Bagian 5

1K 183 57
                                    

Jadi, alasan Tante Dante membuntutiku adalah karena ingin tahu lebih dulu, apakah nanti sore Mami menang arisan atau tidak.

Diakibatkan aku belum pernah cari tahu lebih lanjut, kehadiranku pun baru dua kali sewaktu Mami mengajak, aku hanya dapat berpendapat. Pendapatku: arisan merupakan acara berbincang santai antarsesama ibu-ibu kompleks. Seragamnya kerudung polkadot hitam-pink. Lokasinya di rumah salah seorang dari mereka secara bergilir. Waktunya sebulan sekali pada sore hari. Kegiatannya mengobrol. Selengkapnya: mengobrol sambil makan dan minum dan terkikik-kikik dan ditutup dengan mengocok gelas berisi gulungan-gulungan kertas kecil—bertuliskan nama-nama mereka. Bagian akhir tersebut yang menurutku paling seru. Sebab, satu nama yang keluar dari gelas-lah sang pemenang, yang akan mengantongi sejumlah uang.

Makanya setiap bulan, di hari ketika arisan itu diadakan, Tante Dante "memburuku". Seragamnya kebaya hijau-tahi-kuda. Lokasinya di sekolah—karena kukira dia tidak berani menemuiku di rumah lantaran ada Mami. Waktunya tepat ketika bel pulang melengking—karena Mami tidak ada dan baru akan ada (paling lambat) lima menit kemudian untuk menjemputku.

Lantas, terhadap "Mamimu, Memo?" darinya itu, kujawab dengan Dua Kali Anggukan, atau Dua Kali Gelengan.

Dua Kali Anggukan, berarti Mami menang arisan, dapat uang, lekaslah Tante Dante sukacita meninggalkanku. Sorenya Tante Dante datang ke rumahku—sepulangnya Mami arisan—guna meminjam sebagian uang yang Mami peroleh. Mami pun senantiasa meminjamkan. Kendati, setelah diam-diam jadwal pengembaliannya kupantau, Tante Dante sering terlambat bayar, kadang tidak bayar, atau malah agnesia waktu ditanya. Namun Mami bilang, itu tidak masalah, kok. Ya, Mami memang orang baik.

Bila tanggapanku Dua Kali Gelengan, artinya Mami tidak menang, tidak dapat uang, lekaslah Tante Dante meninggalkanku dengan dukacita. Sorenya Tante Dante tidak ke rumahku.

Jujur, aku kurang tahu Tante Dante itu siapa—namanya saja tadi aku lupa. Mami cuma cerita sedikit. Bahwa Tante Dante bukan merupakan anggota arisan ibu-ibu kompleks itu (dia tinggal di kompleks sebelah). Profesinya penjual bonsai. Di kebun bonsai miliknyalah Mami pertama kali berjumpa. Dari sana pula bonsai kecil-kecil nan imut-imut di teras rumahku berasal.

Terus, hingga kini aku sendiri bingung; kenapa ya Tante Dante tidak bosan-bosannya bertanya soal arisan itu ... hanya kepadaku? Tidak ke orang lain?

Padahal, aku kan cuma menerka. Aku kan tidak punya Pintu ke Mana Saja-nya Doraemon. Aku kan masih 8 tahun.

Seperti halnya kecepatanku menyingkir dari kejatuhan anak kucing sialan itu, aku mampu menebak—sejauh ini tidak pernah meleset—apakah sore nanti Mami menang arisan atau tidak. Aku kerap mengetahui apa yang bakal terjadi tidak lama lagi, terkhusus pada orang-orang terdekatku. Kukira ini diakibatkan aku yang hobi berkhayal. Namun Papi membantah, "Kita tidak akan pernah tahu, Sayang. Kehidupan itu tidak pasti."

Sejujurnya aku tidak begitu menyetujui kalimat Papi. Waktu kutanya kenapa aku begitu, Papi mengatakan, "Sayang, namamu itu indah. Punya arti yang indah pula. Penyebabmu tidak setuju ... agaknya berhubungan dengan nama yang Papi dan Mami sematkan kepadamu."

Lalu, Papi—dengan raut muka semacam terharu—segera menjelaskannya ketika kumintai tolong jelaskan.

"Memorabilia, bermakna sesuatu atau peristiwa yang patut dikenang," mulai Papi. Sore itu, sambil meneguk sekaleng susu rasa anggur, aku dan Papi duduk di sofa biru-violet ruang TV. Kebetulan listrik padam sehingga hening. Kebetulan pula Mami lagi arisan sehingga tidak bisa gabung.

Aku paham. Ucapan "peristiwa yang patut dikenang" itu Sangat Bukan Aku. Justru sebaliknya, Sangat Mami. Tetapi aku tidak pernah, kok, menyalahkan Mami. Aku kan cuma berpendapat. Pendapat itu kata Bu Sukma tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. Kalau lagi berkhayal, ya aku sukanya "memandang" masa depan. Kurasa masa depan itu keren.

Ma Mi Mu Me MoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang