What am i doin

1.8K 232 1
                                    

Argo menganggukkan kepalanya, "Jadi Abra punya interest ke sahamnya? Berapa banyak saham Abra di Januraksa?"

Lima belas menit lalu, Argo menerima kabar melalui salah satu asisten Papanya yang memberikan kabar kalau si bungsu Januraksa dan dua sepupu mereka yang lain baru saja bertemu membahas sharing saham. Argo sempat tersenyum sebentar ketika menyadari adiknya sudah dewasa. Sayangnya, asistennya mengatakan hal lain di saat bersamaan.

"Sharing saham itu agak aneh, Mas Argo. Mas Abra juga tanya soal monthly review sama account holder kita"

Argo mengerjap beberapa kali. Menunggu sampai asistennya menjawab pertanyaan yang sangat mudah itu. Bagaimana mungkin adiknya memiliki ketertarikan disaat si berandalan itu saja masih sering meninggalkan kuliahnya

"12%..."

Argo menyipitkan matanya. Jumlah saham yang terlalu besar hanya untuk adik kecil menyusahkan miliknya. "Wow. Banyak juga..."

"Mas Argo 13, Mba Aliyah..."

"Aliyah?" Potong Argo dengan cepat, "Oh, anak Mama sama laki-laki lain? Dapat juga?" Dia hanya menganggukkan kepalanya. Bukan rahasia kalau ibunya memiliki anak dari pria lain. Hanya saja, tidak ada yang tahu dimana anak perempuan itu. Anak yang menjadi alasan perceraian ibu dan ayahnya. "Well, you never knew what people think. Disgusting. How much she had?"

Asistennya menganggukkan kepala, "14..."

Argo menahan rahangnya yang mengeras. Anak yang baru masuk sma itu? Sebesar itu? Sahamnya? Gila. Ibunya sudah gila dan menempatkannya dalam posisi tidak nyaman. "Ah... Abra tau?"

"Tau, Mas" jawab asistennya dengan cepat, "Mas Abra sudah mencari Mbak Aliyah..."

"Hm. Bagus juga, mau di apakan saudara kita itu sama dia?"

"Akan saya cari tau begitu sampai di Jakarta, Mas..." Asistennya kembali menatap Argo, "Mbak Jillia pindah ke Januraksa. Rumah utama..."

Kali ini. Argo lebih tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Perempuan itu pindah ke rumahnya? Menarik hanya saja dia sedang lebih tertarik dengan 'bagaimana membuat Aliyah si kecil tidak tahu diri yang datang ke dunia ini menyerahkan sahamnya kepada Argo. Bukan kepada adiknya atau orang lain' dibanding dengan kepindahan Jillia. Toh, dia bisa bertanya kepada perempuan itu.

"Abra ada di rumah. Gak terlalu kaget sih. Dia pasti berusaha deket-deket sama Abra makanya pindah..."

"But the thing is, Nona muda menempati kamar Mas Abra dan Mas Abra tinggal di kamar Mas Argo..."

"That's strange..." Argo menganggukkan kepalanya mengerti. "Tapi dari dulu Jillia sudah pintar ambil kamar itu dan Abra gak suka seruangan sama Jillia. Well, itu saya yang urus..."

Asistennya menganggukkan kepala lalu meninggalkan Argo dengan cangkir kopinya.

"Abra..."

"Hai. Mau cari adik kecil kita..."

"And then?"

"Bagi hasil saham betakan gue. Punya ide dimana Mama sembunyiin anak haramnya?"

Argo menghela nafas lalu melirik sekilas hpnya untuk memastikan apakah dia benar-benar tersambung dengan adiknya. Karena Abraham yang dia telpon saat ini kasar sekali. "Pondok Labu. Coba cari disana..."

"Fine..."

...

Ketika Abraham tiba di lokasi yang dia cari. Ada seorang gadis dengan seragam abu-abu duduk di antara orang-orang berseragam yang terlihat mengintimidasinya. Begitu dia melangkah masuk, satu orang yang terlihat seperti ketua dari laki-laki yang mengepung adik tirinya itu memberikannya ponsel

"Right on time, lil bro..."

"Mama tau kalian begini?"

Abraham menolehkan kepalanya dan melihat anak gadis itu menatapnya dengan mata tajam. Bisa Abraham tebak betapa bencinya adik perempuannya ini kepada mereka berdua. "Ah. Lo pasti mikir nyokap sayang sama lo?"

Gadis itu berkerut

Bisa Abraham tebak sumber ketidak pahaman anak gadis ini. Dia berlutut hanya untuk menatap adik tirinya semakin jelas, "Sweetheart, Mama cuma memanfaatkan apa yang ada. Lo pikir kenapa nyokap bagi sahamnya kayak gitu? Toh dia juga yang jadi wali, kan?"

Aliyah semakin memandang dengan bingung

"Awalnya gue juga bingung, tapi, you know..." Abraham mengibaskan tangannya di sekitar lehernya, "Mama itu orang licik yang lagi cuci tangan pake nama anaknya... Tanda tangan..." katanya setelah mengedikkan dagu lalu kembali fokus pada Argo di sambungan telponnya

"Make sure this is right. Bagi dua Abra..."

"Lo gak berniat ngambil bagian gue?"

Argo terdengar mendesah dengan pelan, "why would i? Hm. Jillia pindah ke rumah? Kenapa? Ngapain dia? Lo ngapain pake kamar gue segala"

Karena dari seluruh ruangan yang ada di rumah Januraksa, Jillia tidak akan mau masuk ke dalam kamar kakaknya. Sedikit banyak dia tahu, Jillia merasa tidak pantas untuk berada di jalur Argo. Walaupun hanya untuk berada di kamar Argo. Jadi dia harus memanfaatkan ruangan itu selama kakaknya tidak ada

"Hm... I'll tell you when it's done. Anyway..."

"Bra, don't ever try anything stupid. Kalo mau bales Mama dan bikin saham Papa naik di Januraksa..."

I'll use her as precisely

"Bilang sama gue apa yang mau lo lakuin..."

Abraham menatap adik tirinya yang sudah menghela nafas. "Oh. Si bocah sudah selesai tanda tangannya..."

"Hm. Lo balik. Biar anak buah gue yang urus sisanya..."

Abraham menyerahkan ponselnya ke pria tadi. "Aliyah... Gara-gara lo, mood kakak gue jadi jelek. Gara-gara lo juga..." Abraham menghentikan ucapannya dengan pelan, satu sudut bibirnya naik ke atas, "Yah. Inget ini Aliyah. Gue, sama Argo, gak pernah suka sama lo tapi kita masih baik hati buat bebasin lo dari Mama. Jangan dengerin omongan Mama..."

"Tau... Aku tau..." Aliyah memotong kemudian berdiri dari duduknya, "Mama pecah saham dia buat disimpen atas nama anaknya. Nanti kalo dia butuh bisa dia ambil sesukanya..."

Abraham tidak terkejut

"Aku tau kalian mau bikin Mama keluar dari Januraksa, but why? Karena dia punya aku?"

Abraham tersenyum. Bukan senyuman manis hanya saja dia tidak menyangka Aliyah ini bisa sedikit pintar. "Karena dia emang gak pantes ada di sana. Kayak lo yang gak tau diri ada di depan gue..." lalu Abraham berbalik melihat pria tadi menunduk kepadanya, "Lakuin apa yang Argo bilang ke kalian... Kalo Mama tanya, bilang aja anaknya kabur sama laki-laki gak tau diri persis dia..."

NostalgiaOnde histórias criam vida. Descubra agora