Dealin with her

1.8K 214 6
                                    

"Hai, sayang..." Abraham mendaratkan satu kecupan di puncak kepala Jillia

Perempuan itu sedang berdiri di depan pintu rumah ketika akhirnya Abraham datang berjalan sambil memejamkan matanya. "Kamu gak nabrak jalannya tutup mata begitu? Ada yang salah?" Jillia mengikuti langkah pria itu karena dia berada dalam rangkulan Abraham, "Abra..."

Abraham membuka matanya tapi sama sekali tidak menghentikan langkahnya. "Mau mandi dulu, baru aku makan, habis itu kita tidur..."

"Right..." Jillia menghela nafasnya, membebaskan diri dari rangkulan suaminya yang seharian ini menghilang tanpa kabar. "Kamu mandi dulu, aku tunggu di meja makan"

"Aku kira kamu mau mandi barengan sama aku, Kal..."

"Bra, aku sudah mandi. Aku gak perlu mandi tiga kali sehari, apalagi sama kamu..." Jillia membulatkan matanya ketika Abraham dengan santainya meremas bongkahan pantatnya

"Selalu pas di tangan aku..." Abraham mendaratkan satu ciuman lembut di leher istrinya, "Kamu bau asem, ayo mandi"

"Apa kita mau ribut masalah mandi di tangga rumah kamu?" Jillia menyipitkan matanya, dia tidak suka ketika Abraham mulai membahas sesuatu yang intim di dalam rumah, bukannya di kamar mereka

Pria itu tersenyum. Sangat manis, bukannya menjawab pertanyaan istrinya, malah tersenyum. "Aku perlu mandi sama kamu..."

"Kenapa? Aku perlu tau alasannya kenapa aku harus mandi malam-malam begini sama kamu, Abra..."

Jillia dan keras kepalanya yang akhirnya membuat Abraham menatap cukup lama. "Bau kamu harus ada akunya..."

Istrinya memgerutkan kening dengan lucu dan hampir saja membuat Abraham tersenyum untuk kesekian kalinya, "Are you drunk?"

"Kali, i mean... Aku mau kamu itu selalu punya aroma tubuh aku, bukan orang lain..."

"Kamu pikir aku anjing yang perlu ditandai..." sekarang Jillia menaikkan satu alisnya. Hebat sekali jalan pikiran Abraham ini. Dia tidak pernah mengerti kenapa Abraham selalu bisa punya kalimat aneh untuk diucapkan kepada dirinya

Abraham menggelengkan kepalanya, "Akan lebih baik kalo kamu punya wangi yang sama kayak aku, so that bastards chasing you around will be gone..."

"Ah..." Jillia menganggukkan kepalanya, "Cemburu ya?" Dia memainkan jemarinya pada kancing kemeja Abraham dan beberapa kali membuka dan memasang kembali kancing itu, "Tapi aku tetep gak mau mandi Abra. Ini sudah malem, aku tau kita pasti berakhir ngelakuin hal lain bukan cuma mandi. Jadi kamu mandi sendiri..."

Abraham yang masih tidak setuju dengan ucapan Jillia, kembali mendebat istrinya dengan argumen sederhana yang membuat Jillia membeku, "Ah, come on Kal. Masa sama suami kamu sendiri kamu gak mau mandi sama-sama tapi sama Argo yang cuma sahabat kamu itu kalian bahkan pernah tidur sama-sama..."

"Apa?" Tanya Jillia hampir tanpa suara

Pria itu menajamkan pandangannya, "Mulai sekarang mandi sama aku, bukan kakak aku. Ngerti?"

...

Membuat perempuan itu memikirkan kalau dirinya posesif adalah hal yang mudah. Lakukan saja larangan-larangan unik yang tidak jelas dan kemudian membuat istrinya merona sendiri walaupun Abraham sebenarnya tidak pernah memahami bagian mana dari ucapan itu yang membuat Jillia bisa mengartikan dia cemburu.

Tapi dia perlu melakukannya untuk menanyakan sesuatu. Ketika mereka sudah di meja makan dengan satu piring nasi goreng yang Jillia pesan tadi, Abraham sudah mulai berdehem untuk membuka pembicaraan

"So there is something, i..."

Jillia mengangkat wajahnya, membuat Abraham menghentikan ucapannya seketika

Pria itu tersenyum dengan sangat manis lalu menyingkirkan anak rambut Jillia, "Kal. Kamu mau berhenti kerja?"

"Kenapa aku harus berhenti kerja pas aku baru mulai, Abra?"

"Cuma nanya..."

"Oh..."

Kemudian keheningan kembali menyergap sepasang suami istri ini. Abraham mengunyah dengan pelan sambil memikirkan bagaimana membuka obrolan mengenai Elwood dengan Jillia. Sedangkan istrinya itu tampak asik memainkan sendoknya dan memilah-milah antara kacang polong dengan butiran nasi

"Kenapa Dominique biarin kamu tinggal di sini? Gak curiga dia?"

"Oh..." Jillia kembali mengangkat wajahnya, "Curiga? Yang ada dia mau aku ngekor ke Mama supaya bisa ditanyain Mama ngapain aja selama ini. Saham Mama di Elwood karena perceraian itu hampir 14%"

"Quite high..."

Jillia menganggukkan kepalanya, "Papa penasaran mau diapakan sama Mama, soalnya Mama belum ikutan board meeting sama stakeholder..."

"Kamu sendiri gimana?"

Jillia kembali membulatkan matanya, "Oh. Now i'm just curious about harta istri..." Jillia mengatakannya dengan ragu kemudian kembali memainkan sendoknya, "Bra, ngomong-ngomong kita belum bahas soal harta kita..."

"Oh, iya? Hm... Kamu tau kalo punya aku itu punya kamu juga, kan?"

"Maksud aku... Apa saham warisan kita itu harus dibagi atau bagaimana? Kita juga belum ngomongin soal properti yang kita punya. Kata artikel yang aku baca itu penting suami istri huat bahas kondisi ekonomi rumah tangga..."

Abraham ingin tersenyum sekarang menyadari obrolan mereka berjalan seperti apa yang dia inginkan. Tapi dia tidak melakukannya dan menatap Jillia tepat di mata perempuan itu, "Saham aku di Januraksa cuma 12%, Kal. That's it. Apartement aku satu, satunya di Boston. Flat sih sebenernya. Mobil aku kamu sudah lihat semuanya, apalagi? Buku tabungan? Aku kasih kamu besok..."

"Bra..." potong Jillia dengan nyaris tertawa, "Hm. Apa begini aja, ya? Aku gak terlalu ngerti soal saham sama harta itu, kamu aja yang pegang mau gak?"

"Itu punya kamu, kenapa jadi aku yang urus?"

Jillia mengerucutkan bibirnya, "Kan aku bilang aku gak ngerti. Nanti kalo ada rapat terus akunya bego gimana?" Lalu dia mengeluarkan pandangan memohon pada suaminya, "Kamu aja, deh. Kamu kan jago"

"Eh, tapi itu atas nama kamu ya sayang. Mana bisa begitu..."

"Bisa..."

Abraham menaikan satu alisnya

"Hm. Bisa pakai atas nama aku, kamu wakilnya. Nanti aku bilang pengacara Papa..."

"Papa kamu curiga nanti..." Abraham menghela nafas

Jillia mengibaskan satu tangannya dengan pelan, "I'll talk to him. Nanti aku bilang kamu kaki tangan aku..."

"Bukan jantung hati kamu?"

Perempuan itu merapatkan tubuhnya, "Sekalian jiwa raga aku, mau?"

Abraham terkekeh dengan pelan, "Aku makan dulu, baru makan kamu" katanya menunjuk nasi gorengnya



NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang