Wajah ayahnya semakin tampak tua kini, setelah begitu lama berbaring saja tanpa pernah melakukan apapun. Hari ini dokter terpaksa memasangkan kembali selang oksigennya karena Pak Wanhibar mengalami sesak. Noe mendesah. Satu hal lagi untuk ditambahkan pada struk tagihan rumah sakit.
Ia memijit kaki ayahnya dan merasa konyol. Tidak mungkin ayahnya merasakan pegal di kaki, mengingat seluruh bagian bawah tubuh Pak Wanhibar lumpuh. Noe berpindah memijit bahunya, tidak sabar dengan sebuah berita yang ingin disampaikannya kepada orang tua itu. Wajahnya menunduk, menelekan berat tubuh pada siku yang menancap di atas kasur.
"Ayah.... Tuhan berpihak pada kita. Orang yang melakukan ini pada Ayah sudah menerima ganjarannya. Dia sudah mati sekarang, aku bahkan tidak harus berhadapan dengannya. Sekarang Noe minta restu pada Ayah untuk mmeperjuangkan seseorang yang Noe cintai. Kapan-kapan akan Noe bawa dia ke sini untuk dikenalkan pada Ayah." Noe tersenyum kecil, sambil memijit telapak tangan ayahnya yang keriput.
Ia tahu, jika ayahnya bisa bicara, dia akan mengangguk bangga kepadanya. Wanhibar juga akan bicara tentang pentingnya memaafkan agar jiwanya menjadi damai. Dan bahwa setiap yang jahat akan menerima balasannya sendiri dari Tuhan.
Ayahnya mungkin bilang, "Sudah Ayah bilang, kau cuma memupuk dendam untuk hal yang sia-sia. Sekarang selesaikan saja kuliahmu itu dan kenalkan pacarmu pada Ayah!"
Dia akan mengatakannya dengan punggung yang sedikit bungkuk, dan menudingnya dengan spatula kayu, sambil membawa sebaskom besar mie ke dapurnya.
Noe tertawa sendiri, tak menyadari air matanya menggenang di pelupuk.
Mengherankan sekali bagaimana hal-hal yang sangat kita benci di masa lalu bisa menjadi hal-hal yang begitu kita rindukan. Ayahnya tukang mengomel dan suka bicara kasar serta pedas kepadanya. Noe benci sekali pada hal itu, terutama saat ayahnya mulai mengomelinya di depan tamu atau teman-temannya. Tetapi sekarang ia akan membayar berapapun untuk mendengar omelannya lagi. Untuk dimarahi sekali lagi.
Mungkin, seandainya saja ia tidak begitu keras berlatih judo, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya saja ia tidak begitu berhasrat mengambil hati senior-senior judonya di dojo dengan mentraktir mereka di kedai mie ayahnya, mereka tidak akan membuat ulah dengan tentara-tentara itu, dan ayahnya akan masih bekerja di restauran kecil mereka, dan mengomelinya karena ia tidak juga lulus, dan ia akan masih kuliah. Mungkin ia tidak akan mengenal gadis seindah Sarah Ismawati, tetapi ia akan punya pacar yang lain. Tidak secantik Sarah, tapi tidak malu berpacaran dengan anak tukang mie seperti dirinya.
Tapi semua itu hanya pengandaian. Kenyataannya, ayahnya kini terbaring di rumah sakit tanpa bisa segera mereka bawa pulang. Ia benci judo lebih dari apapun. Dan semua kebohongan yang ditutupinya dari ayah serta ibunya selama dua tahun ini; lubang neraka ke mana ia sedang menuju saat ini....
Noe bukannya tidak tahu ke mana ia harus meminta keadilan. Tahun pertama setelah ayahnya masuk ke rumah sakit karena gegar otak dan patah tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhannya, ia telah menerobos setiap kantor polisi, kantor pengacara dan kantor pemerintah untuk menuntut keadilan. Ia berlutut memohon kepada orang-orang itu bahwa jika pelakunya tidak bisa diseret ke pengadilan, setidaknya mereka bisa membantu menanggung biaya pengobatan ayahnya yang sudah membuatnya tercekik.
Tetapi selain saran-saran semu dan ungkapan simpati palsu, Noe hanya dibenturkan kepada jalan-jalan buntu yang semakin lama hanya semakin menguras isi kantongnya yang tak seberapa. Tampaknya para pelaku yang berpotongan cepak itu dilindungi oleh sebuah sistem yang kokoh dan jauh lebih besar dari pada dirinya.
Senior-senior dojonya yang terlibat dalam perkelahian malam itu telah mengeluarkan apa yang mereka punya dari kantong mereka, dan itu tidak seberapa. Setiap kali Noe meminta mereka untuk menjadi saksi atas apa yang terjadi, setiap kali pula masing-masing dari mereka bersemangat, namun menapak mundur teratur pada hari berikutnya setelah tahu dengan siapa mereka berhadapan.
YOU ARE READING
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...