03 - Mama [Jungkook POV]

9 2 0
                                    

Musim dingin kali ini menjadi musim dingin pertama aku merasa hampa. Sejujurnya, salju adalah salah satu hal yang selalu kutunggu setiap tahun. Tapi hingga di ujung musim, belum ada kebahagiaan yang aku rasakan. Sudah hampir satu jam aku duduk di kursi taman depan rumah. Bukan melamun atau mencari inspirasi. Hanya saja... diam. Ya. Hanya diam.

Cahaya matahari sudah hilang sejak tadi, maklum musim dingin. Malam begitu cepat datang dan siang begitu cepat hilang. Membuatku terasa, hampa. Hah! Kuacak dengan gemas rambut coklatku tanda frustrasi yang begitu menjalar hingga ke sel terkecil. Ya, aku si Jeon Jungkook sedang frustrasi karena hal yang tidak jelas.

Kudengar deru mobil mendekat perlahan menuju rumah di depanku. Aku baru sadar, sejak tadi lampu rumah itu belum ada yang menyala. Aku memang tinggal di kawasan perumahan yang bisa dibilang tidak sederhana namun juga tidak mewah. Setiap rumah cukup untuk ditinggali oleh sebuah keluarga kecil atau bujangan seperti aku. Jarak antar satu rumah dan yang lainnya pun tak begitu jauh sehingga kami cukup mengenal dan cukup dekat untuk menjadi keluarga di rantauan. Ya, aku pun merantau jauh dari rumah yang sebenarnya.

“Jungkook-ssi!!” aku mendongak seraya memberikan seulas senyum terpaksa.

Itu suara Taehyung, tetangga sekaligus muridku. Sebatas informasi, aku adalah seorang guru Bahasa Korea. Dulu, sebelum aku wisuda, selalu terbayang akan ada panggilan kerja dari sebuah sekolah ternama atau paling tidak tempat kursus yang banyak digemari di negeri ini beberapa hari setelah kelulusanku. Tapi nyatanya, beberapa tahun aku mengirimkan CV ke berbagai tempat kursus dan mencoba peruntungan di setiap lowongan kerja untuk guru yang dibuka pemerintah. Namun nihil. Hingga akhirnya aku nekat keluar dari Busan dan terdampar di sini, di depan rumah keluarga Kim yang memberikan aku rekomendasi di sekolah tempat Tehyung menjadi muridnya.

Dan begitulah Taehyung, menghormatiku sebagai guru di sekolah namun tetap menganggap aku tetangga di rumahnya. Anak muda memang begitu, kan? Aku memilih menghangatkan diri di dalam rumah setelah melihat ketiga laki-laki tampan itu masuk ke rumah mereka. Sepertinya aku butuh istirahat.

Aku memilih duduk di sofa ruang tamu sambil menutup mata, mencoba meyakini bahwa keputusan untuk tinggal jauh dari orang tua adalah keputusan yang tepat untuk laki-laki seusiaku. Aku hampir benar-benar terpejam sebelum suara ketukan pintu memaksa aku bangkit dan mendapati Namjoon, kakak Taehyung, berdiri dengan senyum khasnya.

“Sudah lama kau tak berkunjung.”

“Masih sibuk dengan kuliah, hyung.” Tanpa menunggu perintah, Namjoon masuk mendahuluiku ke ruang tamu.

“Benarkah sibuk dengan kuliah? Atau dengan wanita baru?”

“Hah! Hyung bisa saja. Memangnya aku punya wanita baru? Wanita lama saja aku tak punya.”

“Ooo... kau belum mau berlabuh rupanya. Masih mau menemaniku melajang?”

“Entahlah. Setidaknya aku punya alasan kenapa masih belum memiliki wanita dan hyung  tahu itu. Tapi apa alasan hyung sampai sekarang belum memiliki kekasih?”

Aku hanya mengedikkan bahu. Aku malas membahas poin nol yang kupunya untuk urusan asmara jika sudah berurusan dengan Namjoon.

“Kau sebaiknya mencari pengganti wanita itu Namjoon-ah, relakan dia pergi dengan tenang.” Kubawa langkah ke arah dapur, “aku tak punya minuman selain soju dan air putih.”

“Ck... selalu seperti itu. Soju lah karena aku akan menemani hyung malam ini. Aku tahu hyung tidak dalam keadaan baik.”

Langkahku menuju kulkas tertahan sekejap dan kutolehkan wajah melihat sosok Namjoon yang sudah dengan santainya mengangkat satu kaki ke lengan sofa dan kepalanya berada di lengan sofa satunya.

Intersection: A Story of an Uncompleted Journey Where stories live. Discover now