(7)

16.7K 1.8K 111
                                    

"Cie yang udah sah jadi istri orang." Dan gue hanya menatap Kia datar setelah ucapannya.

Istri orang? Dua kata rasa nano yang baru gue rasain sekarang, perasaan gue itu campur aduk, dibilang bahagia ya biasa aja, di bilang sedih ya gak juga, lurus aja gitu perasaan gue, gue malah lebih semangat kalau di ajak nonton konser kayanya.

"Mikirin apaan lagi sih Ay? Nikah udah? Makan udah? Lo kenapa lagi?" Gue narik nafas dalam dan menyandarkan tubuh gue disofa.

"Gue laper tapi perut gue kenyang, gue udah nikah tapi berharap gue bukan istri orang, lo ngerti gak perasaan gue gimana?" Tanya gue menatap Kia penuh harap.

"Laper tapi kenyang? Udah nikah tapi bukan istri orang? Lo sakit?" Gue menggangguk pelan.

"Kayanya iya gue sakit, sakit mikirin nasib gue sekarang." Gue udah tertawa pasrah dengan keadaan.

"Udahlah Ay! Udah nikah juga, lagian Mas Juna juga gak ada kurangnya, baik, tampan, mapan juga iya, lo mau nyari suami yang modelan gimana lagi?"

"Modelan Lee Min Ho." Dan satu timpukan mendarat tepat di jidat gue.

"Sadar woi sadar, lo kata Mak Bapaknya Lee Min Ho sahabatan sama Mak Bapak lo? Mimpi juga jangan keterlaluan." Kia mulai emosi.

"Kan tadi lo nanya gue mau suami modelan gimana? Gue jawab doang, terus salah gue apa?" Aneh banget, gue hanya mencoba jujur dengan keinginan gue.

"Lo gak salah, otak lo yang salah, udah buruan beberes, gue mau pulang, gerah gue seharian pake kabaya begini." Heumm.

.
.
.

"Hati-hati." Ucap gue melambaikan tangan ke Kia.

"Kia udah pulang Dek?" Tanya Mas Ijaz ngagetin.

"Tu baru aja jalan, kenapa? Mas jangan aneh-aneh ya, jangan sampai ada cerita cinta lama gak kelar-kelar." Ucap gue tegas.

Setiap kali Mas Ijaz nanya Kia, gue udah was-was, gak mau lagi gue ada diposisi yang sama, bingung gue mau mihak siapa kalau mereka berdua berantem, yang satu Mas gue, yang satu sahabat gue, mereka dua-duanya penting.

"Santai, kan cuma nanya." Hah! Iya, Mas gue kalau nanya selalu mengandung maksud terselebung, hafal gue.

"Juna mana?" Gue yang awalnya mau naik balik masuk ke kamar langsung berhenti ditempat begitu Mas Ijaz nanya Mas Juna, gue hampir lupa kalau sekarang ada Mas Juna di kamar gue.

"Di kamar kalau gak salah." Jawab gue terdengar aneh.

"Heumm heumm, tar pintu kamar jangan lupa di kunci." Apaan maksudnya?

"Mas gak usah mikir aneh-aneh." Mengabaikan Mas Ijaz, gue yang awalnya berniat masuk ke kamar langsung beralih niat jalan ke dapur, otak gue butuh penyegaran.

"Ngapain Dek?" Gue lagi-lagi harus ngusap dada begitu suara Bunda balik ngagetin gue.

"Minum susu Bunda, Bunda ngapain?" Tanya gue balik.

"Gak, Ayah minta diambilin minum, Adek sendiri jangan lama-lama dibawah, kasian Juna sendirian di kamar, kalau udah, langsung naik." Gue hanya tersenyum mengiyakan.

Ribet amat tu orang, baru semalam ada dirumah gue, gue udah gak nyaman, mau minum susu kotak gue aja jadi gak santai, malah berasa terus di paksa masuk kemar, memang kenapa kalau Mas Juna sendirian? Takut?

Menyelesaikan minum gue, gue bangkit naik ke atas dan berdiri menimbang didepan pintu kamar gue, masuk atau enggak? Apa gue kabur ke ruang kerja Ayah aja ya? Kan gak akan ketahuan tu, eh tapi kenapa gue harus kabur? Ini rumah gue, gue harus takut kenapa?

Narik nafas dalam, gue nepuk kedua telapak tangan gue dan membuka pintu kamar gitu aja.

"Duh sorry!" Kaget gue begitu pintu kamar gue buka dan ternyata Mas Juna masih andukan doang.

Nutup balik pintu kamar, gue kambali berdiri diambang pintu dengan perasaan makin gak karuan, jantung gue gak sehat dan untuk pertama kalinya mata berharga gue ternodai, apes banget gue.

"Lain kali kalau mau masuk ketuk pintu dulu bisakan?" Tanya Mas Juna tetiba membukakan pintu kamar untuk gue.

Tapi bentar, kenapa gue harus ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar? Ini rumah, rumah gue, kamar juga kamar gue kenapa jadi Mas Juna yang ngatur, kalau ada yang harus ngomong kaya barusan? Gue orangnya.

"Mas sadarkan ya? Yang punya kamar Aya, AYA!" Ucap gue langsung masuk ke kamar.

"Itu dulu sebelum kamu berbagi kepemilikan dengan Mas." Hah? Mas Juna ngomong apaan?

"Kapan Aya bilang mau berbagi kepemilikan sama Mas? Mas yang bener aja? Perasaan Aya gak pernah ngomong begitu." Kapan gue setuju berbagi kepemilikan?

"Setuju menikah itu arti kamu setuju berbagi privasi sama Maskan? Kamar ini termasuk privasi kamu." Haha! Baru sadar gue kalau Mas Juna juga pinter ngomong, kaya Mas Ijaz.

"Okey! Yaudah tidur." Gue gak mau berdebat, seharian berdiri nyalamin tamu itu melelahkan, gue butuh tidur untuk isi ulang tenaga.

"Tidur? Disini?" Tanya Mas Juna nunjuk sisi ranjang sebelah gue.

"Memang Mas mau tidur dimana? Lantai? Kalau Mas mau ya boleh aja tapi tar jangan bilang Aya istri gak perngertian, istri tegaan nyuruh suami tidur di lantai ya." Dan Mas Juna menatap gue gak percaya sekarang.

"Kamu gak risih? Atau takut sama Mas?" Ini nanya apa ngasih tahu?

"Mas yang gak nyaman kali? Lagian Aya harus takut kenapa? Takut Mas apa-apain? Yaudah sih, Aya juga bukan anak kecil, Mas juga udah dewasa buat ngerti kata tanggungjawabkan?" Dna Mas Juna udah natap horor gue.

"Biasa aja Mas ngeliatnya, udahkan? Jadi mau Mas tidur dimana itu terserah Mas, disebelah Aya boleh, dilantai juga sangat dianjurkan, good night." Gue mulai memejamkan mata dan narik selimut gue.

"Ay! Aya!" Gue memaksakan mata gue untuk terus terpejam karena malas menanggapi panggilan Mas Juna.

"Ay_

"Apa lagi Mas Juna? Aya ngantuk ini." Kesal gue menyikap selimut gue kasar, gue bangkit dan mendudukkan tubuh gue duduk berhadapan sama Mas Juna kaya sekarang.

"Kita butuh bicara." Gue mau teriak tapi ini udah malem, perasaan Mas Juna selalu ngomong kita butuh bicara tapi giliran udah bicara, pembahasannya ngegantung semua.

"Mas mau ngomong apalagi? Besok aja gak bisa? Aya udah gak kuat, mata Aya udah ngantuk banget, besok aja ya." Selain males ngeladenin, untuk sekarang, ngantuk gue memang udah gak bisa di ajak kompromi lagi.

"Dengerin Mas dulu." Mas Juna maksa.

"Okey! Yaudah apa?" Tanya gue berusaha keras mengumpulkan kesadaran gue.

"Mas gak akan nunda momongan." Hah?

Starry Night (END)Where stories live. Discover now