17 - Drama

121K 11K 347
                                    

"Bu Melmel, nggak ada kerjaan banget. Kelas pakek digabung-gabungi segala." Umpat Melva dalam langkahya.

Kedua cewek di sampingnya, hanya menggeleng mendengar ocehan Melva.

"Anak IPS disatuin sama anak IPA. Udah kayak minyak yang dicampur sama air. Walaupun bersama, gak akan pernah bersatu." Oceh Melva lagi.

"Lo aja bisa nyatu sama Gavin. IPA-IPS loh," ledek Billa. Diikuti kekehan Vika.

Melva berdecak sebal. "Beda lah Bil." Kesalnya.

"Ngomel mulu Mel, pikirin biar kita gak dihukum. Udah telat sepuluh menit ini," sahut Vika menunjuk jam yang melingkar di tangannya.

Melva terdiam sesaat, dia sedang berpikir. Mencari cara agar lolos dari omelan Bu Melmel. Kalau tidak dengan Ide Bu Melmel, yang menyatukan kelas IPA 1 dan IPS 3 dalam satu pelajaran, yaitu seni budaya. Mungkin dia tidak akan seribet ini memikirkan alasan, kenapa mereka bisa telat.

Senyum lebar menghiasi bibir Melva. Satu ide melintasi pikirannya.

"Gue tau caranya, serahi aja ke gue." Antusias Melva sambil mempercepat langkahnya.

Vika dan Billa, sebenarnya terlalu penasaran dengan apa yang akan dilakukan Melva. Tapi, keduanya tidak ingin bertanya. Mereka akan melihat hasilnya saja.

Ketiga cewek itu semakin mempercepat langkah mereka, menuju ruang musik.

"Dari mana aja kalian?!" Suara Bu Melmel menyambut ketiga siswi itu. Semua mata tertuju ke arah ketiga cewek itu. Tidak lain yang dilakukan Gavin, cowok itu duduk menyandar di tempat duduk depan, di sisi kanan Bu Mel Mel.

Melva merubah wajahnya menjadi muram. Dia siap berdrama.

"Dari tadi kami muter-muter Bu, ke LAB Geograpi, ke LAB Fisika. Ke lapangan, ke taman belakang. Sampai rooftop sekolah, Saya udah teriak-teriak, Bu Melmel, Bu Melmel, nggak ada yang jawab. Taunya ibu di sini," alasan Melva.

Kedua temannya tercengir lebar, jelas mereka telat. Karena dari kelas ke kantin, terus singgah dulu ke toilet.

Riko yang berada di barisan tempat duduk paling belakang, bersama anak cowok lain, hampir tertawa mendengar alasan konyol Melva.

Bu Mel Mel memicingkan matanya, menatap tidak percaya dengan alasan Melva.

Sekarang Melva tercengir lebar.

"Tapi, ngomong-ngomong. Ibu hebat banget, saya aja nggak pernah kepikiran nyatuin dua kelas kayak gini. Siapa lagi yang bisa ngelakuin ini selain Ibu,"

Semua anak yang melihat sampai melongok tidak percaya dengan tuturan Melva.

Kedua temannya menggeleng. Di jalan Melva selalu mengumpat Bu Melmel, sekarang malah memuji.

"Bener gitu Mel?" Tanya Bu Mel Mel antusias.

Melva tersenyum lalu mengangguk cepat.

"Apalagi ibu nyatuin IPA sama IPS! Itu bener-bener, diluar kepala semua guru. Brapo-brapo." Tutur Melva lagi. Dia jelas sekalian menyindir.

Bu Mel Mel tersenyum sangat puas mendengar tuturan Melva.

"Masa sih? Memang Cuma ibu sih yang mikir gitu, dari pada pusing-pusing ngajar dari kelas IPS ke IPA, mending ibu satuin kalian di sini. Istirahat nanti, ibu nggak harus ngajar lagi. tinggal santai-santai di kantor." Kekeh Bu Melmel.

Melva tersenyum penuh kemenangan, menoleh melihat kedua temannya, lalu memberi cengirannya. Jangan panggil dia Melvana Adilla, kalau menaklukan kemarahan Bu Melmel dia tidak bisa. Percuma saja, dia menjadi murid kesayangan Bu Melmel hampir dua tahun ini, karena keahliannya dalam menari.

DestinWhere stories live. Discover now