48. Apa?

44.5K 3.1K 80
                                    

"Aida?"

Aida menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat siapa yang memanggil namanya. Ketika ia lihat, ternyata itu Rifqi. Kenapa Rifqi bisa ada di sini? Apa Rifqi mengikutinya sampai ke rumahnya?

"Rifqi? Ngapain kamu ke sini?" tanya Aida. Tadi niatnya ia akan membuka gerbang rumahnya, tapi tidak jadi karena ada Rifqi.

Rifqi tersenyum lebar. Ia sengaja mengikuti Aida sampai ke rumahnya, karena ia ingin bicara sama Aida. Kenapa dia menghindar darinya?

"Aku ngikutin kamu dari sekolah sampe sini. Hehe." Rifqi cengengesan, kemudian ia tersenyum manis ke arah Aida, membuat Aida diam terpaku sambil menahan napasnya. Kenapa Rifqi tersenyum seperti itu? Membuat Aida jadi susah move on.

Aida menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak boleh terpesona dengan senyuman Rifqi. "Gak ada kerjaan banget sih. Udah ah kamu pulang. Aku mau masuk." Tangan Aida bergerak membuka gerbang rumahnya.

"Eh, tunggu, Da!" seru Rifqi, membuat gerakan Aida terhenti. "Aku cuma mau tanya sama kamu, kenapa kamu kayak ngehindar gitu sama aku?" lanjutnya.

"Perasaan kamu doang kali, aku gak ngehindar, kok. Ya udah aku masuk, kamu juga pulang." Setelah mengatakan itu, Aida benar-benar masuk ke dalam rumahnya, tanpa memedulikan Rifqi yang masih diam mematung seperti orang bodoh.

"Perasaan aku doang katanya. Padahal semua orang juga tau kalau kamu ngehindar," cibir Rifqi.

***

Sarah mengerutkan dahinya bingung ketika melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumahnya. Mungkin ada tamu, pikirnya.

Tanpa pikir panjang, ia melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Ia masuk ke dalam rumahnya.

"Sarah?" Suara bundanya menghentikan langkahnya ketika ia akan masuk ke dalam kamarnya.

"Ada apa, Bun?" tanya Sarah.

"Ikut bunda ke ruang tengah. Ada tamu yang mau bicara sama kamu," ucap Lia dengan nada tidak biasa.

Sarah bingung. Jelas ia sangat bingung. Ia kira tamunya itu teman bundanya atau teman ayahnya. Tapi ternyata tamu itu ingin bicara kepadanya.

Sesampainya di ruang tengah, Sarah membulatkan matanya tidak percaya. Di sofa ujung kanan, seorang lelaki sedang duduk diimpit oleh wanita dan lelaki paruh baya. Dia adalah... Aldo. Ya, lelaki itu Aldo. Ada apa Aldo kesini?

"Aldo? Ngapain kamu kesini?" tanya Sarah nyaris berteriak.

Lia mengusap punggung Sarah, menyuruh Sarah tenang dan ikut duduk di sebelah ayahnya yang kebetulan sedang ada di rumah. Sarah mengikuti perintah Lia, ia duduk di sebelah Aji dengan perasaan gelisah. Ya, gelisah jika Aldo mengatakan bahwa dia dan Aldo pernah pacaran.

"Ayah benar-benar kecewa sama kamu, Nak," ucap Aji.

Sarah menelan salivanya susah payah. Dugaannya pasti benar, Aldo sudah mengadu.

"Kenapa kamu gak jujur kalau kamu pernah pacaran sama Aldo?" tanya Aji.

"Sarah gak pernah pacaran, kok, sama Aldo. Aldo hanya mengada-ada saja," elak Sarah. Semoga saja ayahnya percaya dengan ucapannya.

"Kamu jangan mengelak lagi. Aldo sudah punya bukti, dia punya foto-foto kalian berdua saat sedang pacaran."

Mati kutu. Ia tidak bisa mengelak lagi. Kini tatapannya beralih ke arah Aldo yang sedari tadi hanya diam.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Sarah sinis.

"Mau bertanggung jawab atas apa yang pernah kita lakukan," jawabnya.

Sebenarnya apa yang diinginkan Aldo sih? Bukannya Aldo pernah bilang kalau ia sudah tidak mencintai Sarah lagi. Tapi, kenapa ia mau bertanggung jawab atas kesalahan yang pernah mereka lakukan?

"Karena kalian pernah pacaran, jadi ayah akan menikahkan kalian berdua," ujar Aji.

Sarah menatap ayahnya dengan tatapan tidak percaya. Ia menggeleng tegas, tanda bahwa ia tidak mau menikah dengan Aldo.

"Gak! Sarah gak mau. Sarah udah gak cinta sama Aldo. Sarah cintanya sama Rana, Yah. Jadi Sarah mohon jangan nikahkan Sarah sama Aldo." Sarah menatap Aji dengan tatapan memohon. Berharap semoga ayahnya membatalkan niatnya untuk menikahkan dirinya dengan Aldo.

"Bukankah itu perjanjiannya? Kalau kamu ketauan pacaran, kamu akan dinikahkah."

"Tapi, Sarah udah lama putus dari Aldo."

"Perjanjian tetap saja perjanjian. Ayah tetap akan menikahkan kamu dengan Aldo. Kalian 'kan pernah bersama, jadi tidak menutup kemungkinan bahwa diantara kalian masih ada rasa cinta. Walaupun itu hanya sedikit."

Tapi nyatanya tidak seperti itu. Baik Aldo, maupun Sarah, mereka berdua sudah tidak saling mencintai. Bahkan rasa itu sudah hilang sejak lama.

"Sarah sudah tidak mencintai Aldo, Yah."

"Perlahan-lahan rasa cinta itu akan hadir kembali dihati kalian."

Benarkah? Apakah rasa cinta itu akan hadir lagi dihati Sarah ataupun Aldo?

"Terima kasih, nak Aldo sudah mau datang kesini. Jadi, kami tidak perlu repot-repot mencarikan jodoh untuk Sarah." Aji tersenyum sopan ke arah Aldo.

Aldo tersenyum kaku. Selama beberapa hari ke belakang ia terus dilanda kebingungan, tapi akhirnya ia menemukan jawaban juga melalui shalat istikharahnya. Dan pilihan terbaik adalah ia harus menikah dengan Sarah. Walau rasa cinta belum hadir dihatinya, tapi ia yakin, bahwa cinta akan hadir karena terbiasa. Dan semoga saja setelah menikah ia bisa mencintai Sarah kembali. Seperti dahulu.

"Papa bangga padamu, Do." Rudi——papanya Aldo menepuk-nepuk punggung anak sulungnya.

"Iya, mama juga bangga sama kamu, Sayang. Sekarang anak mama udah dewasa. Mau bertanggung jawab atas perbuatannya." Resti——mamanya——ikut menimpali.

"Gak usah berlebihan deh, Ma, Pa. Nanti idung Aldo terbang." Aldo nyengir. Membuat mama dan papanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Aldo yang menurut mereka berlebihan.

"Ih ayah, jadi ayah berniat mau mencarikan Sarah jodoh?" Tatapan Aldo beralih ke arah Sarah yang masih beradu mulut dengan ayahnya.

"Iya. Umur kamu sudah 24 tahun. Masa kamu belum menikah?"

Sarah cemberut. Rasa kesal masih menyelimuti hatinya. Ia benar-benar tidak menyangka dengan kehadiran Aldo dan kedua orangtuanya yang tiba-tiba. Rasanya ia ingin menolak, ia tidak mau menikah dengan Aldo. Tapi, apalah daya. Dulu ia sudah setuju dengan perjanjian orangtuanya. Kalau sampai ia ketahuan pacaran, ia akan dinikahkan dengan lelaki itu juga.

"Nak Sarah, di sini kami tidak mau memaksakan kehendak kamu. Jadi, apakah kamu mau menikah dengan Aldo anak saya?" tanya Rudi kepada Sarah.

"Tidak. Saya tidak mau menikah dengan Aldo." Sayangnya Sarah hanya bisa mengatakan itu dalam hati. Ia menatap bundanya yang duduk di sofa lain, tapi masih berdekatan dengannya. Tatapan bundanya sangat teduh, kemudian Lia mengangguk sambil tersenyum manis. Sarah yang peka akan kode dari bundanya mengembuskan napas beratnya.

Perlahan Sarah mengangguk, menatap Rudi yang masih menunggu jawaban darinya. "Sa.. saya mau menikah dengan Aldo, Om." Satu kalimat itu terasa menyakitkan bagi Sarah. Dulu, ia memang pernah mengharapkan menikah dengan Aldo, karena mereka saling mencintai. Namun, sekarang berbeda. Karena bagaimana pun juga menikah dengan orang yang tidak dicintanya itu bukanlah cita-citanya.

"Alhamdulillah," ucap semua orang yang ada di ruang tengah.

"Baiklah. Terima kasih, Nak Sarah. Kalau begitu pernikahan kalian akan dilaksanakan satu bulan lagi."

Sarah membulatkan matanya tidak percaya. Apa? Satu bulan? Itu waktu yang terlalu cepat bagi Sarah.

"Ide bagus. Lebih cepat lebih baik." Sarah mendengus kesal mendengar respons ayahnya.

***

A/n;

Assalamualaikum.

Akhirnya Aldo datang juga ke rumah Sarah.

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya ya! Terus dukung cerita ini😊

Sincere Love ✔Where stories live. Discover now