L.L.L (19)

5.7K 404 21
                                    

Ardhana dan Kara sibuk tak jelas. Kara sedang mengeringkan rambutnya sedangkan Ardhana terlihat bingung sendiri.
"Cari apa sih dhana?" Tanya Kara yang tak tahan lagi melihat Ardhana kebingungan.
"Dasi,aku taruh dasi-dasi aku di mana ya? Perasaan waktu itu di sini" ucap Ardhana
"Perasaan kamu itu kan dua tahun lalu" cibir Kara yang akhirnya bediri dan ikut mencari  dasi Ardhana.
"Apa sudah di apartement aku semua ya?" Ucap Ardhana
"Ya mana aku tau" ucap Kara
"Aku pinjem punya Mac aja deh" ucap Ardhana.
"Astaga Ardhana dari tadi kenapa" ucap Kara dan Iya pun membereskan tasnya sendiri. Mereka berdua sudah siap. Dan jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh pagi. Keduanya turun dari tangga dengan saling mengomel.
"Kamu kan perempuan harusnya bangun lebih pagi. Gimana mau jadi istri" protes Ardhana dan merapikan dasinya sendiri.
"Harusnya aku ngga nginep di sini. Aku bahkan belum ketemu mami. Harusnya kamu membangunkan ku" ucap Kara tak kalah kesal. Mereka sama-sama telat lagi juga Ia tetap bangun lebih dulu.
"Ia tetep aja harusnya kamu ngga kesiangan" ucap Ardhana
"Egois banget kamu. Jadi kamu boleh ke siangan terus aku ngga boleh?" Ucap Kara. Mereka pun sudah sampai lantai bawah.
"Eh eh kalian apa-apaan sih pagi-pagi udah berantem" ucap Rusmi.
"Mi maafin Kara ya mi. Kara bener-bener ngga sadar udah tidur semaleman. Bahkan belum sempet ketemu mami" ucap Kara dengan wajah memelas. Rusmi memeluk Kara. Lalu mengusap wajahnya.
"Tidak apa sayang. Kamu kan sakit. Kamu yakin mau kerja?" Ucap Rusmi. Kara mengangguk.
"Aku ada pasien dan udah janjian jam delapan" ucap Kara
"Yaudah kalian ngga sarapan dulu?" Ucap Rusmi
"Ngga sempet mi" ucap Ardhana.
"Mami tau akan begini. Nih kalian bawa makan di mobil" ucap Rusmi dan memberikan kotak makananan. Kara menerimanya.
"Maaf ya mi ngerepotin" ucap Kara
"Tidak apa." Ucap Rusmi
"Ayo"ucap Kara
"Tunggu kunci mobil ku tidak ada" ucap Ardhana yang masih mencari-cari kuncinya.
"Ah yasudah aku berangkat duluan." Ucap Kara
"Tidak tidak kalian di antar pak sapri saja." Ucap Rusmi. Dan mereka yang tak punya pilihan lain pun menurut.
"Mi nanti minta bibi atau siapa carikan kunci mobil ku ya" ucap Ardhana sebelum masuk mobil.
"Iya iya sudah sana cepet" ucap Rusmi.
Kara membuka kaca dan melambaikan tangan kepada Maminya. Mereka berdua pun duduk di kursi penumpang. Ardhana terlihat langsung mengeluarkan Ipadnya. Sedangkan Kara,membuka kotak makannya yang berisi Sandwich. Mereka lupa membawa minum untung saja di mobil ada minum. Kara membuka botol air mineral lalu menyerahkannya pada Ardhana. Ardhana menerina tanpa menatap Kara dan meminumnya lalu mengembalikan. Kara memberikan Sandwich pada Ardhana namun bukannya menerimanya Ardhana malah menggigit sandwichnya. Terpaksalah Kara menyuapi Ardhana dan dirinya pun ikut makan.
"Rasanya seperi anak kuliah baru lulus yang baru masuk kerja" ucap Ardhana. Kara tersenyum
"Nervous ya?" Ucap Kara.
"Sangat. Ini bukan kantor ku sendiri. Jadi mana mungkin aku bisa seenaknya" ucap Ardhana
"Baguslah mental mu sedang di uji" ucap Kara. Ardhana seperti baru menyadari sesuatu Ia pun menoleh ke arah Kara.
"Are you feeling better?" Tanya Ardhana. Kara mengangguk. Ardhana mengecek suhu Kara yang masih hangat.
"Kamu tidak istirahat saja?" Saran Ardhana.
"Tidak aku sudah janji dengan pasien" ucap Kara. Ardhana menatap Kara khawatir.
"Aku baik-baik saja Ardhana" ucap Kara. Ardhana mengusap kepala Kara, mencium pucuk kepala Kara. Kara dengan cepat mendorong Ardhana.
"Kamu nih apa-apaan sih. Ada pak Sapri" cicit Kara
"Tidak apa. Pak Sapri pasti mengerti. Iya kan pak?" Ucap Ardhana justru dengan suara normal yang membuat Kara memukul lengan Ardhana. Ardhana sungguh ahli membuat Kara kesal dan malu.
"Iya Mas Dhana" ucap Pak Sapri  dan Kara dapat melihat supir itu tersenyum ya mungkin saja menertawakan mereka.
"Kamu tuh kenapa sih? Bisa ngga sih ngga usah cium cium?" Bisik Kara.
"Ngga bisa" ucap Ardhana santai.
"Semalam kamu juga mencium ku kan?" Bisik Kara
"Geer banget kamu" ucap Ardhana
"Ya bisa aja. Kamu kan suka cari kesempatan" ucap Kara
"Jangan negative. Jangan menuduh kamu tidak punya bukti" ucap Ardhana
"Aku merasa kok. Aku merasa kamu menciumi leher ku semalam" bisik Kara
"Wah.. Kara. Ckckck" ucap Ardhana dan menggeleng dramatis.
"Apakah kau bermimpi erotis bersama ku? Otak mu pasti membayangkan itu. Nakal sekali pikiran mu" ucap Ardhana masih dengan menggeleng tak percaya lagi-lagi dengan cara yang Sok Dramatis.
"Tidak. Aku tidak begitu" ucap Kara kesal. Ia sungguh merasa itu nyata. Tapi mengapa juga itu bukan mimpi. Toh saat dia terbangun Ardhana sedang tidur pulas dia tak ada bukti. Apa benar Ia yang membayangkan.
"Ternyata pikiran kamu lebih mesum dari ku ya. Mencium bibir mu saja hanya sekali bagaimana bisa kamu membayangkan aku menciumi leher mu" ucap Ardhana
"Dua! Dua kali kamu mencium bibir ku" bentak Kara yang cukup di dengar oleh pak Sapri. Kara langsung menutup mulutnya. Astaga dia benar-benar merasa malu dengan pak sapri sungguh seperti wanita murahan.
Ardhana tak kuasa menahan senyumannya.
"Iya iya dua. Apa mau yang ke tiga? Mau sekarang? Mungkin pak sapri bisa untuk membalik spion sebentar" ledek Ardhana.
"Shut up Ardhana!" Ucap Kara kesal dan Ia pun melempar pandangannya keluar jendela. Helaan napas Kara semakin terdengar saat melihat kondisi jalan yang macet.
Ia melirik jam tangannya. Sudah jam tujuh kurang 5 menit iya pasti tak akan sampai.
"Aku turun sini saja. Naik busway dari sini akan lebih cepat." Ucap Kara dan dengan cepat keluar dari mobil. Ardhana pun menyusul. Mereka sudah berada di halte busway.
"Kenapa turun?" Protes Kara.
"Ya aku juga telat. Kantor ku kan tidak terlalu jauh dari tempat mu" ucap Ardhana.
"Memang dimana?" Tanya Kara
"Masih Daerah blok M" ucap Ardhana tak jauh dari blok M square.
"Oh ya? Baguslah kita satu jurusan. Tapi nanti aku masih lanjut naik metro" ucap Kara. Ardhana pun mengangguk. Aku mungkin bisa jalan atau naik ojek dari sana. Kara pun mengangguk.
"Sepertinya aku harus punya kartu seperti mu" ucap Ardhana
"Aku ada 3 nih kamu pegang satu." Ucap Kara dan memberikan kartu busway tersebut. Ardhana mengambilnya dan menyimpan dalam dompet. Busway mereka pun lewat dan keduanya naik. Semula Kara mendapatkan tempat duduk dan Ardhana berdiri di depannya. Namun saat ada Ibu-ibu Kara pun berdiri di samping Ardhana. Ardhana tersenyum sendiri. Kara yang melihat itu pun bertanya.
"Kenapa?" Tanya Kara
"Ini pengalaman pertama aku naik angkutan umum" ucap Ardhana.
"Oh ya?" Tanya Kara
"Tidak juga sih. Aku pernah beberapa kali naik ojek dan taxi. Tapi yang ramai ramai seperti ini baru ini. Ya tentu saja kecuali pesawat." Ucap Ardhana
"Ehmm benar-benar anak orang kaya ya" ledek Kara. Dan Ardhana hanya tersenyum.
"Jadi bagaimana rasanya?" Tanya Kara
"Aneh,tapi menakjubkan. Tidak menyangka saja seorang Ardhana menjadi karyawan biasa lalu naik busway" ucap Ardhana
"Karyawan biasanya juga langsunh di bagian audio. Yang gajinya di atas 4 juta" ucap Kara
"Yah,gaji ku tak sampai 6 juta. Uang belanja baju ku lebih dari itu. Mungkin benar aku harus mulai hemat" ucap Ardhana.
Kara tersenyum senang entah mengapa Ia begitu merasa bahagia mendengar ucapan Ardhana. Busway cukup sesak hari itu membuat jarak di antara mereka sangat dekat.
"Apa setiap hari kamu seperti ini? Berhimpitan dan berdiri?" Tanya Ardhana
"Yah begitulah. Jarang sekali kalau pagi dapat kursi sekalipun dapat ya kadang tetap harus berdiri" ucap Kara.
"Baik sekali pacar ku" ucap Ardhana
"Bukan baik atau tidak tapi mau gimana lagi. Kita yang muda kan masih cukup punya stamina untuk berdiri. Kadang malah suka bete sendiri sama orang-orang yang cuek aja. Bahkan pura-pura main hape. Tidur malah pernah ya ada yang sambil pacaran padahal itu ibu-ibu berdiri depan si cowoknya. Berasa pengen aku jambak rambutnya" terang Kara. Ardhana tersenyum lagi. Ardhana tak tau apa yang pernah terjadi sebelum ini. Tapi entah mengapa Ardhana rasanya bersyukur sekali berada di saat ini. Busway mengerem tiba-tiba membuat Kara terdorong ke depan. Ia nyaris jatuh kalau saja Ardhana tidak cepat memeluk Kara. Dalam keadaan sedekat itu ketika penumpang lain ribut karna motor yang tiba-tiba berbelok dan hampir menabrak itu yang Kara dengar adalah bisikan Ardhana
"I love you"
Bisikan itu hanya pelan namun penuh kemesraan seakan memang di ungkapkan benar-benar dari dalam hati. Kara melepas pelukannya Ia mencoba menahan senyumnya. Namun tetap saja sulit hatinya terlalu bahagia saat ini.
"Aku pikir aku suka deh naik busway" bisik Ardhana lagi.
"Kenapa?" Tanya Kara
"Karna bisa menjaga mu. Aku merasa benar-benar menjadi pria aja" ucap Ardhana.
"Gombal" ucap Kara
"I Love You too" ucap Ardhana
"Aku ngga bilang I Love you Ardhana" ucap Kara
"Tuh bilang. I love you too " ucap Ardhana lagi dan Kara pun hanya menggeleng. Ia mengalihkan pandangannya. Di lihatnya tangan putih Ardhana yang sedang berpegangan. Kemeja panjang Ardhana yang di gulung hampir siku membuat bekas luka karna kuah soto waktu itu pun terlihat. Bentuknya agar kehitaman seperti Koreng yang kering dan itu memang sepertinya akan terkelupas sebentar lagi. Kara menyentuh tangan Ardhana tersebut dengan jarinya perlahan sangat lembut nyaris tak menempel. Ardhana yang di perlakukan seperti itu menampik tangan Kara cepat Ia tak tau mengapa begitu merasa merinding seperti ada gelenjar aneh dalam dirinya. Kara sendiri pun cukup kaget mendapatkan perlakuan seperti itu.
"Apa sih Dhana aku kaget" ucap Kara
"Aku juga. Kenapa menyentuhnya seperti itu" bisik Ardhana
"Memangnya kenapa aku menyentuhnya pelan. Memang sakit?" Ucap Kara
"Justru karna pelan. Tidak sakit hanya saja aku merasa.. ehm sedikit seperti .." ucap Ardhana bingung ingin mengatakan seperti apa.
"Seperti apa?"tanya Kara
"Merinding.. seperti terangsang..maybe" ucap Ardhana sepelan mungkin namun cukup untuk di dengar Kara. Kara langsung memukul lengan Ardhana.
"Astaga! Ardhana pikiran mu!" Omel Kara
" ya aku juga mana tau. Aku juga baru tau aku punya titik sensitif di sana" ucap Ardhana
"Alasan! Memang kamu saja selalu berpikiran kotor" omel Kara
"Seluruh pria di dunia ini. Pasti punya pikiran kotor! Aku rasa wanita juga. Hanya mereka gengsi saja. Setelah aku pikir-pikir jangan-jangan kamu sengaja menyentuh ku seperti itu karna kamu sudah tau. Mengakulah kamu sengaja menggoda ku kan?" Ucap Ardhana. Kara melongo tak percaya mendengar ucapan Ardhana.
"Oh tolong Ardhana jangan berlebihan" ucap Kara
"Mengaku saja..siapa yang tau di pikiran kamu tersimpan ribuan pikiran kotor" ucap Ardhana
"Hei hei! Itu penuduhan sadis ya!" Ucap Kara
"Buktinya saja kau sampe bermimpi di cium oleh ku di leher lagi.. oh itu bukankah terlalu vulgar Kara." Ucap Ardhana
"Hentikan Ardhana aku benar-benar tidak sengaja melakukan itu. Sungguh" ucap Kara
"Aku tidak percaya" ucap Ardhana.
"Sumpah Ardhana aku tidak melakukan apapun. Aku juga tidak berfikir apapun. Hanya saja semalam aku benar-benar merasa ada seseorang yang melakukan itu. Tapi baiklah anggap mimpi. Tapi aku sendiri tidak tau mengapa aku bermimpi seperti itu." Ucap Kara dan hampir menangis Ia tak suka di tuduhkan seperti itu.

"Pemberhentian halte terakhir,halte Blok m.." ucap Penjaga Busway dan mereka semua pun turun satu persatu. Kara menarik-narik kemeja Ardhana. Merengek meminta Ardhana mempercayainya. Ardhana setengah mati menahan tawanya.
"Ardhana percayalah" ucap Kara dan mengekor Ardhana. Ardhana terus berjalan saja mengabaikan Kara di belakangnya yang menarik-narik kemejanya. Baru setengah delapan kurang jadi mereka tak harus terburu-buru.
"Ardhana.. jawab" ucap Kara
"Jangan tarik-tarik kemeja ku kara. Aku tidak ingin terlihat kusut di hari pertama kerja" ucap Ardhana berpura-pura jutek.
"Ya tapi kamu percaya dulu" ucap Kara.
Ardhana masih tak menjawab. Kara pun berhenti ia berjongkok dan menutup kepalanya di tumpukan tangannya. Air matanya berjatuhan. Ardhana ikut berhenti Ia tau bercandaanya sudah keterlaluan. Ia ikut berjongkok. Sontak saja menjadi perhatian banyak orang.
"Kara jangan menangis di sini. Banyak orang mereka semua melihat mu" ucap Ardhana
"Kamu tidak percaya pada ku" ucap Kara dan terisak.
"Iya iya aku percaya" ucap Ardhana.
"Tidak kamu tidak percaya. Aku sungguh tidak memikirkan apapun aku benar-benar tidak tau masalah tangan mu. Dan aku juga tidak berniat bermimpi seperti itu. Aku sungguh tidak begitu. Aku bukan wanita penggoda" ucap Kara semakin terisak. Ardhana menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Pandangan orang-orang semakin mengarah kepadanya seperti menyalahkannya. Ya memang tentu saja salahnya.
"Sayang maafkan aku. Aku bercanda kok." Ucap Ardhana
"Tapi aku benar-benar tidak begitu" ucap Kara
"Iya iya aku tau kok. Udah yuk orang-orang melihat ku terus nih." Ucap Ardhana. Kara mengangkat wajahnya. Ardhana menghapus air mata Kara lalu membantu wanita itu berdiri.
"Aku bercanda kok. Aku tau kamu tidak seperti itu. Maaf ya." Ucap Ardhana. Sisa isakan Kara masih ada meskipun Ia tak lagi menangis. Kara mengangguk.
"Udah yuk kita udah hampir telat." Ucap Ardhana dan merangkul pundak Kara.
Mereka pun berjalan beriringan.
"Hati ku sakit nih" ucap Ardhana
"Kenapa?" Tanya Kara
"Segitu tidak maunya kamu di bilang mikirin aku kah? Sampai kamu nangis gitu" ucap Ardhana
"Bukan gitu. Tapi aku memang tidak begitu" ucap Kara
"Iya aku tau. Dan itu lebih membuat ku sakit. Ya mungkin karna aku memang tidak menarik untuk kamu" ucap Ardhana dan memberikan seulas senyumnya.
Kara mengusap punggung Ardhana.
"Jangan bilang gitu. Aku tuh udah cinta kamu. Jauh sebelum kamu" ucap Kara. Ardhana hanya mengedikan bahunya. Tanganya masih merangkul pundak Kara. Kara merasa tak nyaman di lihati banyak orang. Ardhana yang tau kara tak nyaman pun melepas rangkulannya. Kara menatap Ardhana tak enak.
"Maaf dhana aku hanya.." ucap Kara dan terputus.
"Aku mengerti." Ucap Ardhana.
"Kamu pulang jam berapa hari ini?" Tanya Kara
"Jam 5 dari kantor" ucap Ardhana.
"Mau dinner bareng ngga?" Tanya Kara
Ardhana menoleh.
"Kalau ngga mau ngga papa sih." Ucap Kara dan cepat-cepat tersenyum.
Ardhana tak menjawab.
"Kamu marah ya?" Tanya Kara
"Tidak Kara. Mau makan dimana?" Tanya Ardhana
"Aku tau tempat bakmi yang enak di sini. Mau ngga?"ucap Kara
"Iya boleh" ucap Ardhana.
"Kita ketemu di sini ya" ucap Kara
"Iya sayang" ucap Ardhana.
"Kita pisah di sini ya. Aku duluan" ucap Kara. Ardhana mengangguk.
"Hati-hati" ucap Ardhana
"Iya kamu juga. Daghh" ucap Kara dan berjalan terpisah dari Ardhana. Ardhana melihat Kara hingga menghilang ke dalam angkot dan Ia pun mencari ojek.
Sungguh konyol hanya karna seorang Kara Ia mampu melakukan banyak hal yang bukan dirinya.
***
Seharusnya ini udah di upload pagi-pagi.
Tapi karna tidak sempat maaf baru upload 😀😀😀

Happy reading..
Yang belum ikut give away yuk ikutan.. masih sampe tanggal 25 november loh 😍😍😍

Love,Life,Lie! (Complete)Where stories live. Discover now