BAB KEDELAPAN BELAS

2.2K 275 8
                                    

Ditunggu vote dan komentarnya ya^^

°°

Felicia merasakan nyeri di pipi sebelah kanannya.  Dia terus menjerit saat dirinya ditarik ke belakang dan semakin menjauh dari barisan.

"Bayu!!! "

"Karin!! "

"Siapapun tolong!!"

Felicia merancau, dia bergerak liar agar bisa lepas dari cengkraman orang ini.

"Kalau kamu tidak bisa diam,  saya akan dengan senang hati merobek mulutmu! " Ancamnya.

Felicia langsung terdiam karena ancaman itu. Kakinya sakit karena terseret-seret di aspal. Tenaga orang ini sangat kuat.  Dia sedikit mendongak untuk melihat siapa orang ini.  Dan ya, dia memiliki wajah tirus dengan rahang kokoh.  Sempurna sebagai seorang pria. Felicia kembali ke alam sadarnya, pria ini mengerikan walaupun sorot matanya terlihat tenang.

Tak lama,  dia merasakan dirinya melayang dan terhantam pada batang pohon yang sangat besar.

"Aw! " Ia meringis. Pria itu sudah berdiri di depannya dengan pisau yang dibalut sedikit darah baru. 

"Lo mau apa? " Tanyanya menatap tajam pria itu.

"Tubuh manusia adalah media seni yang sangat indah. " Ucapnya. Ia mengetuk-etukkan gagang pisau yang tidak lancip itu ke dagunya, seperti tengah berpikir keras.

"Harus mulai dari mana ya?" Tanyanya pada diri sendiri, kedua bola matanya menyusuri tubuh Felicia yang sama sekali belum bergerak dari tempatnya.

Felicia bergidik ngeri. Ia berusaha agar tetap bersikap tenang. 

"Gue manusia? " Tanyanya.

Pria itu menyerit tidak mengerti.

Felicia tertawa sumbang,  dia bangkit.  "Lo yakin gue manusia? "

Melihat pria itu sedikit berpikir karena pernyataannya, ia langsung berdiri mendekat dan mendorong pria itu lalu berlari dari sana.

Merasa tertipu,  pria itu tidak langsung bangkit.  Dia mengarahkan pisaunya pada kaki Felicia dan tepat mengenai betisnya yang saat itu ia hanya memakai hotpans saja.

"Arghhh.. " Felicia terjatuh.  Seluruh sarafnya seakan melunak.  Dia hendak mencabut pisau itu namun pergerakannya kurang cepat dari pada pria di belakangnya.

"Arggh.. " Teriaknya lagi kala pisau itu tercabut dengan sangat paksa.

Felicia meringis.  Dia menuduk, menyerah dengan keadaannya sekarang. Dia mengeluarkan air matanya dengan suara tangisan yang sangat lirih. Begitu jahat kah ia dulu sampai mendapatkan takdir yang seperti ini.

Terdengar suara tawa dari pria itu.  "Kamu tahu musik apa yang paling indah yang pernah saya dengar? "

Felicia tidak menjawab,  dan dia pun tidak mau repot-repot untuk menjawabnya.

"Tangisanmu." Ucapnya kemudian kembali tertawa.

Felicia berhenti menangis.  Bahunya naik turun mengikuti pergerakan napasnya.

"Senang bertemu denganmu nona. " Ucapnya,  ia mengangkat satu sudut bibirnya.

"Tapi gue nggak hoki ketemu sama lo! " Teriaknya kesal.

"Kalau gue lolos dari sini gue bakal laporin kalian semua yang ada disini!"

"Cukup bicaramu.  Ayo kita main-main lagi. " Ia mengabaikan ancaman Felicia. Pria itu mendorong Felicia hingga terjatuh ke aspal.

Pisaunya terayun lagi mengenai lengan kirinya yang tidak berbalut lengan baju.  Gadis itu mencoba melakukan perlawanan tetapi semuanya tetap saja sia-sia.

"Mata yang indah." Pria itu tersenyum,  pisaunya kembali lagi terayun.

"Arrghhhh!!! " Benar-benar sakit.  Felicia merasakan seluruh saraf di wajahnya berkedut.  Pria itu tertawa senang,  sedangkan penglihatan Felicia menjadi sedikit kabur.

"Feli!! " Teriak seseorang.

"Ba.. Bayu. " Lirihnya.

Terlambat.  Bayu melihat kondisi Felicia yang teramat mengerikan dengan genangan darah di wajahnya. Emosinya tersulut,  dia menatap pria itu dengan penuh amarah.

"Apa yang lo lakuin bangsat! " Bayu menghantam kepala pria itu dengan kakinya.

Pria itu sedikit limbung dan setengah terjatuh di samping Felicia.  "Lo harus bayar ini semua! " Bayu langsung mengayunkan pisaunya ke dada pria itu. Tidak sekali,  tetapi berkali-kali.  Hingga pria itu memuntahkan darah melalui mulutnya dan tidak sadarkan diri.

Bayu langsung berlari menghampiri Felicia. Ia membelai rambut curly Felicia dengan lembut.

Felicia tersenyum.  "Terima kasih sayang. "

"Apa aku minus ya?  Kok wajah kamu nggak terlihat jelas. " Tanya Felicia,  dia menggerakkan tangan kanannya menyentuh wajah Bayu.

Air mata bening itu sukses keluar dari kedua mata Bayu.  Dia tidak bisa melihat kondisi Felicia yang seperti ini.  Dari mata gadis itu darah masih terus keluar,  dia tidak bisa mengatasi ini.

"Sayang.. " Panggil Felicia.

"Iya sayang?" Bayu tersenyum.

"Jaga diri kamu baik-baik. "

Bayu mengangguk.  "Ayo kita pergi dari sini. "

Felicia menggeleng.  "Luka ini terlalu sakit untuk aku sayang. "

"Maksud kamu?" Bayu tidak mengerti.

"Bunuh aku aja.  Itu bakal lebih baik. "

Bayu menggeleng dengan lantang.  "Nggak sayang.  Kita pasti bisa keluar dari sini dan mengobat luka kamu. "

Felicia tersenyum.  "Tapi aku sakit.  Lebih baik aku langsung mati daripada mati perlahan kayak gini. "

Bayu menghela napas kasar.  "Kamu bisa bertahan. "

Felicia menggeleng.  "Kalau kamu nggak mau bunuh aku.  Lebih baik kamu cepat pergi dari sini.  Aku takut psikopat yang lain bakal nemuin kamu disini. "

"Tapi kamu harus pergi sama aku. " Bayu bersikeras.

"Pergi! "

"Nggak! "

"Kalau kamu nggak mau pergi kita putus! " Felicia mengancam.

Bayu terlihat bingung.

"Cepat pergi!" Felicia berteriak. Sebenarnya ia berteriak karena menahan rasa sakit disekujur tubuhnya.

"Oke.  Oke,  aku pergi. " Bayu mengalah,  dia menatap lembut Felicia.

"Maaf aku nggak bisa jaga kamu.  Maaf aku jadi orang terjahat. "

Felicia menggeleng pelan.

"Aku pergi.  Kamu bertahan.  Kamu cari tempat persembunyian.  Nanti kita ketemu lagi. "

Felicia mengangguk saja,  agar pria itu segera pergi dari sana.

"Selamat tinggal. " Bayu mencium singkat kening Felicia.  Setelah itu ia perlahan menjauh dan pergi dari sana.  Felicia menatap tubuh Bayu yang perlahan semakin menjauh dan tak terlihat.

Ia menangis, karena hidupnya yang berakhir tragis.  Dia mengubur semua impiannya untuk sepuluh tahun ke depan.  Ia mengubur impiannya untuk menjadi istri yang baik bagi Bayu.  Ia mengubur impiannya untuk membahagiakan orang tuanya.  Karena hidupnya di permainkan oleh takdir dengan cara yang keji.  Garis takdir yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya.

Kedutan di matanya kian bertambah,  ia merasakan sakit yang amat sangat. Tubuhnya tidak bisa berbuat apa-apa.  Dia lebih memilih memejamkan matanya yang hanya tinggal sebelah. Ia berharap ini adalah hanya sebagian dari mimpi buruknya.  Kalau pun ini nyata.  Felicia berharap dia mampu menerima takdir yang telah Tuhan gariskan untuknya.

°°

Publish, 02 Oktober 2017

The Diary From Dead [COMPLETED✓]Where stories live. Discover now