22. Bad Day or Good Day?

5.4K 216 12
                                    


"Hal terakhir yang ku ketahui membuatku sakit ialah bukan karena orang yang kusayangi pergi karena dikhianati, tetapi karena kamu bersamanya."

***

Beberapa bulan berteman dengan Biru, Lara jadi dekat dengan kedua sahabatnya Biru.

Seperti sekarang, saat Lara sudah berusaha keras mencari pekerjaan kesana-kemari, Adit dengan baik hatinya menawarkan Lara untuk bekerja menjadi kasir di sebuah toko buku milik ibunya.

Lara yang memang sangat membutuhkan pekerjaan pun dengan senang hati menerimanya. Lara bisa bekerja dari siang hingga malam hari.

Itu pun hanya sampai jam delapan saja. Ibunya Adit bilang, Lara masih anak sekolah jadi selama hari biasa ia tidak boleh kerja hingga larut. Pengertian sekali kan?

Siang ini, rencananya Lara ingin mulai bekerja. Adit dengan baiknya mau mengantar Lara di hari pertamanya ini. Biru? Biru hilang di telan bumi. Tepat ketika kaki Lara sudah berangsur sembuh, Biru perlahan menjauh.

Memang tidak sebegitu parahnya sampai melupakan Lara, karena Biru masih menyapanya, masih mengajaknya mengobrol hal-hal aneh, bahkan beberapa kali mengantarnya pulang. Tetapi rasanya berbeda. Lara merasakan waktunya bersama Biru kurang.

Setelah Biru semakin kenal dengan teman-teman Lara, Biru menjadi benar-benar akrab dengan mereka.

Terutama Kinan. Lara tahu, mereka mungkin cocok karena sama-sama suka novel juga puisi. Lara tidak marah. Hanya saja, perasaan mengganjal itu begitu mengganggu pikirannya.

Lara akhir-akhir ini jadi sering berpikir kira-kira apa saja yang Biru lakukan bersama Kinan. Meskipun Lara tahu karena Biru sering menceritakannya, tetapi pasti akan berbeda dibanding melihat sendiri kejadian yang ada.

Sebentar, Lara berpikiran apa sih? Memang Lara siapa? Jelas dia bukan siapa-siapa. Itu hak Biru untuk dekat dan berteman dengan siapapun.

Biru juga tidak marah jika Lara jalan bersama Adit, Oyo, atau Dika. Meskipun Biru sering mengirim pesan beruntun jika Lara lama membalas, tetapi itu wajar.

Ah, mengapa Lara memikirkan hal itu?

"Ra, udah sampe nih. Lo mau di motor terus?" Adit membuyarkan lamunannya.

"Lo mikirin apaan sih? Biru?" Adit membalikkan badan ke arahnya.

Mengapa sih selalu tentang lelaki itu? Memangnya apapun yang menyangkut tentang dirinya harus selalu tentang Biru?

Memang benar sih Lara sedang memikirkan Biru, tapi mengapa semudah itu ditebak?

Adit tertawa renyah. Lara menatap lelaki itu dengan pandangan horor. Siang bolong seperti ini, tidak mungkin setan berkeliaran kan?

"Lo kenapa dah? Apanya yang lucu?"

"Lo lah!" Adit semakin kencang tertawa. Sejak awal Lara berkenalan dengan Adit, Lara sudah mempunyai perasaan tidak enak karena sifat Adit yang susah ditebak.

Sekarang kakak kelasnya ini tingkahnya justru semakin menyeramkan. Ada apa memangnya dengan Lara? Wajahnya ada kotoran?

Lara meraba wajahnya sambil mencoba membersihkan. Tapi tidak ada apapun.

"Ada apaan sih? Ngomong gak lo!" Lara menatap tajam ke arah lelaki itu.

"Lo mau sampai kapan duduk di motor gue? Dari tadi diem aja gak turun-turun. Masih mau lama-lama sama gue?" Adit terkekeh geli membuat Lara semakin malu.

Astaga benar juga! Lara turun dari motor itu dan segera berjalan masuk ke dalam toko buku.

Adit berlari pelan sambil tertawa kencang. Apalagi sih? Beberapa pengunjung sekarang melihat ke arah mereka.

BILA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now