Bulls only mad at the red one

1.7K 195 12
                                    

"Kamu udah gak perawan?"

Jillia membuka mulutnya, belum sempat dia bicara tapi Argo sudah meletakkan telunjuknya di bibir perempuan itu

"Siapa bajingan yang udah nyentuh kamu?"

Melihat mata pria itu berapi-api di depannya. Jillia menggelengkan kepalanya dengan lemah sambil memutar cincin di jari manisnya dan menyembunyikan tangannya di balik selimut.

Pria itu berjalan menjauhkan diri dari ranjangnya dan kemudian mengambil satu pakaiannya dan kembali memakai pakaian dengan lengkap. Menghampiri perempuan itu dan menyerahkan satu kemejanya, "Kita pulang..."

"Go..." Jillia memanggil nama itu ketakutan. Dia menelan ludah dan akhirnya terpaksa mengikut kemauan Argo untuk memakai kemeja lelaki itu dan akhirnya berjalan menuju keluar apartement

Argo tidak banyak bicara. Dia hanya menyalakan mesin mobilnya. Mengambil jalur tol untuk segera kembali ke Jakarta. Pria itu terlalu marah sekarang. Dia tidak pernah menyangka akan menjadi seperti iini pada akhirnya. "Persetan. Aku cari siapa yang sudah kamu tidurin, Ji... Aku udah bilang kamu itu punya aku. Kamu cuma butuh aku, kamu hanya bisa sama aku..."

Sementara Jillia sudah duduk di sampingnya dengan tegang dan memucat. Perempuan itu merasa bersalah sekarang. Apa yang harus dia katakan kepada suaminya? Laki-laki itu pasti kecewa. "Go, i need to tell you something..."

"Apa?" Tanya Argo masih sibuk dengan kemudinya. Dia masih memikirkan bagaimana bisa Jillia kehilangan aset berharganya seperti itu. Apakah ketika perempuan itu berkuliah dulu atau bagaimana? Argo mengeraskan pegangannya pada kemudi

"Go, tapi... Aku mau kamu tau yang sebenernya. Selama ini kamu selalu manggil aku Jillia, but i'm not her..."

"Gak..." Argo menghela nafas, "Kamu Jillia, bukan siapa-siapa. Bukan orang lain. Ngerti?"

"Go, Jillia udah gak ada. Aku capek kamu jadiin Jillia terus. I don't..."

Argo memukul kemudinya dengan cukup keras membuat perempuan itu diam seketika. "Okay. Kamu mau bilang apa sebenernya?!"

Jillia kemudian terduduk dengan pasrah. Dia harus mengatakannya. Dia tidak mungkin menyimpan selamanya dan diam ketika Argo terus-terusan menganggapnya Jillia. Dia muak. Dia mau bersama suaminya dan keluarga kecil mereka.

"Jadi kenapa lo udah gak perawan?" Sial perempuan ini mengacaukan rencananya. Argo menunggu jawaban itu dari bibir Jillia yang memucat

"Go. Sebenernya, Jillia meninggal karena gue yang dorong dia di tangga waktu itu..."

Benar saja. Ketika Jillia mengatakan hal itu, Argo langsung menoleh tajam kepadanya dan kemudian mengerem mobilnya mendadak. Butuh beberapa saat sampai akhirnya dia kembali menjalankan mobilnya setelah menerima makian dari pengemudi lain.

"Go, i'm sorry..."

"Gak..."

"Go, gue..."

"Diem! Ya, udah!" Argo sekali lagi memilih menepikan mobilnya ke bahu jalan dan kemudian memandang Jillia tajam. "Lo bunuh dia terus apa?! Gak akan ngerubah kenyataan kalo dia mati dan lo yang gantiin posisi dia di samping gue kan?! Bentar lagi kita tunangan Jilli! Dan lo masih bisa ungkit masa lalu kita?!"

"Go..."Jillia merasa terpojok sekarang. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali kemudian akhirnya berkata dengan pelan, "Tapi gue gak mau nikah sama lo, gue gak mau, Go..."

"Kenapa?! Bertahun-tahun gue nunggu waktu ini, Kal" Argo menelan ludahnya, kemudian dengan cukup keras mendorong tubuh Jillia sampai gadis itu terhentak mengenai pintu mobilnya, "Tenang aja, Kal. Gue emang marah lo udah gak perawan. It's okay. Gue menerima lo apa adanya. Kita balik ke Jakarta dan nikah, bilang aja gue yang merawanin lo and it's all done..."

"Tapi gue udah nikah sama Abraham! And you're just slept with me! Dan gue udah ngerusak..."

"LO BILANG APA?!" Argo menatap tajam kepada Jillia dan kemudian mencengkram dengan kuat kedua bahu perempuan itu sampai Jillia meringis di buatnya

"Go..." Jillia meringis dan menelan ludahnya, "Jangan, please jangan apa-apain Abra, gue mohon..."

"Kal. Apa yang lo liat dari dia?!" Argo membentak perempuan itu. Dia menghindari tatapan Jillia yang marah kepadanya dan kemudian melepaskan perempuan itu begitu saja lalu mengalihkan pandangannya, "Abra gak cinta sama lo, Kal. He used you. Percaya sama gue, gue bajingan, iya. Dia... Dia lebih brengsek dari yang lo pikir..."

"Apa?" Jillia menggelengkan kepalanya, "No, way..."

Argo memijit keningnya. Mengatur nafasnya kemudian kembali menatap Jillia. Mencoba menekan tombol di mobilnya dan kemudian suara sambungan telfon menggema begitu saja di dalam mobil mereka. "You talk..." katanya dengan mata yang melebar

"Hm, kenapa Go?"

Jillia menggelengkan kepalanya, menghindar dari perintah pria itu dan memeluk dirinya sendiri cukup erat

"Kapan lo selesai main-main sama Jillia?"

Perempuan itu terhenyak. Dia tidak mengerti apa maksud ucapan Argo tapi kemudian mendengar suara suaminya tertawa dengan pelan, dia menoleh ke pada sumber suara itu dengan tajam

"Soon. Gue udah pernah bilang kalo kita sodara kan, Go. Gue ini bukan saingan lo. Jadi jangan mikir aneh-aneh ke gue..."

Hati Jillia mencelos begitu saja. Apa maksud ucapan Abraham seperti itu. Dia tidak mengerti.

"There are rumors said you married her..."

"Apa? Go..." abraham mendesah dengan pelan, "Kalo pun gue nikah sama dia, itu buat bikin Julia sama Papa cepat cerainya dan saham kita naik..."

Argo menekan tombol itu dan memutus sambungan telfonnya. "Jadi, Kal..."

Jillia menampar laki-laki itu dengan cepat. Mencengkram lengan Argo tapi berhasil laki-laki itu tepis dan kembali menyalakan mesin mobilnya. Mereka kembali ke jalanan dengan Jillia yang menangis menatapnya.

"Tinggal cerai, Ji. Terus lo nikah sama gue. Selesai..."

"Tapi gue cuma mau Abra..."

Argo melirik sekilas kepada Jillia yang menatapnya tajam. Perempuan ini. Memang berbeda.

Suara klakson mengalihkan pandangannya untuk kembali fokus ke jalanan. Argo menggelengkan kepalanya dan beberapa kali memukul kemudinya, "Abra... Sudah bisa nipu gue"

"Argo awas!!!"

Seperempat menit berikutnya, mobil mereka menubruk satu truk di depannya yang berhenti mendadak. Limat detik beirikutnya, satu buah mobil elf menabrak mereka dari belakang membuat mobil mereka berbelok ke kanan.

Argo menahan satu lengannya di depan tubuh Jillia ketika hantaman itu terjadi dan membelokkan setirnya secepat mungkin ke arah kanan.

Sayangnya, delapan detik berikutnya. Sebuah hantaman keras menubruk bagian kanan mobilnya. Bertepatan dengan Argo yang baru saja menabrak pembatas jalan, pintu kemudinya tertumbuk dengan parah oleh salah satu mobil sport.

Dua detik berikutnya, Jillia dan Argo merasa dunia mereka berdua gelap gulita.

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang