xi. aku tidak butuh kegilaan lain dalam hidupku!

13.3K 2.6K 242
                                    

       

Keesokan harinya, begitu aku bangun dan mendapati tiga remaja asing berada di kamarku, aku sudah tidak terlalu terkejut lagi. Dan oke, mungkin aku harus berhenti menyebut mereka 'asing' karena sekarang, aku sudah mengenal mereka.

"Pagi!" sapa LINE yang pertama kali melihatku membuka mata sambil melambai-lambaikan tangannya. Cowok itu sedang duduk di depan meja belajarku, sedangkan di sebelahnya, Instagram tampak sedang merapikan rambutnya di depan cermin.

Begitu mendengar sapaan LINE, Instagram langsung menoleh kepadaku sambil tersenyum lebar. "Halo, Keysha. Udah bangun, ternyata."

"Hm," balasku sambil bangkit untuk duduk di kasur.

"Karena lo udah bangun, gue rasa sekarang adalah waktu yang tepat buat ngomongin apa yang udah gue, Wattpad, dan LINE bahas tadi malam," lanjut Instagram.

Wattpad yang sedang duduk di lantai sambil membaca buku anak-anak yang kemarin kubeli, segera menutup buku itu dan berdiri. "Sebenarnya lebih tepat gue sama Instagram sih, yang bahas. Karena LINE udah ngantuk. Dan dia kan, mau ngantuk mau enggak, ngomongnya emang dikit. Jadi dia enggak terlalu ngebantu, selain ngusulin bagian yang berhubungan dengan dia. Kalau ditanya soal pendapatnya tentang keputusan gue—"

"Gue bantu," balas LINE dengan ekspresi tidak terima. "Sekarang diam."

Wattpad baru akan berbicara, tapi sudah lebih dulu disela oleh Instagram. Cowok itu berkata, "Jadi Key, kemarin kan lo minta semacam misi gitu supaya ponsel lo balik. Nah, kita udah bikin misinya."

Mendadak, kantuk yang tadi masih sedikit kurasakan, hilang. "Misinya apa?" tanyaku, penasaran.

"Kita sepakat kalau di misinya adalah, lo harus lebih percaya diri," jelas Wattpad, "Secara detail, bakal ada tiga tantangan gitu. Nah, tantangan dari Instagram adalah, lo harus percaya diri tampil di depan umum dengan pakaian yang lo pilih sendiri karena lo suka, bukan karena lo pengin orang lain bilang lo kelihatan cantik pakai pakaian itu. Waktunya nanti Instagram yang bakal nentuin.

"Sementara itu, LINE minta lo buat deketin Bima secara langsung di sekolah. Bisa juga kirim surat atau telepon rumahnya. Pokoknya, dia mau lo ngedeketin Bima tapi pakai cara-cara lama, bukan cara instan kayak chat lewat LINE.

"Nah terus, kalau dari gue, gue mau lo nulis sesuatu buat mading sekolah. Di mading, lo kemungkinan besar enggak bakalan dapat tanggapan langsung kayak kalau lo post di Wattpad, tapi memang itu tujuannya—supaya lo bisa nulis sesuatu dan lebih mikirin kontennya daripada mikirin tanggapan dan apresiasi orang lain atas tulisan lo itu," jelas Wattpad sambil tersenyum lebar.

Aku masih menganga mendengar hal-hal gila yang disebutkan Wattpad tadi. Apa katanya? Memilih baju sesuai keinginanku sendiri? Mana bisa! Kalau pilihanku jelek dan tidak cocok, bagaimana?

Lalu, mendekati Bima dengan cara seperti itu.... ya ampun! Mau ditaruh di mana mukaku?!

Dan menulis untuk mading? Tidak akan terjadi! Bagaimana aku bisa tahu apa pendapat pembaca setelah membaca tulisanku? Bagaimana kalau tulisanku mengecewakan mereka? Kan, tidak ada tombol vote yang membuatku tahu seberapa banyak orang yang suka tulisanku.

"Ada pertanyaan?" tanya LINE dengan ekspresi yang sangat ramah.

Namun, ekspresi itu justru membuatku sebal. Bisa-bisanya dia bersikap ramah seperti itu setelah mengusulkan ide-ide gila barusan?

"Ada," jawabku, "kalian gila, ya?!"[]

a.n

halooo! Aku kembali dengan chapter baru buat cerita ini ^^ HEHE. Maaf banget yaaa late update paraaah banget wkwk : ). Semoga habis ini bisa rutin aamiin : )).

15 September 2017

When Social Media Comes AliveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang