BAGIAN 34

6.9K 514 27
                                    

Malam yang lumayan dingin di Jakarta yang telah di guyuri hujan derasnya di luar apartemen. Cuaca gelap di malam hari terlihat sangat gelap dari sebelumnya. Budi sepertinya akan terlambat datang untuk makan malam, karena dia pasti terkena jebakan di hujan malam ini.

Aku tidak fokus makan. Bahkan selera makanku sudah mulai menurun. Mataku terus melirik melihat gerak-gerik kakakku. Dia sedang memakan makan malamnya dengan khidmat. Masakan makan malam kali ini kakak membuatkan ikan tuna fillet bersama dengan sayur bayam campur jagung. Kakak sepertinya merasakan sesuatu yang aneh padaku karena aku terus memperhatikannya.
"Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu? Ada yang aneh dengan wajahku?" Kakak menatapku balik memasang wajah keheranan.

"Ti-tidak ada apa-apa," jawabku.

"Kau selalu pulang malam, apa kuliahmu sedang banyak tugas?" Kakak mulai memulai percakapan diantara kami menembus kesunyian. Dia memakan satu dan dua suap makanannya kemudian sesekali melirikku menanti jawabanku.

"Kemarin aku baru saja ke rumah ayah di Yogja."

"Lalu? Kau bertemu dengan tante Marta?" tanya kakak yang sedikit terkejut dengan jawabanku, namun sepertinya dia sudah biasa karena aku selalu melakukan sendiri jika aku bepergian tanpa pamit darinya.

"Kau tahu?" Aku terkejut sedikit memancingnya untuk mengarahkan perbincangan kami lebih dalam lagi.

"Tentu aku tahu, sebelum kau datang kesana. Aku lebih dulu datang kesana untuk memastikannya."

Jawaban kakak membuatku memiliki dugaan yang sudah kuduga, namun karena aku masih ragu dan belum yakin dengam dugaanku maka aku urungkan.

"Kenapa kau melirikku seperti itu?" Kakak meletakkan garpu dan sendok makannya secara bersamaan sambil memandangiku.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" Kali ini aku menatap wajahnya secara keseluruhan.

"Apa?"

Aku menelan salivaku secara paksa, sangat kerasnya aku menelan nasi tanpa bantuan dari kuah sayur bayam buatannya,
"Tante Marta mengatakan padaku kalau ayah sebenarnya tidak memiliki anak perempuan."

Pernyataanku membuat senyum kakak yang tergambar di wajahnya menurun. Dia menurunkan senyumnya dan menatapku lekat-lekat. Terdengar suara pintu masuk seseorang masuk ke dalam apartemen. Benar saja Budi terlambat di saat makan malam, dia terjebak dengan hujan. Budi melepaskan jas hujannya dan dia simpan pelan-pelan menuju kamar mandi, setetes dua tetes air bulir hujan yang masih ada di jas hujannya menetas jatuh ke lantai. Kemudian dia bergabung di meja makan bersama kami, dia bergumamkan kekesalannya dengan pekerjaannya dan hujan malam ini.

"Oh, tidak! Aku sangat terjebak hujan hari ini. Maafkan aku pulang telat-" Budi terperangah melihat tatapan mata aku dan kakak saling pandang dengan seriusnya. Dia berhenti mengeluhkan kekesalannya, seakan menyesali telah berkata seperti itu.

Kakakku menatap kembali pada piring makannya dan membawanya berjalan kearah wastafel "Kita akan bicarakan ini nanti."

Budi berbisik padaku dia terlihat lebih cemas daripada aku yang sedang menahan ketakutanku karena memandangi kakakku yang terlihat sangay berbeda.

"Apa yang sedang terjadi?"

Aku bangun dan pergi meninggalkan Budi yang tidak tahu sama sekali apa yang terjadi di antara kami berdua.

Pintu kamarku kunci dan aku sandarkan bahuku di balik pintu kamar. Aku mulai berpikir bahwa nenek-nenek itu adalah kakakku, tapi mengapa kakakku menyamar menjadi nenek-nenek? Untuk apa? Apakah kakakku penculiknya? Tidak, aku tidak boleh menuduh kakakku sendiri sebagai penculiknya. Jika iya, apa motifnya?

INSOMNIA [SUDAH TERBIT] ✅ Where stories live. Discover now