35• Situasi Sulit

79.7K 5.3K 224
                                    

[TIGAPULUH LIMA]

"RAYNZAL! Kamu itu, gak ada kapok-kapoknya!"

Omelan lantang yang keluar dari bibir Pak Fahri berhasil membuat Raynzal memaki di dalam hatinya, apalagi sewaktu tangan guru itu menarik kuat-kuat telinga kirinya.

"Aw, Pak! Sakit kali, kasar banget mainnya." Cowok itu masih sempat-sempat bercanda, padahal wajah Pak Fahri sudah merah padam.

Tarikan pada daun telinga Raynzal semakin Pak Fahri perkuat, "Sudah merokok di lingkungan sekolah, di tambah minum-minuman keras! Mau jadi apa kamu!?"

Raynzal semakin meringis dibuatnya, telinganya serasa ingin copot saat ini juga, "Inituh alkohol cuma lima persen, Pak. Gak bakal saya mah mabuk-mabukan di sekolah! Saya nakal gini juga masih tau aturan."

Steve dan Al yang melihat jelas adegan itu hanya bisa mengulum senyum, tak ingin ikut-ikutan karna ujung-ujungnya mereka hanya akan masuk ke dalam ruangan khusus. Dan spesial untuk hari ini, mereka berdua tak ada yang mau menginjakan kaki di ruangan itu.

"Tau aturan gundulmu!" Pak Fahri murka, "Di sekolah ini aturannya tidak diperbolehkan untuk merokok apalagi minum-minuman beralkohol!"

"Inikan lagi di taman, Pak. Bukan di sekolah?"

"RAYNZAL FAROZA!!"

Raynzal menggaruk-garuk telinga yang terasa gatal karna teriakan yang baru saja Pak Fahri keluarkan tepat di samping daun telingnya, "Buset." Cowok itu bergumam.

"Kamu bilang apa ke saya?" Tanya Pak Fahri yang ternyata mendengar apa yang baru saja Raynzal katakan walau volumenya sudah sangat amat kecil.

Dengan cepat cowok itu menggeleng, "Saya ngomong sama Steve kok, Pak."

Merasa namanya di bawa-bawa, Steve menautkan alisnya tak suka, "Apaan lo? Kenapa jadi gue? Bohong, Pak! Sikat aja, udah."

Raynzal menggeretakan giginya, "Penghianat lo, tai!"

Steve menjulurkan lidahnya tak perduli, mungkin kalau saat ini telinganya tak di jewer, Raynzal akan menendang bokong cowok itu sekuat mungki sebagai balasan karna sudah menggodanya.

"Sudah! Ikut Bapak!" Pak Fahri menarik gemas murid kesayangannya itu.

"Iya, Pak. Pasti saya ikut Bapak. Tapi janji ya, Pak, jangan di skors hukumannya?" Tawar Raynzal dengan wajah memelas, "Nanti saya ketinggalan pelajaran gimana, Pak? Emang Bapak mau jadi tutor saya?"

"Ngomong sama tembok!" respon Pak Fahri tak perduli yang segera menghadirkan tawa keras Al dan Steve yang masih setia duduk di bangku taman.

Sedangkan Derren, Richard, Arkan dan Arga hanya tersenyum geli saat melihat tingkah menyimpang sobatnya yang sudah menghilang bersama Pak Fahri ke dalam sekolah.

"Gila sih, bocah. Bawa bir ke sekolah, di kira dia ini rumah nenek." Al masih sibuk untuk mencoba menghentikan tawanya dengan napas yang naik turun.

"Ke rumah nenek bawa bir juga namanya cari mati gila. Bisa langsung di sunat gue." Ikut Steve di sela-sela tawanya.

"Eh iya, temen lo jadi ngundang kita ke club nanti malem?" Richard mengeluarkan suaranya, menatap Derren yang kini tengah mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan kepadanya.

Shanin's Diary (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang