16. Ucapan

6.3K 260 4
                                    

Mulai masuk konflik awal nih, kalo ada yang kurang jangan segan vomment nya ya! hehe
Enjoy the story:)

"Jangan menggenggam terlalu erat ketika sebenarnya kamu belum tahu seberapa penting dirinya di dalam hidupmu."

***

Matanya berulang kali berkedip, sinar matahari masuk melalui sela-sela jendela. Kepalanya tidak terlalu pusing lagi, hidungnya masih susah bernafas namun rasanya tidur semalam sangat nyenyak.

Tidak ada mimpi apapun yang singgah, rasa tidurnya sangat singkat. Apa ini karena kemarin? Tak terasa bibirnya melengkung keatas membayangkan kejadian itu.

Lara pun berdiri karena mendengar suara ribut dari arah dapur. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ini masih pagi, Lara sendiri di rumah ini. Apa jangan-jangan?!

Dengan hati-hati ia turun dari kasur, berusaha sebaik mungkin tidak menimbulkan suara. Lara menelanjangi kamarnya, mencari kiranya benda apa yang bisa digunakan untuk tameng dan alat jaga diri. Ah, ada remot AC! Kecil sih, tapi kalau Lara pukul dengan sekali sentak lumayan juga!

Perlahan, Lara berjalan mengendap-endap dengan bantal dan remot AC yang ada di genggamannya kemudian membuka kenop pintu. Suara gaduh itu masih terdengar jelas di telinganya. Ini pertama kalinya Lara berhadapan dengan maling. Oke tarik napas, buang perlahan.

"Huft..."

Memejamkan mata kuat-kuat, Lara mendekat ke arah orang itu. Baju hitam dan rambut legam. Lara berhitung dalam hati, memberi aba-aba dan penyemangat untuk dirinya sendiri.

Satu.. Dua.. Tiga!!

"MALING LO YA!!! HAH! MAMPUS LO!!" Lara memukul kepala laki-laki itu dengan remot AC juga dengan bantal yang dijadikan tameng tadi. Tuhan, selamatkan Lara!

"Eh, sakit woy!! Lara! Ini gue Biru!! Aduh!"

Lara pun kemudian memberhentikan aktivitasnya. Bantal serta remot itu pun jatuh begitu saja. Ini bisa dikatakan lebih dari sekedar terkejut.

Bukan malu akibat sikapnya barusan, hanya saja ini seperti mimpi. Lara mencubit pipi kiri juga kanannya. Astaga, sakit! Jadi ini benar Biru?!

"Lo kok, disini?"

"KEPALA GUE!!!"

***

Lara masih sedikit tidak percaya dengan kenyataan di depannya. Rasanya usapan kain berisi es pada tangannya ini bukan ditujukan untuk dahi Biru. Kakak kelasnya itu, sahabat yang berhasil membuat rasa di hatinya tidak karuan, perutnya yang terasa seperti di kocok berkali-kali, kini menatapnya.

"Gue minta maaf, gak sengaja sumpah! Gue pikir-"

"Maling? Kan kemarin gue bilang mau jemput, lupa?"

"Gue kan baru bangun. Lagian kenapa lo gak telepon?"

"Gue gak telepon atau lo yang kebo? Cek handphone sendiri sana!"

Lara buru-buru berjalan ke nakas dan mengecek handphonenya.

Benar saja, ada banyak pesan yang belum dibaca juga beberapa kali telepon tidak terjawab. Lara meringis menatap wajah masam laki-laki itu.

Mereka memang sedang ada di kamar, sudah biasa. Biru setiap main ke kontrakannya pasti selalu mengajak nonton film bersama atau paling tidak main PS.

Sebentar, sekarang jam berapa? Astaga! Jam setengah tujuh?! Tamatlah riwayat mereka.

"Keluar cepet gue mau mandi, lo kok gak bangunin gue dari tadi sih?! Kita telat!" Lara mendorong tubuh itu dengan cepat kemudian mengunci pintunya.

BILA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang