40. Sometimes we all go a little mad

237 13 0
                                    

Kabar mengenai kedekatan Lolita Jio sama sekali tidak mengherankanku. Aku tahu sejak awal mereka memang dibuat ada untuk saling memiliki satu sama lain. Terlepas dari Rasta setuju atau tidak. Lagian Rasta terlalu sibuk mengurusi Mentari hingga rasanya tak mungkin dia memikirkan hal lainnya.

Semoga masalah tidak datang lagi. Aku belajar untuk melupakan, untuk mengikhlaskan. Patah hatiku yang kesekian kalinya. Dan aku yakin jika masalah patah hati ini akan mampu kulewati. Ada banyak orang yang mengalami hal serupa. Merasa begitu desperate. Bahkan ada yang sampai bunuh diri. Ya, emosi sesaat yang begitu kuat memang sulit untuk dibendung.

Terutama perasaanku pada Rasta tidaklah sedangkal itu. Kuamati kembali sebuah kertas tebal berwana hijau lumut di mejaku, warna kesukaan Mentari. Itu dari Rasta, untuk beberapa detik aku merasa begitu muak dengan diriku yang terlalu melankolis ini. Terlalu drama. Sepertinya kalian bisa menebak, Rasta will marry as son as posibble with Mentari. How poor me.

Bagaimana aku bisa menutupi semua itu selama ini. Rasta dan Mentari? Uhhh god take me to an other planet please! Berasa kayak di drama tau. Sayangnya tuhan terlalu kesal padaku. Doaku tidak terkabul, aku masih sendiri di kelas ini. Sementara semua orang telah pergi mengejar kesibukan mereka masing-masing.

Masih sulit untuk percaya. Dipikiranku Rasta adalah seorang pria yang akan fokus memandang ke masa depan. Ya, dia memang agak idealis dan realistik. Jadi saat tahu ia akan menikah sementara kuliahnya belum selesai, tentu mengusik keingintahuanku tentang dia. Apa aku sudah melewatkan sesuatu selama di dekatnya? Aku akan mencari tahunya sendiri.

--

Our precious Lovely Julita is my choice. Untuk saja Jio belum datang sewaktu aku memutuskan untuk menculik pacarnya ini di sekolah.

"Jio mana?" dia bertanya dengan kesal, tapi tidak menolak sewaktu kugiring masuk ke mobil.

"Ohh elo tenang aja, gue bakalan ngantar elo dengan selamat ke pangeran berkuda putih itu. But i think we have a little conversation before i do it."

"Setelah beberapa waktu lalu kakak menolak untuk membantu?''

Ohh dia masih dendam dengan sikapku dulu. Hhh tidak bisakah dia sedikit memahami hatiku. Setidaknya sebagai sesama perempuan?

"Love. Itu Cuma waktunya aja nggak tepat buat elo ketemu dan ngomong sama gue." Aku mencoba memberinya pengertian. Dan saat mata yang serupa dengan Rasta itu melunak. Aku yakin jika itu berhasil pada Lovely.

"So tell me what is it?''

--

Sometimes we all go a little mad. Dimataku Rasta adalah sosok lelaki yang gentle. But in fact? Who knows. Oh i can't still belive that. What Lolita talks me a few hour ago.

"So tell me what is it?''

''Gue Cuma mau tahu soal, soal...'' Rasanya sulit untuk mengatakannya. Padahal yang akan kukatakan itu pasti terjadi beberapa hari ke depan. Terlepas apakah tuhan mendukung kebahagian mereka atau memang itulah yang ingin tuhan katakan.

''Soal?''

"Rencana pernikahan Rasta sama Mentari.'' Well i got her attention right now.

''Oh ternyata bukan Cuma gue yang kecewa di sini.'' Pernyataan Lolita membuatku jadi penasaran, apa maksudnya?

"Bukan sesuatu yang harus bikin aku seneng juga sich.'' Nada suaranya menjadi berat. ''Tapi aku sama sekali nggak suka alasan mereka, Mentari got pregnatncy. Aku yakin kalau ini Cuma kesalahan, tapi ya nasi sudah jadi bubur.''

"Ahhh kok garing ya. Nggak lucu tahu.'' Sangkalku dengan ragu.

"Jadi kakak ngarapnya aku ngomong apa? Karena jujur, aku juga berharap cerita sesuatu yang lebih baik.''

Lolita meraih tanganku. "Oh jadi gitu ya." Aku berusaha baik-baik saja dengan menghindari tatapan Lolita yang jelas begitu kasihan padaku.

''I know it's hard, but you have to keep moving on.'' Aku menepis tangannya dan membalas tatapan kasihan Lolita.

''Kenapa? Apa ini khotbah? Gue baik-baik aja tau!'' Jeritku dengan kesal. Rasanya aku ingin menghancurkan apapun yang ada di dekaku.

''Pergi!" Lolita tidak menunggu lama, ia keluar dengan cepat dari mobil, meninggalkan aku sendiri.

Apakah aku kecewa? Ya. Apakah aku marah? Tidak, aku tidak bisa. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa marah pada dia. Lalu apa sekarang? Larut dengan kekecewaanku sendiri atau ahhh akupun juga tidak tahu haru bagaimana.

-TBC-

Into You (Completed)Where stories live. Discover now