BAB 5

192 19 21
                                    

Risha kira ia hanya akan ditunjukkan letak ruang dosen. Tapi, semua pikiran itu musnah ketika lelaki berkulit sawo matang itu mengantarnya hingga depan ruang dosen. Bukan hanya itu, ia pun mewakili Risha menanyakan keberadaan Rafif pada seorang mahasiswa yang baru saja keluar dari sana, yang diiyakan oleh mahasiswa tersebut.

Risha melirik arlojinya saat terdengar suara azan terdengar. Waktu magrib sudah tiba. Kembali, gadis berkulit kuning langsat itu menatap pintu ruang dosen dengan gusar. Tapi, bibirnya bergerak menjawab seruan untuk salat tersebut.

Sudah sepuluh menit Risha menunggu di bangku seberang ruang dosen, tapi yang ditunggu tak kunjung keluar. Gadis itu melirik lelaki yang berdiri seraya bersandar di samping pintu ruang dosen. Tangannya tersimpan di balik saku celana bahan yang digunakan saat ini. Jujur dia kurang nyaman dengan keberadaan lelaki itu, terlebih keheningan yang mendominasi di antara mereka. Gadis dengan gamis berwarna peach itu kembali melirik arlojinya.

"Emang kalo bimbingan selama ini apa?" gumam Risha. Gadis itu sudah mulai resah karena sepupunya tak juga keluar, sedang hari mulai gelap. Pikiran negatif kembali menyerang saraf otaknya bahwa mungkin saja lelaki itu berbohong padanya.

"Kalo bimbingan memang lama."

Sahutan itu membuat Risha menoleh ke asal suara. Gadis itu mengernyit, tidak menyangka gumamannya terdengar oleh pria ini.

"Apalagi kalo yang lagi bimbingan nggak cuma satu orang, ya, harus antri. Mungkin tadi Rafif juga gitu. Dia ngantri dan ternyata dapat yang terakhir," jelas lelaki itu, menoleh ke arahnya.

Risha langsung mengalihkan pandangan ke depan. Mengangguk, hanya itu responnya.

"Kamu mau nunggu di sini sampai Rafif keluar apa nunggu di masjid sekaligus sholat magrib?" tanyanya setelah beberapa detik hening. "Biar nanti Saya yang beritahu Rafif."

"Saya nunggu di sini saja," cicit Risha. Kepalanya tertunduk. Sebenarnya ia ingin menangis saja karena tidak tahan dengan situasi seperti ini.

Gue berasa digantung. Ia membatin nelangsa.

Kini, lelaki itu yang mengangguk.

Suasana kembali hening. Tidak ada yang berbicara lagi di antara mereka, hingga sebuah hembusan napas yang cukup keras terdengar oleh telinga Risha.

Mendengar, tapi tetap bertahan pada posisi mata yang menatap pintu ruang dosen.

"Saya minta maaf."

Pernyataan itu sukses membuat tatapan gadis berpipi tembem itu menoleh. Alisnya bertaut. "Buat apa?" Pertanyaan itu terdengar datar dan dingin di telanga lelaki itu.

"Buat semua kesalahan yang pernah Saya lakukan padamu di masa lalu." Mata tajamnya menatap tepat di manik coklat gelap itu. Menegaskan keseriusannya.

Risha terpaku. Tidak menyangka bahwa lelaki dari masa lalunya itu dapat menurunkan ego hingga mau meminta maaf seperti saat ini. Masih jelas melekat diingatan kalau lelaki di seberangnya itu memiliki ego yang sangat tinggi.

Gadis itu seketika mengalihkan pandangan saat terdengar suara derit pintu. Menghela napas, ia menampilkan senyum kelegaan karena orang yang ditunggu akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Dengan tergesa, ia menghampiri sepupu dari pihak ibunya itu. Mengabaikan tampang terkejut Rafif.

"Aku kira Mas ninggalin aku tau." Senyumnya kini telah berganti dengan wajah cemberut. "Di Whatsapp pending mulu."

Rafif hanya terkekeh seraya mengusap kepala berbalut jilbab merah muda itu. "Maaf, ya, lama! Tadi banyak yang mau bimbingan, jadi ngantri. Mas, kan, udah ngabarin kamu. Nggak di-read?" Mata sipit itu memincing. Ia mengendus keganjilan di sini.

Sebuah tepukan memutuskan interaksi dua sepupu itu.

"Loh, Tha, Ente ngapain di sini?" Setelah dikejutkan oleh sepupunya yang menyambangi kampusnya, kini ia harus dikagetkan dengan keberadaan sang sahabat. "Katanya tadi udah selesai bimbingan mau langsung balik."

Lelaki yang disapa 'Tha' itu hanya mengendikkan dagu ke arah Risha. Mata Rafif mengikuti arah yang dimaksud dan berakhir dengan ia yang ber-oh ria seraya memanggut-manggutkan kepala karena mengerti maksud dari kawan sejawatnya itu.

"Mas!" Risha menarik lengan kemeja putih yang dikenakan Rafif saat ini.

Rafif berdeham dan menoleh ke arah Risha. Sedikit menghentakan tangan agar gadis itu melepaskan tarikan pada kemejanya.

"Aku belum sholat magrib, nih," adunya.

Detik berikutnya Rafif sudah melirik arlojinya. Benar saja, waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat. Kemudian atensinya beralih ke sohibnya. "Ente juga belum sholat magrib?"

Menghela napas, lelaki itu menjawab, "Nggak mungkin Ane tinggalin sepupu Ente sendirian di sarang singa."

Menepuk pundak sahabatnya seraya mengumbar senyuman, "Thanks, ya, Gan!"

"Oh, iya ...." Rafif menepuk jidatnya. "Kamu belum kenal sama Artha, kan, Sha?"

"Sudah, kok." Risha melengos begitu saja. Memilih lebih dulu melangkahkan kaki keluar dari gedung yang dikhususkan untuk ruang dosen dan laboratorium itu. "Risha tunggu di masjid."

"Memangnya Kamu tau masjidnya di mana?"

Seruan itu sukses menghentikan langkah Risha. Ia menggeram tertahan. Sepupunya itu tahu sekali tentang dirinya, bahkan tentang ia yang kesulitan menghapal arah dan jalan.

Kekehan itu membuat bibir gadis berlesung pipi itu maju beberapa sentimeter; manyun.

♡♡♡


"Mas, waktu itu katanya ada yang mau ta'aruf sama Aku. Nggak jadi?"

Pertanyaan itu menghentikan langkah Rafif menuju parkiran motor kampus fakultas teknik. Refleknya itu menular pada Risha dan Artha yang ikut berhenti.

Selesai salat magrib mereka bertiga memilih langsung pulang. Artha yang juga mengendarai motor ke kampus memutuskan untuk ke parkiran bersama saja.

"Jadi, dong. Seharusnya, kan, Mas yang nanya, kok, sampai sekarang Kamu belum ngasih kepastian, sih?" Dahinya berkerut; bingung.

"Gimana mau ngasih kepastian? Orang proposalnya aja Mas ambil lagi," sewot Risha. Mukanya sudah tertekuk.

"Eh?" Rafif menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Berusaha mengingat kejadian seminggu yang lalu.

Tanpa dia sadari, ada seseorang yang dari tadi sudah menghujamnya dengan lirikan tajam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 29, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ARTHARUF (Pending)Where stories live. Discover now