganti menjadi rasa senang. Sepertinya ia sudah lupa akan kebenciannya pada Andy. Dalam sekejap Andy bisa membuatnya merasa santai. Di sebuah toko mainan, Andy membelikan Risa sebuah boneka beruang warna kuning yang besar dan manis.
     "Kenapa kau membelikanku boneka?" tanya Risa curiga saat mereka sedang duduk di sebuah kafe dekat taman kota sambil makan.
     "Gak ada apa-apa. Aku cuma pingin aja."
     Risa menatapnya curiga dan penuh selidik. Kembali lagi ia menjadi Risa yang sewot dan sangat membenci Andy.
      "Jangan pikir dengan membelikanku sebuah boneka, kamu bisa menghilangkan kebencianku padamu." Cetusnya.
      "Tidak begitu. Aku hanya berpikir kalo kamu menyukai boneka itu."
      "Yah...semua cewek kan emang suka boneka. Bukankah kamu paling ahli dalam hal kesukaan cewek. Bukan begitu, Mr Playboy?" ujar Risa sedikit memberi tekanan pada dua kata terakhir itu. Andy tertawa mendengarnya.
      "Julukan macam apa itu?"
      "Jangan bilang kamu sendiri tidak tahu julukan yang kamu miliki waktu SMA dulu. Mr Playboy yang jago ngegaet cewek manapun dan seperti apapun. Tapi hanya dengan batas pacaran selama satu bulan. Tidak lebih. Sekarang kamu sudah ingat pak Dosen?"
      "Wah, detil sekali kamu tahu. Tapi, kayaknya ada yang perlu dikoreksi."
"Apanya? Bukankah itu semua emang betul adanya?"
"Tidak. Mungkin kamu lupa. Tapi kuingatkan, kita dulu pacaran selama empat bulan lebih sembilan hari. Dan orang pertama yang mutusin adalah kamu sendiri."
     Deg! Risa langsung terdiam. Ia tak menyangka bahwa Andy masih begitu ingat tentang hubungan mereka sampai sejauh itu. Padahal julukan Mr Playboy itu sudah dia sandang sejak dari SMP, dan dia sendiri lebih banyak lupa pada mantan-mantannya sebelum dia. Tapi ia tak menyangka dia masih begitu ingat pada Risa. Apa kali ini ia harus senang karenanya? Tidak! Risa langsung menepis pikiran seperti itu. Bagaimanapun, Andy tetap Mr Playboy yang menghancurkan hati dan juga kepercayaannya pada semua cowok.
     "Betulkah aku yang mutusin kamu? Wah, hebat dong. Seharusnya waktu itu aku mendapat julukan Cewek hebat yang berani mutusin Mr Playboy."
     "Lalu bagaimana dengan predikat Miss Playgirl-mu sekarang?"
     "Itu hanya julukan dari orang-orang yang iri padaku. Aku tak pernah berpacaran dengan cowok mana pun. Aku hanya beberapa kali kencan dengan cowok yang berbeda-beda. Cuma itu. Tidak seperti kamu."
     "Kurasa emang berbeda, ya?" sahut Andy dengan santai sambil menyeruput kembali minumannya.
     "Aku tahu apa yang ada di pikiranmu dulu waktu kamu mutusin aku. Dan kutegaskan, pikiranmu itu salah."
     Pembicaraan ini makin lama makin mundur ke masa lalu. Dan Risa tak menginginkan hal ini. Dia sudah muak dengan isi pembicaraan ini.
    "Kurasa cukup sudah pembicaraan ini. Dan aku mau pulang sekarang."
    "Tapi sekarang masih jam sembilan."
    "Pokoknya aku mau pulang. Aku sudah capek. Tapi, jika kamu tidak mau mengantarku, aku bisa pulang sendiri kok." Katanya dengan senyum yang sangat dipaksakan. Andy diam memandanginya.
    "Baiklah." Andy berdiri dari kursinya, membayar bon makan mereka. Lalu kembali ke mobil mengantarkan Risa pulang.
    Sepanjang perjalanan pulang itu Risa berdiam diri sambil menatap ke luar. Tak ada yang berbicara sama sekali. Sesekali Andy menatapnya sekilas. Walaupun Risa juga mengetahuinya tapi ia sama sekali tidak menghiraukan dan tetap memandangi setiap jalanan yang mereka lewati.
    Beberapa menit berikutnya mobil Andy berhenti di depan rumah kost Risa. Risa mengambil boneka yang tadi dibelikan untuknya, yang mereka taruh di kursi belakang tadi, lalu ia membuka pintu dengan buru-buru dan langsung membanting pintu mobil itu begitu ia keluar. Andy juga segera keluar mobil dan menghampiri Risa.
    "Kamu kenapa sih? Beberapa menit yang lalu kamu kelihatan gembira, lalu sekarang kamu marah tanpa alasan yang jelas. Emangnya kamu paranoid ya?" tanya Andy bingung dengan sikapnya yang cepat berubah itu.
    "Ya. Aku emang paranoid. Puas?" ungkap Risa ketus sambil tetap memeluk boneka beruangnya.
    "Hei! Aku tidak bermaksud mengejekmu. Aku hanya bingung dengan sikapmu ini. Kamu ini kenapa sih?"
    "Tidak perlu bingung. Emang beginilah aku." Sahut Risa masih tetap ketus.
     Ia melangkah masuk ke kostnya, tapi di depan pagar ia berbalik lagi menatap Andy. "Oh, ya. Terima kasih buat boneka ini. Selamat malam." Katanya berlalu pergi masuk ke dalam kosnya.
    Malam itu Risa terus memeluk boneka itu selama ia tidur. Sama sekali tak pernah melepasnya sedikit pun. Boneka itu seolah sesuatu yang sangat berharga baginya. Sesuatu yang ingin terus digenggamnya dengan erat dan tak bisa untuk melepasnya barang sedetik pun. Sesuatu yang membuatnya merasa rindu dan teringat akan masa lalunya dulu bersama Andy.

Aku dan DosenkuWhere stories live. Discover now