Bagian Tujuh

15K 876 7
                                    

      Virgia tidak bisa melupakan wajah sedih Verdyan semalaman. Ada apakah gerangan? Sebegitu terguncangkah Verdyan sampai menampakkan wajah seperti itu? Kakak perempuannya itu pasti sangat disayangnya. Virgia pun akan sangat terguncang jika terjadi apa-apa dengan kedua kakak laki-lakinya itu.  

      Zul meskipun bermulut pedas tapi dia tahu dibalik nasehat-nasehatnya itu ada unsur sayang. Kalau tidak sayang, Zul tidak akan capek-capek memberinya arahan atau bimbingan mengenai ini dan itu. Begitu juga dengan Yoga, kentara sekali memperlihatkan rasa sayangnya dengan menjaili adiknya itu. Mereka berdua bagi Virgia sangat berharga dan orang yang sangat disayanginya.

      Karena tidak bisa tidur, kantung bawah mata Virgia hitam dengan mata masih mengantuk. Dia ke luar dari kamarnya dengan wajah kuyu dan langsung duduk di meja makan sambil menyapa mama dan bi Tum yang sedang menyiapkan sarapan.

      "Kamu mau ke TK dengan penampilan seperti itu, Vir?" Kata mama takjub. Virgia menatapnya seolah berkata "emangnya kenapa".

      "Memangnya kamu gak ngaca? Wajah kamu gak fresh banget kayak gak tidur semalam." Kata mama. Kali ini sambil memberikan susu putih kesukaannya, yang langsung diteguk perlahan sebelum menyantap nasi goreng kolaborasi dari mama dan bi Tum.

      "Oh...ini? Gak apa-apa kok mah, kemarin aku ngurusin buat bahan ngajar sampai malem banget hoaaamm..." Bohongnya. Dia memberikan efek menguap yang lebar supaya mama percaya. Berbohong pada mama itu susah. Ibaratnya, menyembunyikan ekspresi di depan cermin. Tapi cermin itu akan menampakkan ekspresi orang yang bercermin tersebut. Intinya, dari dulu Virgia tidak pandai berbohong.

      Mama meneliti wajahnya. Sepertinya sensor anti bohongnya sedang memonitor apakah ada kebohongan di wajah Virgia. Tapi sedetik kemudian mama dan bi Tum duduk dan ikut sarapan.

      "Yah, pokoknya benahi dulu deh muka kamu. Kamu gak mau kan murid-murid kamu ketakutan melihat wajah guru cantiknya?" Mama mengedipkan sebelah matanya.

       Virgia nyengir kuda. "Ok bosss!!!"

      Setelah dirasa penampilan dan wajahnya sudah baik jauh dari kata kuyu, Virgia pun pamit pada mama dan berangkat dengan motor kesayangannya.

      Sesampainya di TK, Virgia menyapa mang Odi−penjaga TK yang sedang menyapu. Kemudian dia menuju kelasnya yang berada di sebelah kanan gedung. Beberapa menit kemudian di luar ruangan kelas sudah berisik dengan kedatangan anak dan orang tuanya. Bel pun berbunyi tepat pada pukul 08.00 WIB.

      "Baris siap!" Seru Virgia sudah berdiri di depan pintu kelas. Segera saja anak-anak berlarian ke arahnya dan berbaris rapi. Begitu pula anak-anak kelas lain diintruksikan yang sama oleh gurunya.

      "Pagi anak-anak!" Seru Virgia sambil tersenyum segar.

      Anak-anak menyahut. "Pagiii buuu!"

     "Sudah sarapan kan? Bagaimana kabar kalian hari ini?"

      "Sudaaah buuuu! Baiiiiik!"

      "Baiklah kalau begitu, mari kita regangkan badan dahulu!" Seru Virgia. Dia mengarahkan anak-anak menjadi empat baris yang masing-masing mempunyai lima anggota. Lalu memperagakan beberapa gerakan olahraga ringan untuk anak-anak. Dengan semangat anak-anak mengikutinya.

      Setelah dirasa cukup menggerakan otot-otot supaya tidak kaku, Virgia mengarahkan lagi anak-anak untuk membuat dua baris di depan pintu untuk masuk ke dalam kelas. Kemudian menggiring anak masuk kelas.

♫♫♫

      "Nah, sekarang buka halaman 23 di buku kalian!" Seru Virgia sambil menuliskan angka 23 di whiteboard. "Tulisannya angka 2 dan 3 ya!" Lanjutnya sambil mengetuk-ketuk angka 23 yang ditulisnya dengan spidol. Anak-anak menyahut "iyaa" serempak.

     "Bisa dilihat di sana ada empat macam binatang yang diberi garis titik-titik, oleh kalian tebalkan ya garis titik-titik itu dengan pensil. Kemudian setelah selesai ditebalkan, warnai yang rapi ya usahakan jangan keluar garis." Virgia menatap muridnya satu persatu. "Tapi sebelumnya coba tebak, pada nomor satu gambar apa hayo???" Lanjutnya bersikap jenaka.

      "Ayam!" Kata anak-anak serempak.

      "Betul! Yang kedua?"

      "Bebek!"

      "Sip! Yang ketiga dan keempat?"

      "Kucing sama gajah buuuu!!!"

      "Betul! Wow, murid-murid ibu pinter-pinter ya! Sekarang silakan kerjakan yang tadi ibu suruh sambil kumpulkan PR kalian ya!" Satu persatu anak-anak mengumpulkan PR ke mejanya. Sambil mengintruksikan ini dan itu, Virgia memeriksa PR mereka.

      Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB ketika bel berbunyi. Virgia bersama anak-anak menyanyikan sebuah lagu pengantar pulang.

      Gelang sepatu gelang

      Gelang sirama rama

      Mari pulang

       Marilah pulang

       Marilah pulang

       Bersama-sama

      Mari pulang

      Marilah pulang

      Marilah pulang

     Bersama-sama

      Saat siap-siap akan pulang, dia melihat Dino duduk termenung sendirian di bangku tempat para orang tua menunggu anak-anaknya. Dia pun menghampirinya.

      "Dino, kamu belum dijemput?" Tanyanya sambil ikut duduk di bangku sebelah Dino yang kosong.

      Dino menatapnya sedih. Lalu menggeleng.

      "Terus, kamu mau menunggu sampai jemputan kamu datang?" Tanyanya lagi.

      Kali ini Dino memainkan kedua kakinya di tanah yang sudah disulap jadi tembok. "Gak tahu, gak biasanya papa telat kayak gini."

      "Memangnya supir yang biasa jemput kamu ke mana?"

      "Cuti dulu." Dino menjawabnya polos.

      Virgia merasa kasihan pada Dino. Bagaimana bisa Dino dibuat menunggu seperti ini sementara suasana di TK sudah sesepi ini? Sebenarnya ke mana Verdyan? Sesibuk apakah dia sampai tidak ingat harus menjemput anaknya di TK?

      "Ya udah, kamu mau ikut sama bu guru?"

      "Ke mana bu?"

      "Ke rumah ibu."

      "...tapi nanti papa gimana...?" Sempat-sempatnya Dino memikirkan papanya yang telat menjemputnya.

      "Biar nanti ibu hubungi papa kamu, gimana?"

      Wajah Dino mendadak cerah. "Mau banget dong!"

      Virgia tersenyum sambil menggandeng tangan Dino menuju parkiran.

♫♫♫

HOT DADDYWhere stories live. Discover now