BAB 3

133 15 21
                                    

Semoga mengerti

**********

Jingga sudah memancarkan semburatnya, menandakan malam segera datang. Tapi, Risha hanya bergerak-gerak gelisah di tempat duduk yang letaknya di pojok kantin. Berkali-kali gadis berpasmina merah muda itu melirik arloji di tangan kirinya, kemudian menoleh ke arah pintu kantin. Menghela napas karena yang diharapkan tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Di seberangnya, Aqila sedang memicingkan mata ke arah Risha. Kesal karena konsentrasinya mengerjakan tugas terganggu dengan kegiatan sahabatnya itu--melirik arloji, lalu menoleh ke pintu kantin--. Ia jadi melakukan hal yang sama--melirik Risha, lalu mengikuti arah pandangnya--. Menghela napas, ia lebih memilih mematikan laptop. Selagi menunggu laptopnya mati sempurna, ia mendongak. Siap mengeluarkan lahar.

"Kenapa, sih, lu?"

Pertanyaan  itu terlotar bersamaan tepukan--lebih seperti tamparan--di lengan atas Risha, membuat gadis yang sedang melihat ke arah pintu kantin itu terperanjat dan reflek menepis kasar tangan tersebut. Alisnya mengerut saat matanya beralih ke Aqila.

"Lu bisa nggak, sih, nggak usah ngagetin gue mulu?" semburnya. Tangannya membalas perlakuan gadis berponi pagar itu lebih keras.

Ringisan keluar dari gadis berbibir tipis itu. Sebelah tangannya mengelus-elus lengan atas yang terkena tamparan Risha. "Gile lu, Ris! Badan boleh kecil ...," ia menelusuri tiap inchi tubuh Risha, "Tapi, tenaga udah kayak babon aja lu."

Tapi, ledekan yang terlontar tidak menyurutkan kegelisahannya. Ia kembali melakukan hal yang sama--melirik arloji, lalu menoleh ke pintu kantin--.

"Kok, Mas Rafif belum jemput gue, ya, La?" Suaranya terdengar gusar.

Aqila yang baru selesai memasukkan laptop ke dalam ransel, mendongak. "Makanya itu HP jangan main ditinggal-tinggal aja."

Risha memang tidak sengaja meninggalkan ponsel karena ada kuliah pagi dan ia hampir terlambat. Waktu yang dibutuhkan dari rumah ke kampus adalah satu jam menggunakan kendaraan umum, itu pun belum termasuk macet. Sedangkan, tadi pagi ia hanya punya waktu kurang dari 30 menit untuk sampai ke kampus sebelum mata kuliah pertama dimulai. Alhasil, memesan ojek online adalah jalan satu-satunya karena Mas Rafif sedang ada urusan.

Lalu, bagaimana gadis itu tahu akan dijemput? Ya, karena selepas subuh tadi sepupunya menanyakan perihal jadwal kuliahnya. Karena selesainya diperkirakan bersamaan dengan Rafif selesai bimbingan skripsi, maka laki-laki itu meminta untuk menunggu sampai ia jemput.

Selesai memesan ojek online dan memberitahu pasti di mana ia akan menunggu, Risha menaruh ponselnya di atas meja. Sedangkan, ia mulai memasang kaos kaki.

Karena terburu-buru itulah, ia jadi lupa kalau ponselnya masih tertinggal di atas meja.

"Ya, udah ... lu balik sama gue aja! Gue anterin sampe rumah dah, pake selamet," cengir Aqila seraya menaik-naikkan alis.

Aqila memang membawa motor ke kampus. Rumah yang berada di ujung kompleks membuat ia kesulitan untuk mengakses angkutan umum. Ia memilih minta dibelikan motor daripada menggunakan alternatif kendaraan online seperti teman-temannya. Baginya, itu ribet karena maps kadang tidak bisa menunjukkan lokasi pastinya.

"Tadi WA belum dibales?" Bukannya menjawab, Risha malah balik bertanya.

Setengah jam lalu, Aqila yang baru memasuki kantin melihat Risha yang sedang mengacak-acak isi tasnya. Dahinya berkerut dengan mulut yang seperti menggumamkan sesuatu. Saat sampai di meja sang sahabat, isi tas sudah berhamburan di atas meja. Gadis bermata sipit itu menumpahkan semua isi tasnya.

"Lu lagi ngapain, sih, Ris?"

Teguran itu bagaikan dewi penyelamat di telinga Risha. Ia langsung mendongak dan menengadahkan tangan kanannya.

Aqila mengerutkan kening. Tidak mengerti maksud kelakuan sahabatnya itu.

Melihat kebingungan di wajah gadis berkulit sawo matang itu, Risha meperjelas, "Pinjem HP!"

"Lah ... HP lu ke mana?" tanya Aqila seraya mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans hitamnya.

Dalam sekejap ponsel itu sudah berpindah tangan. "Tapi, gue nggak ada pulsa, loh. Lu WA aja," lanjutnya.

Risha pun memilih menelepon melalui aplikasi chatting Whatsapp. Beberapa kali menelepon tetap tidak ada respon. Akhirnya, ia memilih mengirim pesan chat ke kakak sepupunya itu.

Aqila menghadapkan ponsel dengan tampilan chatting Rafif terbuka ke Risha. Di chat terakhir hanya terdapat satu centang. "Masih pending, tuh."

"Udah, mending lu balik bareng gue aja," bujuk Aqila.

Risha hanya menghela napas.

ARTHARUF (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang