Una In Perpetuum

8 4 0
                                    

By : YuiHisoka

Cinta. Satu kata mendefinisikan perasaanku sekarang. Aku tidak tahu, apakah dia juga memiliki perasaan yang sama denganku? Yang kuyakini adalah bahwa aku benar-benar mencintainya. Pertemuan awal kami bukanlah pertemuan yang manis, aku menolongnya saat ia benar-benar kehilangan sejumlah uangnya.

Perempuan itu sangat gelisah saat aku berjumpa dengannya untuk pertama kali. Dan, saat itulah aku di sana, membayar semua yang dia miliki.

Aku kira saat aku menolongnya kami akan lebih akrab, tapi semua hanyalah ilusi belaka.

Aku hanya memandangnya dari jauh saat dia mempunyai perasaan kepada pria lain. Dadaku terasa sesak, sungguh ini sangat menyakitkan untukku. Ada rasa tidak rela untuk merelakkan dirinya untuk pria lain. Aku tidak yakin untuk itu, tapi aku tidak punya pilihan lain. Dia sosok yang naif, hanya memandang sebuah kebahagiaan—dari sosok yang ia sayangi. Pikiranku mulai berkecamuk tentang bahwa aku bisa mendapatkan dia—Amora. Rasa paranoidku muncul seketika, rasa memiliki dan obsesi menjadi satu.

Apa pun caranya aku bisa memilikinya. Itulah mantra membuatku ingin melakukan hal di luar akal manusia. Aku menculiknya, bahkan aku merebut kesuciannya.

Aku adalah pria gila—menyakiti perempuan kucintai. Perasaan ini, perasaan puas yang tak terelakkan. Aku adalah pria yang pertama baginya, bukankah itu hebat. Semua akan baik-baik saja, mungkin saja aku akan menjadi seorang Ayah.
Dan lagi-lagi aku terlalu naif dengan pikiranku yang sebelumnya.

Perjuanganku kini hanyalah sia-sia, dia tidak mencintaiku. Diam-diam dalam tidurnya ia masih menggumamkan nama pria lain di depanku. Aku marah, rasa marah ini menjalar di semua pikiranku. Aku mencengkal lehernya sangat erat sampai ia terbatuk hebat dan memandangku terkejut.

“Berani-beraninya kau memanggil pria lain di depanku!” Dia bergetar begitu hebat, bahkan kedua matanya berkaca-kaca—memandangku. Dia tidak menjawab hanya menahan rasa sakit yang kuberikan kepadanya.

“JAWAB AKU, AMORA!” Dia menangis tersedu-sedu, saat aku berteriak meninggikan suaraku.

“Ja—Jangan lakukan ini, Tobias.” Dia memohon di tengah rasa sakit ia rasakan. Aku menatapnya begitu tajam.

“Pria itu mati atau kita mati bersama!” Aku memberinya dua pilihan. Bukankah itu bagus, jika dia tidak bisa di miliki. Aku akan membuatnya di miliki diriku seorang.

“A—Aku mohon, jangan sentuh dia. Aku akan mati bersamamu.” Dengan segera aku melepaskan cengkalanku dari lehernya, aku menaikkan sudut bibirku. Aku senang dia memilihku, dia ingin mati bersamaku.

Aku mengelus pipinya sedikit tirus. Dia menggigil begitu hebat saat aku kembali menyentuhnya secara perlahan.

“Pilihanmu cukup bagus, Amora. Aku tidak akan membuatmu mati sia-sia. Aku akan membuat rambut indahmu lepas dari rongga. Setiap lapisan kulitmu yang halus akan terlepas perlahan-lahan. Dagingmu yang kenyal tidak akan kusia-siakan. Aku akan menyantap tubuhmu sampai habis. Tiap bagianmu akan menyatu dengan diriku—dan saat itulah kubunuh diriku bersama kau yang ada di dalam diriku—selamanya.” Dan saat itulah aku tidak menyesali keputusanku sekarang.

*)Una In Perpetuum: Bersama untuk selamanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 21, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Event PerjuanganWhere stories live. Discover now