Hold me by the heart

2.2K 228 7
                                    

Satu tahun pertama Jillia lewati dengan proses penyesuaian diri menjadi Jillia Yuma yang bekerja sebagai salah satu humas di sebuah perusahaan cukup bonafide. Dia sudah bisa menerima Argo dan Ravenia yang bertunangan dan juga sudah berusaha menjadi sahabat untuk Ravenia. Ternyata, perempuan itu menyenangkan. Dia menyesal tidak dekat dengan Ravenia dari dulu dan tidak menyadari kalau Ravenia sangat cocok dengan Argo.

Argo sekarang lebih ramah kepadanya. Pria itu bahkan meminjamkan apartementnya untuk Jillia tempat dengan mengganti biaya seadanya sesuai kemampuan Jillia. Hidup begini, tidak buruk juga. Ibunya semakin tidak terlihat peduli dan Jillia baik-baik saja dengan itu.

Abraham? Jillia hanya menghela nafasnya setiap kali ingat dengan nama mantan suaminya itu. Pria itu tampaknya baik-baik saja. Argo dan Abraham bahkan sudah kembali dari Harvard dan mulai bekerja sebagai partner maut di kalangan bisnis.

Seperti siang itu, ketika Jillia mengajak Ravenia makan siang dan Argo datang bersama adiknya. Semua bisik-bisik mengenai duo tampan yang menjatuhkan lawan bisnisnya santer terdengar.

"Gak nafsu makan..." Abraham memilih memutar tubuhnya ketika melihat Jillia sedang memilih menu

"Jilli, sorry..." Argo terlihat bersalah dan menegur adiknya, "Bra... Gak boleh gitu..."

"Yah, gue balik aja. Sorry ganggu acara makan siang The Januraksa brothers..." Jillia menarik kursinya, "Bram..."

Abraham mengernyitkan keningnya dan menatap perempuan itu. Ada banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya ketika Jillia mengganti nama panggilannya

Ravenia yang menajam kemudian melirik Abraham dan mengerti apa maksud Jillia. Pasti sahabatnya itu sangat sakit hati dengan Abraham makanya dia mengganti nama panggilan Abraham. "Go, biasalah. Bram gak suka liat saudara tirinya. You know kan, yang bikin Nyokap sama Bokap kamu... Hm..."

Argo menangguk dan menarik lengan adiknya. "Bram..."

"Yah. Bitch. Lo mau makan gratis sama kakak gue, kan? Gue aja yang bayarin sini. Gue udah cukup tajir buat kasi lo makan..."

Ravenia menghela nafasnya, sementara Argo sudah mengernyit menahan amarahnya melihat Abraham yang seperti itu.

"Gue balik aja..." Jillia pergi begitu saja

...

"Bram...?"

"Really, lo manggil gue Bram?"

"Jawab gue..."

"Ji..."

"Woy..."

"Woy..."

"Ck. Mobil butut amat..."

Jillia mematung di samping pintu mobilnya ketika pria yang notabene lebih muda tiga tahun dari dirinya itu baru saja menendang mobil jazznya yang masih cicilan. Jillia memejamkan matanya sebentar mencari sisa-sisa kesabarannya.

Abraham yang melihat itu seolah merasakan nyeri dalam hatinya tapi kemudian mengeraskan rahangnya ketika Jillia membuka matanya dan membuka kunci mobilnya. "Jillia!"

"Apa?!" Jillia membentak dengan kasar kemudian mendorong Abraham sewaktu pria itu sudah mencengkram lengannya. "Apa? Mau apa?"

"Mau lo pergi dari hidup gue, bisa?"

Jillia mengatupkan bibirnya

"Gak bisa, kan?"

"..."

"Argo udah tunangan sama yang lain. Jangan lo gangguin. Keluarga gue. Jangan lo gangguin lagi..."

"Ngomong kayak gitu tapi lo yang nyamperin gue. Kenapa? Takut gue ambil lagi itu semua harta lo?"

Abraham melepaskan cengkramannya. "Jangan balik..." kalo bukan gue yang bawa pulang

"Tenang aja, i won't..."

"Jangan masuk Januraksa..." kalo bukan jadi istri gue lagi

"Like i would..."

"Jangan munculin muka lo depan gue lagi..." karena gue gak bisa liat lo benci ke gue setelah selama ini lo sayang ke gue

Jillia menelan ludahnya, "Tenang aja gue juga gak mau liat lo lagi..."

"Jangan deketin kakak gue..." karena cuma gue yang boleh deketin lo

Jillia menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan semua ucapan pria itu. Dia memutuskan masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Abraham yang masih terpaku begitu saja di pelataran melihat mobil Jillia menghilang

"Damn gue kenapa, sih?"

NostalgiaOnde histórias criam vida. Descubra agora