Siapakah Dia?

17 1 1
                                    

Part 27


Aku mematut diri dicermin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku mematut diri dicermin. Memastikan tak ada make up yang tertinggal di wajahku. Meski seharian letih dengan baju kebaya dan high heel di kaki. Aku sungguh bahagia. Telah selesai rangkaian acara sederhana akad nikah di KUA saja dan lanjut acara resepsi yang super mendadak.

Beruntung Papi Triawan punya banyak kolega sehingga dengan mudah mendapat ball room sebuah hotel lengkap dengan aneka makanan chatering. Urusan baju memang dulu kami pernah ke bridal dan memesan setelan baju pernikahan. Semua orderan baju itu ternyata tidak dicancel oleh Mami. Tetap di beli sesuai ukuran dan model yang kami tentukan.

Dan sore sudah menjelang, aku baru saja selesai mandi dan berganti costum. Setelah selesai aku kini berganti baju dan bersiap pulang. Dua orang perias dan dua asistennya sudah selesai membereskan semua perlengkapannya. Mereka pamit mendahuluiku. Aku mengucapakan terimakasih dan kami bersalaman.

Aku menghubungi Dika dengan smartphoneku. Aku tidak tahu dia ada dimana, karena dia lebih simple baju dan riasannya, jadi tadi pamit keluar dari kamar hotel lebih dahulu.

Kamar ini disewa Dika memang untuk make up aku dan keluargaku. Kamar sebelahnya juga khusus untuk make up Dika dan keluarganya. Sama-sama di lantai lima.

Aku berjalan keluar kamar menuju lift, sembari melihat layar android, Dika mengirim pesan, dia menunggu di lobi. Kulihat banyak orang menunggu pintu lift terbuka, aku pun menuju ke sana.

Kulihat lorong hotel ada beberapa orang sedang ngobrol.
Ada dua lagi laki laki dan perempuan pegawai hotel, nampak sedang menarik meja dorong berisi tumpukan handuk, selimut dan seprei.
Pintu lift sudah tinggal beberapa langkah ketika badanku bertemu badan seorang laki laki pegawai hotel. Dia yang semula membungkuk menaruh selimut kini tegak berdiri. Tepat di depanku. Dan aku terlonjak sangat kaget.

"Di... Dika?" Badanku seketika terlempar pas didinding sangking kagetnya. Bukankah wajah itu milik Dika? Tapi.. tapi... dia tak menanggapi keterkejutanku. Apa aku mimpi? Dia. laki laki itu, pegawai hotel itu masih di depanku. Sibuk dengan lipatan selimut dan handuk. Aku memandangnya tak berkedip. Ah. Kukira bukan Dika.

Dia nampak berkulit hitam, lebih kurus dan berambut gondrong tak beraturan. Tapi kenapa sangat mirip? Aku masih bengong terpaku tak sanggup bergerak. Ya Tuhaan.. siapa dia? Kok begitu miripnya dengan Dika? Rupanya laki laki itu kini memperhatikan aku. Mata kami bertemu. Aku kian ternganga. Iya. Ini benar benar identik dengan Dika.

Tiba tiba badanku terasa lemas seketika. Kepalaku seperti berputar putar. Aku terkulai merosot kelantai. Mataku berkunang kunang.
Aku masih mendengar beberapa orang datang memburuku. Mengangkat badanku. Membiarkan aku selonjor di sofa panjang di lorong hotel. Laki laki mirip Dika itu masih di sekelilingku. Bahkan taklama setelahnya dialah yang membawakan segelas air hangat untukku.

Perlahan aku duduk meneguk air putih hangat. Perlahan kesadaranku pulih. Mataku membuka lebar lebar. Kepalaku masih berdenyut. Dan kubaca papan nama dibaju laki laki itu, Ganang. Ya, Ganang terlalu mirip dengan Dika. Aku sejenak tadi sangat shock.

"Ibu di kamar berapa?" suara Tantri, begitu kubaca papan namanya, dia teman Ganang. Aku meraba saku baju. Menemukan kartu pembuka pintu kamarku.

"Oh. 542. mari bu,biar kami antar." cekatan saja Tantri memapahku. Dan Ganang membawakan tas ku.

"Terimakasih." ucapku setelah mereka berdua mengantarku sampai masuk ke kamar.

Ganang meletakkan tasku di atas meja rias.

"Iya bu. sama sama.. ibu sakit? Perlu kami carikan obat?" tawar Tantri ramah. Mataku masih tak berkedip menatap Dika oh Ganang. Dari tadi aku ingin mendengar suaranya, tapi dia nampak sangat pendiam.

"Emm.. Mungkin saya kecapekan saja. Bisa tolong pesankan teh panas?" tanyaku. Masih berharap Ganang bersuara.

"Kamu tolong ya ambilkan di resto." perintah Tantri pada Ganang. Tantri nampak sedikit lebih tua. Ganang mengangguk saja seraya mundur hendak pergi.

"Emm... tolong dibawa kesini." tambahku.

"Baik bu."

Lagi lagi aku terkesiap. Suara itu juga milik Dika. Oh Dika.. kau ada dimana? Kepalaku berdenyut lagi.

"Ibu. Maaf, saya pamit melanjutkan pekerjaan." Tantri hendak ikut keluar dari kamarku juga. Aku harus menahannya. Aku ingin tanya tanya tentang siapa Ganang. Tapi dengan cara apa?

"Belum selesai ya mba,beres-beresnya?" tanyaku.

"Ooh. Tadi itu cuma nyiapin dua kamar bu. Ada yang mau check in satu jam lagi."

"Shift siang ya?" tebakku asal.

"Iya."

"Ganang juga?"

"Kalo Ganang pagi, ini sebentar lagi dia pulang."

"Mba Tantri asli Jakarta?"

"Saya Jawa bu. Tapi lahir dan di besarkan disini."

"Kalau Ganang?"

"Ganang asli mana ya, kurang tahu Bu. Ibunya sih di Jakarta, keluarganya itu merantau juga, Istri dan anaknya juga di Jakarta Bu."

Jakarta??

"Ini bukannya kamar pengantin ya Bu?" Tantri sedikit kaget. "Ooh, Ibu pengantinnya ya, yang tadi menggelar resepsi pernikahan di lantai dua kan?"

Aku mengangguk.

"Tantri, boleh aku meminta no Hpnya Ganang?"

"Maaf bu?" Tantri kaget seolah salah mendengar aku bicara.

"Maaf kalo terdengar aneh. Tetapi aku tadi kaget setelah melihat wajah Ganang. Coba kamu lihat ini..." Aku membuka androidku. Beberapa foto Dika aku tunjukkan pada Tantri.

"Ya Allaaah..." Tantri ternganga menutup mulutnya. "Iiiiyaa bu, mirip sekali."

SERIBU RASAWhere stories live. Discover now